Hal apa yang sepi namun dapat membunuh?
Ketika seseorang diberi pertanyaan serupa, maka akan bermacam-macam jawabannya. Mulai dari jawaban yang normal hingga yang abnormal. Cinta. Kebencian. Kesepian.
Sayangnya Wirya dan Yogi punya jawabannya sendiri. Hal sepi namun dapat membunuh adalah: Kecanggungan. Entah sejak kapan semua itu tampak begitu semu di mata mereka. Hal yang sepi, namun dapat membunuh mereka perlahan.
Jancuk!
Karena keduanya sama-sama bungkam.
Yogi masih menyesali perbuatannya, sementara Wirya juga masih bingung dengan respon Yogi terhadapnya. Wirya masih sakit hati, namun dia dihadapkan pada kenyataan dan kebingungan paling ambigu dalam hidupnya. Sekonyong-konyong, Wirya tahu kalau Yogi tidak sehomo dirinya. Andaikan benar pun pastinya Yogi juga punya embel-embel omnivora di dalamnya. Biseks.
Wirya masih tinggal di rumah Yogi. Yogi juga canggung ketika bicara dengannya. Wirya masih belum membahas masalah kemarin. Dia hanya membiarkan Yogi dengan kebingungannya, meski dirinya juga bingung. Tidak mengerti.
"Kak Wirya dan kakak berantem, ya?" Yona menghampiri Yogi. Lelaki itu sedang sibuk dengan HPnya. Sibuk tanpa melakukan hal yang berarti. Atau hanya untuk terlihat sibuk, maka dia harus melakukannya.
"Eh? Siapa bilang?" Yogi tersentak kaget ketika adiknya bertanya serupa.
"Soalnya kalian nggak akrab kayak biasanya..."
"Nggak, kok Yona!" Yogi mencoba menyembuyikan masalah ini sebisanya, namun Yona lebih peka dibanding anak lain. Yona tahu karena dia mengamati kakaknya yang terlihat galau dan tidak bersemangat hidup.
"Tapi kalian diam terus."
"Kami lagi nggak punya hal yang bisa diomongin aja."
"Kemarin kak Wirya sakit." Yona bercerita. Yogi tersentak kaget. Dia menoleh spontan ke arah Yona, mengerjap karena terkejut. Dia tidak tahu kalau Wirya sakit.
"Sakit apa? Dia cerita nggak sama kamu?"
Yona menggeleng.
"Kayaknya kaki kak Wirya sakit, deh! Soalnya jalannya jadi aneh. Juga pas duduk gitu kelihatan nggak nyaman."
Jancuk!
Akhirnya Yogi tahu kemana arah pembicaraan Yona. Yona tidak tahu kenapa Wirya berjalan kesakitan begitu, namun Yogi tahu persis kenapa. Yogi geram ketika membayangkan itu.
"Dia hanya terkilir, Yona." Yogi beralasan. Yona mengerutkan keningnya.
"Tapi badan kak Wirya juga panas, kak."
Yogi menoleh ke arah adiknya, bertanya dengan raut ingin tahu. Yona menatap kakaknya takut. Takut kalau Wirya terluka. Tadi Wirya mengatakan kalau dia ingin pergi ke rumah kontrakan abangnya.
"Trus sekarang kak Wirya kemana?"
Yona menggaruk ujung hidungnya.
"Kak Wirya bilang katanya mau ke kontrakan abangnya."
Ketika mendengar alasan itu, separuh hati Yogi berdecih benci. Salah satu sudut itu berpikir kalau Wirya sedang berbohong. Sudut lain berprasangka buruk kalau Wirya sedang menemui lelaki lain. Yogi menjambak rambutnya sendiri, meraung gemas. Pikiran buruk sempat berseliweran di otaknya saat ini.
"Yona, kamu mau ikut abang?"
"Kemana, kak?"
"Jemput kak Wirya."
Yona mengangguk cepat. Yogi masuk ke kamarnya untuk mengambil jaket, sementara Yona menunggu di ruang tamu. Tiba-tiba pintu depan diketuk. Yona beranjak membuka pintu hingga setelahnya adik perempuan Yogi tersebut berteriak kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jancuk!
General Fiction"Aku jancuk yang itu, yang mengangkang gagah menggantang. Aku jancuk yang njancuki, yang hanya mengizinkan penis besar bersarang di lubang anusku. Aku jancuk yang sedang mencari jati diri, atau mungkin mencari penis yang mampu memuaskan hasratku. Ka...