Sudah hampir 3 tahun gue bertahan bersama Akshita. Sepertinya gue gagal untuk merangkul dan membimbing ia menjadi lebih baik dalam pendidikan. Iya, Akshita gagal dalam kuliahnya. Gue sudah berusaha semampu gue untuk membantu mendongkrak nilai terutama di mata kuliah Desain Komunikasi Visual 3.
Rasanya, gue lelah lalu putus asa untuk hal ini. Apa yang salah dengan Akshita? Apa karena ia sering bertengkar dengan Papanya hampir setiap malam? Biar gue tertidur, gue mengawasi dia untuk membantu jika ia kalah. Gue jadi ingat lirik lagu ini,Hanya cinta yang bisa menaklukan benci
Hanya kasih sayang tulus yang mampu menembus ruang dan waktuKira-kira seperti itulah kehidupan Akhsita dengan Papanya. Selalu berakhir dengan pertengkaran hingga membuat nilai Akshita turun dratis. Seperti yang gue katakan, gue sudah berusaha mendongkrak sebisa gue buat Akshita agar ia bisa lulus minimal mengikuti kerja profesi tahun ini. Bulan Januari 2016. Hanya, semua terhambat karena nilai DKV 3 adalah D, harus mengulang tahun depan. Sudah pasti akan menambah biaya lagi dan mau tak mau lulusnya lebih lama. Siapa akan membayar biaya Akshita hingga lulus? Gue sendiri nggak bisa. Pernah suatu ketika gue kerja untuk membiayai kuliah Akshita, tapi itu semua nggak mencukupi sampai akhirnya gue menyerah untuk hal ini dengan nelangsa. Lebih memilih untuk tertidur, kembali bertukar dengan pemilik tubuh asli. Setelah itu, gue nggak tahu apa yang terjadi dengan Akshita hingga suatu ketika gue mendengar kabar dari salah satu temannya yang (belum) mengetahui gue bukanlah Akshita—
Akhir Januari 2016 Akshita kabur dari rumah dan droup out dari fakultas dikarenakan tak tahan dengan sikap sang Ayah. Sang Ayah selalu saja memarahi dan memilih untuk percaya perkataan tetangga sekitar pada kesalahan yang tak pernah dilakukan Akshita.
Seperti pulang kuliah malam karena ada keperluan di kampus untuk pameran DKV, tapi Ayahnya tak percaya. Ia tetap berkeras bahwa Akshita anak tak tahu diri dan tak tahu di untung. Seandainya saja, gue dapat membantunya waktu itu, pasti tak akan pernah kejadian dan Akshita sudah lulus kuliah atau mungkin Akito sudah meneruskan pendidikannya bersama Akshita. Bukankah seperti itu impian Akshita?"Akshita, kenapa lo langgar semua janji dan mimpi lo?" ratap gue dalam hati sambil menerawang jendela di ruang tamu bercat hijau. Terlihat beberapa bingkai foto terpajang di dinding, 3 diantaranya gue tak begitu kenal dengan anak-anak itu. Tapi 2 bingkai foto jelas gue mengenalnya, foto keluarga Akshita tanpa sang Ayah dan satu bingkai lagi foto Akshita bersama Kakak perempuannya, kalau tak salah ingat bernama Sharee. Perempuan berambut panjang, berkulit putih dengan wajah agak judes. Ya, gue bilang judes karena memang apa adanya. Tapi, ia baik sih. Dan satu lagi Akshita bersama sang Kakak, Ibu dan Kakak laki-lakinya. Kakak laki-laki berambut coklat muda sebahu ala Japanese style tanpa poni dan berkulit putih memakai kaos hitam berkerah berdiri merangkul seorang wanita berkulit putih memakai tudung biru tua bermata sipit dengan senyum manis berkacamata, dugaan gue itu adalah mendiang Ibunya.
Saat melihat foto itu perasaan gue tentram. Namun, semua hanyalah nostalgia lama sebelum gue ada dan lahir untuk mengetahui seberapa kelam dunia Akshita sampai detik ini.
Sejujurnya, gue baru 'kembali' lagi sekitar beberapa hari lalu pada tanggal 20Agustus 2016 setelah tertidur nyaris setahun lebih.Ya, bangun di sebuah rumah asing bercat hijau. Lebih tepatnya di sofa ruang tamu pada siang hari. Gue baru tahu kalau daerah ini bernama Desa Bajong, Bukateja, Purbalingga.Menurut gue, itu nggak terlalu buruk untuk ukuran Desa pada kenyataannya. Hampir semua kebutuhan pangan tersedia, hanya yang kurang itu masalah koneksi internet dan akses ke Jalan Raya cukup jauh. Harus dengan motor, sedangkan angkot cuma bisa pagi dan cukup jarang. Begitu juga dengan koneksi internet untuk meneruskan cerita ini. Haduh ampun susahnya—
Iseng-iseng gue membuka ponsel Akshita yang tak terkunci. Membuka galeri, ada banyak foto laki-laki dengan wajah tak asing berambut kuning memakai anting bermata sipit. Rasanya, gue pernah melihat orang ini. Tapi dimana ya? Ah... Biar sajalah, toh tidak penting juga. Memang gue akui orang itu ganteng. Bahkan lebih ganteng daripada Akito yang tak diketahui kabarnya bagaimana sekarang. Entah sudah kembali ke Jepang atau belum. Mungkin, gue harus tanya Adrian suatu saat.
KAMU SEDANG MEMBACA
A & "A"
Spiritual2 kepribadian dalam 1 tubuh? serem banget! Hiiiii.... Jawabannya, NGGAK DONG! Hehehehe... Bercerita tentang pengalaman seorang perempuan bernama Akshita yang mempunyai Alter ego. Kok bisa? Nggak berebutan tuh kalau mau keluar kepribadian lain? Peng...