UK

9.6K 811 146
                                    

Banyak manusia njancuki di dunia ini. Wirya sudah menemukan beberapa. Beberapa ada yang tidak seperti itu, namun masih ada hubungannya dengan jancuk-jancuk lain di hidup ini. Mereka yang tidak mampu menjancuki orang maka akan balik dijancuki. Sementara manusia sibuk menjancuki satu sama lain, menciptakan jancuk-jancuk soal hidup, maka saat itu juga dunia sudah tidak memiliki rasa simpati pada sesamanya.

Maka jancuk tidak lebih dari sebuah kenyataan hidup.

Sejak Yogi memanfaatkan kedekatan Wirya dan Yona untuk memaafkannya, rencana itu berhasil. Wirya berbaikan dengan Yogi. Bahkan keduanya terlihat berpelukan.

"Jadi kita sudah berbaikan?" Yogi tersenyum, mengacak rambut Wirya. Melihat lelaki yang sedang mengerjap salah tingkah itu membuat senyum Yogi makin melebar. Wirya berdehem gugup, mengangguk dengan raut setuju.

"Iya."

"Horeeee....!" Yona bersorak senang. Ketiganya tertawa setelah itu.

Jujur, Wirya sendiri juga tidak tahu kenapa hatinya menghangat terhadap Yogi. Perasaan ini baru pertama kali dia rasakan. Dia mulai merasakan pentingnya rasa memiliki dan juga mengerti.

"Wir, ada abangmu, nih!" Sebuah suara tiba-tiba terdengar di belakangnya. Wirya menoleh spontan, mendapati Wirman berdiri sambil tersenyum.

"Abang?" Sudah beberapa minggu ini mereka tidak pernah bertemu. Wirman melangkah, lalu memeluk adiknya sayang.

"Kok kamu lupa rumah sendiri, sih?"

Wirya menggeleng. Biasanya Wirya akan marah kalau Wirman memperlakukannya seperti ini di depan orang lain. Sayangnya kali ini Wirya hanya sedang sensitif. Dia memeluk abangnya erat, menyembunyikan wajahnya di dada Wirman.

"Aku kangen abang..." bisiknya manja. Wirman tergelak geli. Sebelah tangannya mengelus kepala adiknya lagi.

"Tumben banget bilang kangen?" sindir Wirman lagi.

Jancuk!

"Nggak mau gitu dikangenin?" Wirya merengut. Wajahnya sudah menampakkan ekspresi kesal setengah mati.

"Ya kali tumben banget manja gini?" Wirman tergelak lalu melepaskan pelukan Wirya. Wirya masih bersembunyi di dadanya. Enggan melepaskan diri. Yogi tersenyum diam-diam. Dia tidak tahu kalau Wirya punya sisi itu dalam dirinya.

Wirya melepaskan pelukannya setelah itu. Matanya mengerjap, bibirnya mengerucut kesal. Dia tidak peduli dengan tatapan Yogi dan juga Yona yang sedang mengawasinya.

"Jadi, ini temen-temen baru kamu?" Wirman terkikik geli. Wirya mengangguk, menoleh ke arah Yogi.

"Kenalin, nih bang! Ini abangku."

"Bang?" Wirman terkejut untuk yang ke sekian kalinya. Setahu Wirman, adiknya itu tidak pernah memanggil orang lain dengan sebutan abang. Panggilan itu dia tujukan untuk orang yang memang Wirya hormati.

"Abang mau aku panggil dia apaan? Kakak? Mas? Ya kali bikin malu aja..."

Wirman manggut-manggut sambil tersenyum. Dia menyalami Yogi dan juga Yona. Dia tersenyum ketika tahu kalau dua orang itu baik pada adiknya. Mereka berempat duduk bersama di ruang istirahat. Sedang tidak ada pelanggan di luar.

"Jadi, kenapa abang berkunjung ke sini?" Wirya curiga. Dia tidak tahu kalau abangnya boleh berkeliaran di jam kerja seperti ini. "Abang dipecat?!" Teriakan Wirya setelah itu membuat abangnya menepuk kepalanya spontan.

"Abang bukan kamu, tau!"

"Abang jadi tukang sindir." Wirya masih merengut.

"Abang dapat kepercayaan buat ngurus kantor cabang lain."

Jancuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang