NC

9.8K 842 97
                                    

Satu hal yang Wirya tahu soal Yogi.

Yogi terlalu baik pada semua orang. Itu faktanya. Dia baik pada semua orang, meski orang lain belum tentu baik padanya. Satu hal yang membuat Wirya membencinya setengah mati. Membenci sifat itu dari Yogi. Meski pada dasarnya Wirya tidak pernah bisa membenci Yogi. Tidak pernah.

Yogi akan selalu tersenyum lembut pada semua orang, bertanya apa yang bisa dia bantu, dan hal lainnya. Tidak ada hal lain yang dia katakan selain rasa persahabatan dan juga keramahan tidak perlu yang di atas normal. Semuanya benar-benar membuat Wirya muak. Lelaki yang dia maksud akan selalu tersenyum tanpa batas, tidak pernah marah meski perempuan-perempuan baju mini itu menggodanya.

"Ada yang bisa saya bantu, mbak?"

Jancuk!

Lihat itu! Betapa baiknya Yogi terhadap semua orang. Itu mungkin tuntutan profesi, namun tetap saja. Melihat Yogi lembut dan terlalu baik pada semua orang membuat sudut hati Wirya protes tanpa sebab.

"Saya mau cari botol bekas, mas." Perempuan itu terkikik geli.

Dari sudut mana saja Wirya tidak melihat keinginan untuk membeli dari cewek itu. Wirya mendengus malas. Ada ya perempuan yang berniat membeli botol bekas namun memakai pakaian seksi? Wah!

Jancuk!

Wirya mengumpat berkali-kali dalam hati. Tetapi dalam beberapa detik dia tersadar dengan apa yang dia rasakan. Kenapa dia harus marah? Kenapa dia tidak terima? Memangnya ada urusan apa dengannya? Wirya mendengus, lantas kembali fokus dengan apa yang dia catat. Dia kembali mengembuskan napas.

Lupakan, Wirya! Tidak akan ada yang berubah di antara kalian berdua. Lagipula kenapa berharap? Wirya tertawa miris. Selama ini dia hanya fokus pada uang para lelaki yang menidurinya. Tidak ada niatan lain selain uang. Yogi bukan destinasi yang pas untuk dia ajak bermain bersama. Bermain di ranjang, dengan penis Yogi di lubang anusnya. Sama sekali tidak bisa. Tidak bisa.

Jancuk!

Perempuan-perempuan itu kembali datang. Mereka terkadang datang sendiri, atau bersama gerombolannya. Mereka membawa banyak makanan. Pekerja lain senang dengan ini. Mereka menganggap Yogi adalah salah satu keuntungan berada di tempat sampah ini. Wirya enggan berkomentar soal itu.

Jancuk!

Apalagi jumlah cewek yang berkunjung ke tempatnya makin banyak. Wirya tidak suksa sama sekali. Boss-nya juga tidak keberatan dengan itu. Malah beliau senang sekali dengan jumlah pelanggan yang semakin banyak, meski sebagian besar dari perempuan itu hanya membual dan juga tidak membeli apapun selain menggoda Yogi.

"Kamu udah punya pacar, nggak sih?" Mereka masih bertanya dengan raut antusias dan ingin tahu. Wirya sudah dengar pertanyaan serupa sebelumnya. Dan jawaban Yogi selalu...

"Belum, masih fokus sama kerja nih! Nggak sempat juga."

Jancuk!

Yogi jadi sok sibuk, jadi sok fokus dengan kerja. Padahal kerjanya hanya melayani konsumen yang ingin mencari barang bekas. Kalau bukan bapak-bapak pengusaha ya pasti anak-anak sekolah yang sedang butuh untuk membuat prakarya. Namun akhir-akhir ini jumlah pembeli yang usianya belasan hingga dua puluh tahunan meningkat. Sebagian didominasi oleh kaum hawa.

Sudah jelas, bukan alasannya?

"Iya, benar kak! Lebih baik fokus sama kerja aja!" Para perempuan itu heboh. Mereka membenarkan hal yang lumayan miris. Wirya meradang. Dia tidak tahu kenapa dia muak dengan para perempuan itu. Dia memang tidak menyukai wanita, namun bukan itu alasannya. Dia tidak suka secara seksual, namun kalau berteman dengan mereka dia mau saja. Tetapi kalau perempuannya seperti geng pengagum Yogi ini, lebih baik Wirya tidak ikut campur. Tidak.

Jancuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang