Kelas Estetika telah dimulai. Ahilya berjalan gontai. Kepalanya masih pening. Akito menuju ke ruang Pak Sumartono di gedung O lantai dua untuk mempersiapkan materi. Ia melangkahkan kaki dengan ankle boots bersama Adrian ke kelas P 105.
"Hi—"
"Ada apa?"
"Galak banget." Adrian mundur. Akan tetapi, Ahilya menyeret Adrian turun hingga ke kelas. Akito sudah duduk di kursi menunggu dua sahabatnya. Begitu dia melihat sahabat barunya bersama Adrian, wajahnya kecewa. Ia menjadi malas untuk mengikuti kelas Estetika. Apalagi saat tangan Ahilya menggandeng lengan Adrian. Kembali lagi terulang tergores hatinya kini. Terpaksa dia menahan rasa sendiri sementara bersama datangnya siang. Meskipun dia lelah. Ia takut Ahilya tak mengerti cara dia menyampaikan rasa itu. Dia tak mengerti—
"Ajarkan aku untuk bisa dapat ungkapkan rasa," Akito bergumam.
Setelah lama menyimpan rasa itu terlalu dalam, ingin sekali dapat mengungkapkan rasa agar Ahilya percaya bahwa dia menyukai gadis berambut panjang itu. Kepribadian lain pacarnya yang supel dan—
Akito menjadi tak konsentrasi ketika melihat Ahilya duduk sambil mengeluarkan binder catatan mendengarkan Pak Martono mengajar sebelum sesi presentasi dimulai. Bertopang dagu menatap sahabat barunya dari bangku. Ahilya tampak serius mendengarkan materi. Laki-laki itu ingin menyampaikan rasa suka sebelum terlambat. Tapi—
Ia...tak bisa. Ada Akshita di hatinya dan berjanji untuk menjaga. Tapi kenapa keadaan menjadi berbalik? Dia benci sendiri. Melihat Ahilya, begitu berbeda—
Andai ia dapat merangkai kata-kata puitis untuk Ahilya agar bisa mendengarkan bibirnya mengatakan cinta sekarang. Kata orang, rindu itu indah tapi tidak buat Akito. Sungguh menyiksa merindukan dua hati pada hari ini. Dua kepribadian berbeda. Bila bisa ia akhiri pertemuan tadi, lebih baik ia menghakhiri daripada harus terjebak dalam dua pilihan. Ia akui, ia yang memulai dari awal. Ia hanya ingin menolong Ahilya di kantin. Hanya saja, rasa itu berubah menjadi rasa dalam—
Memento—
Nostalgia beberapa jam lalu bergeser menjadi rasa lain. Kenapa Ahilya ada saat Akshita tertidur? Dirinya melamun sepanjang materi berlangsung hingga akhirnya dia dikejutkan oleh suara Pak Sumartono dari meja dosen.
"Akito!" Suara Pak Sumartono dengan mic menggema di kelas.
Akito hampir terjungkal mendengar suara Pak Sumartono. Ia kaget mengelus dada. Adrian menggeleng menepuk dahi. Mahasiswi lain cekikikan melihat Akito seperti orang linglung.
"Ya...Pak?" Akito gugup.
"Coba sebutkan faktor-faktor munculnya abad Renaissance!"
Akito bingung, ia tak mengerti harus menjawab apa. Matanya melirik ke kanan dan kiri. Ia garuk kepala tak bisa menjawab pertanyaan Pak Sumartono. Salahnya ia melamun karena memikirkan Ahilya. Bisikan hati terdengar di telinganya seperti kaset kusut. Seolah ada ulat besar yang menjilat. Tak diduga, Ahilya mengangkat tangan. Kemudian Pak Sumartono bertanya, "Kamu tahu faktor-faktor munculnya abad Renaissance?"
"Renaissance muncul dari timbulnya kota-kota dagang yang makmur akibat perdagangan mengubah perasaan pesimistis (zaman Abad Pertengahan) menjadi optimistis." kata Ahilya mantap. Ia tersenyum seraya melanjutkan menulis catatan penting dari fotokopian yang dibagikan. Bibirnya mengeluarkan suara sembari berkata, "Hal itu juga menyebabkan dihapuskan sistem stratifikasi sosial masyarakat agraris yang feodalistik." jelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A & "A"
Spiritual2 kepribadian dalam 1 tubuh? serem banget! Hiiiii.... Jawabannya, NGGAK DONG! Hehehehe... Bercerita tentang pengalaman seorang perempuan bernama Akshita yang mempunyai Alter ego. Kok bisa? Nggak berebutan tuh kalau mau keluar kepribadian lain? Peng...