10. My Beloved Little

13 0 0
                                    

Angin masih berembus di sela-sela rambut Akito. Tampaknya, laki-laki itu masih bingung. Akankah ia mempertahankan salah satu atau meninggalkan? Bukan bermaksud untuk tak setia, akan tetapi ia sudah terlalu jenuh dengan hubungan monoton dalam kesedihan. Ia butuh sosok yang ceria dan kuat seperti...Ahilya. Nama itu sedang ada dipikirannya dari dua hari lalu terhitung menjadi dua hari ini. Perempuan berambut panjang ikal sedada dan sama-sama cantik, hanya berbeda sifat dan gaya seperti Akito lihat belakangan ini. Wajahnya mendongak memperhatikan sisi samping gedung P dari Bangku Ijo. Ia sudah pindah dari lorong kelas ke Bangku Ijo, sebutan tempat nongkrong mahasiswa desain Trisakti untuk sekedar bercengkerama dan mengobrol.

Nampaknya, Akito masih terlarut dalam lamunan hingga tidak sadar kalau sudah ada Adrian dan Pak Sumartono di belakangnya.

"Akito!" seru suara agak berat dari belakang. Akito masih termangu dalam angan-angan tak pasti hingga akhirnya—
"AKITO...!!"
Akito langsung terlonjak dan tersungkur. Nyaris saja terjatuh dari bangku. Ia mengelus dada, menghela napas pelan. Hampir ia terjatuh kalau tak ditolong oleh Adrian.

"Iiya...Pak?"
Suara Akito bergetar. Masih shock dengan suara teriakan begitu mengagetkan. Pak Sumartono dan Adrian menahan tawa melihat ekspresi Akito seperti orang linglung.

"Lo ngelamunin apaan sih?" tanya Adrian.

"Anu—"

"Anu apaan dah?" Adrian mengeryit.

"Ahilya mana?" Akito mencari sosok gadis berambut ikal berponi rata. Tak terlihat sosok gadis mungil tersebut. Pak Sumartono terlihat bingung dari ekspresi wajahnya, seakan bertanya siapa Ahilya? Adrian menyadari kebingungan Pak Sumartono dengan berkata kalau Ahilya itu Ami yang sedang memakai nama pena untuk novel baru garapannya. Pak Sumartono sudah paham dengan penjelasan Adrian meskipun ia sendiri masih agak tidak percaya dengan ekspresi wajah Akito.

"Kamu mau cari Akshita atau Ami? Dia ada di kelas tuh," ledek Pak Sumartono.

Akito menoleh dengan mata berbinar, ia bangkit lalu mulai mengambil ancang-ancang pergi dari bangku ijo. Namun sebelum menuntaskan ancang-ancang, Akito malah tersandung dan membuat seisi penghuni Bangku Ijo tertawa. Akito menahan malu karena kecerobohannya hari ini. Bisa-bisanya, ia terjatuh di depan anak-anak lain di Bangku Ijo dan Pak Sumartono yang melengos pergi ke gedung O. Di seberang Bangku Ijo terdengar ledakan tawa seseorang. Ledakan tawa suara cempreng dan ceria begitu Akito kenal. Terlihat sosok gadis berambut ikal sedada berponi rata berlari memakai sendal jepit dengan jempol di perban menghampiri Akito dengan posisi terjembab tidak elit. Akito meringis kesakitan.

"Akito!?"
Ahilya melongo melihat Akito sudah terjembab dengan posisi tengkurap tidak elit di hadapannya.
Akito cemberut dan kesal karena hari ini wibawa dan harga dirinya turun akibat kecerobohannya sendiri.

"Dri, bantuin gue dong!" Akito mencoba menggapai tangan Adrian dari bawah seperti gaya Kate Winslet film Titanic. Adrian bungkam, bukan membantu malah melongo.

"Ini anak bukan bantuin gue malah melongo macem sapi ompong!" Akito mengutuk Adrian dalam dalam hati dengan kutukan mematikan seraya bersumpah Adrian akan jomblo sampai lulus.

"Adrian!" seru Akito kesal. Lututnya nyeri akibat pasca terjatuh beberapa menit lalu.

"Hah? Lo kok jatuh?"

"Ngajak gelut ini anak!"
Akito melotot, tatapan matanya berubah menjadi tatapan menyeramkan. Terlihat seperti Barong siap menerkam mangsa.

A & "A"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang