8 : 'Kamu' tetaplah kamu

21 0 0
                                    

                  

Gadis berambut ikal itu menguap. Matanya telah terbuka bersama mentari pagi. Sang dewi kecil terbangun dari peraduan. Ia berjalan dari ranjang ke cermin. Merapikan rambutnya yang agak kusut. Usai menyisir ia pergi mandi untuk mengikuti mata kuliah Semiotika DKV. Akito menge-chat ia via LINE.

Eternal_Akito

06.00 Kamu mau dijemput?

Rasanya senang waktu menerima LINE chat dari Akito. Ia membalas dan bersedia dijemput di LINDETEVES TRADE CENTRE. Hatinya berbunga-bunga begitu Akito menjemputnya. Harinya menjadi indah ketika kehadiran Akito. Rasa hampa telah hilang berganti rasa berseri. Wajahnya merona. Ia sangat bersyukur mengenal Akito. Akan tetapi, sebersit kehilangan dalam waktu lama datang. Apa yang terjadi?

Ada suara memohon untuk tidak meninggalkan suara itu sendiri dan berhenti mengusik kehidupan Akito. "Akshita, apa itu lo?"

Hening. Suara itu terdengar samar lalu menghilang. Sejenak perasaan bersalah naik ke permukaan, padahal ia telah berjanji mendukung satu sama lain tanpa ada yang terluka. Namun bagaimana jika kepribadian lainnya menyukai pacar si pemilik tubuh? Langkah yang salah atau—

Langkah aman untuk dia tetap ada dan bersama Akshita walau ia harus terluka suatu saat? Lantas bagaimana dengan sahabatnya yang lain? Apa ia harus pergi dalam kehidupan Akshita? Ia tak ingin menghilang...ia ingin hidup seperti jiwa lain tanpa merusak jiwa pemilik tubuh asli. Namun bagaimana caranya?

Jiwa Ahilya terlanjur rusak oleh satu perasaan sederhana bernama cinta. Tadinya ia pikir rasa itu hanya lewat semata sekedar kegaguman pada Akito. Tetapi makin lama rasa yang dianggap hanya kagum lambat laun berubah...menjadi rasa saying, suka mungkin juga cinta seperti saat ini.  Ia tak bermaksud untuk memiliki Akito. Lagipula siapa yang menyukai dirinya? Ia cuma perwujudan kepribadian lain dari rasa sedih. Ia tak ingin menyalahkan siapapun dalam hal ini apalagi Tuhan yang telah membuatnya ada bersama Akshita. Mengenal kehidupan Akshita lebih lanjut, rumah kampus bahkan hal paling sederhana dalam hidupnya.

Lama sekali ia melamun hingga ada suara menggelegar memanggil nama Ami dari luar.

"AMI!"

Suara bak Guntur di pagi hari membuat Ahilya menggeleng kepala. Ada apa lagi orang itu memanggil nama asli Akshita? Buru-buru ia keluar dari kamar dengan rambut diurai. Ada ayahnya disana sedang duduk di sofa. Matanya mendelik sambil menyuruh paksa Ahilya untuk duduk.

"DUDUK!"

Suara petir dari mulut sang Ayah membuatnya kaget. Sebetulnya ia tak suka diteriaki begitu. Ia juga tahu, tanpa disuruh ia juga akan duduk. Setelah duduk, ia menatap Ayah Ami lekat-lekat. Menatap mata tua penuh kemarahan dan dendam semalam masih tersisa.

"Ada apa?" tanya ia datar.

"Sebetulnya lo kuliah apa nggak sih?"

"Kuliah."

"Kok nggak lulus-lulus? Kapan lulus? Gue udah keluar uang banyak nih!"

"Pa, desain itu nggak gampang. Bukan kayak jurusan lain. Perlu berpikir dan berinovasi baru. Apalagi sekarang udah banyak."

Akshita mencoba memberi pengertian secara halus. Akan tetapi, bukan disambut malah keadaan berbalik. Ayahnya tak suka malah menyinggung mendiang Ibu Akshita yang hanya tamat SMP. Walaupun itu Ibu Akshita, ia tak suka dengan omongan Ayah Akshita begitu kasar. Selain bawa kata kebun binatang, sumpah serapah menghiasi pagi Akshita.

Akhirnya, ia terpaksa tidak masuk kuliah dikarenakan Ayah Akshita melarang masuk kuliah hari ini. Ugh! Ahilya yakin absen Akshita tidak selamat jika ia tak masuk hari ini. Bagaimanakah caranya agar absen Akshita tetap lolos?

A & "A"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang