5: Antara Aku, 'Kamu' dan Dia

34 0 0
                                    

Terpaksa ia sendiri

Sementara saja kini

Bersama kan datang sore hari

Meski, ia lelah

Ahilya hanya takut Akito tak mengerti

Cara ia sampaikan rasa suka

Kantin O, Pukul 16.00 WIB

"Yakin?"

"Beneran," Ahilya tersenyum palsu. Ia tidak mau Akito tahu bahwa ia kecewa pada Akito. Orang yang menganggapnya sahabat di kantin. Perempuan imut menggeleng pertanda ia (berusaha) baik-baik saja.

"Mau jalan-jalan?" tawar Akito keluar kantin.

"Jalan ke?"

"Temani gue ke Ciputra Mall mau nggak?"

"Di mana itu?"

"Seberang kampus. Naik motor aja ya. Gimana?" Akito menoleh sambil mengajak Ahilya ke lapangan parkir.

"Boleh," Ahilya mengangguk. Ia merasakan semangat baru meski ia masih kecewa. Kembali lagi tergores hatinya itu. Rasa dalam menyiksa. Mengapa ia tak dapat mengatakannya? Perasaan begitu sedih mengenggam relung hati yang butuh cinta sekarang. Salahkah kepribadian lain butuh cinta seperti pemilik tubuh asli?

Terlihat ada dua mata pedang menusuk kepala perempuan itu. Akito menjemput motornya di lapangan. Ahilya menunggu dengan membelakangi. Haruskah? Haruskah ia mengunci hatinya mulai saat ini? Pergi meninggalkan bayang Akito dari kehidupan sesuai janji? Sebetulnya ia tak ingin sembunyi dari apa yang terjadi. Tak seharusnya hati ia terkunci. Ia bertanya, mencoba bertanya pada semua. Mencoba untuk bertahan ungkapkan semua yang ia rasakan. Kalau boleh, ia ingin menghancurkan tembok perasaan itu, kembali beku seperti dulu dan meninggalkannya. Melepaskan tembok perasaan bernama—

CINTA!

Persetan dengan semua. Jika ia bisa memilih, ia ingin lumpuhkan ingatannya tentang Akito. Ia ingin melupakannya. Tapi apa yang dapat ia lakukan sekarang? Tembok itu belum hancur untuk mencoba menghapus memori Akito dari sekarang. Benar-benar bertekad kuat menghancurkan menara cinta dalam kepribadiannya. Akito adalah punya sang pemilik tubuh asli. Bukan ia. "Tuhan, hilangkanlah ingatanku jika itu tentang dia!"

Perempuan itu menitikkan air mata. Tak kuat menahan semua memori baru yang terjadi. Antara dirinya, Akshita dan Akito. Memoriam belum ada sehari tergambar di relung imaji visual dalam otak Ahilya. "Bisakah engkau mengahapus memori semuanya? Aku ingin melupakan semua, Tuhan!"

Ahilya terkukung dalam perasaan amat sulit. Akankah ia memilih menyukai Akito secara diam-diam atau bicara jujur pada Akito walau itu susah? Tak bisa bebas seperti dulu.

Cinta—

Perasaan sederhana namun rumit. Seandainya ada pemutar waktu, lebih baik ia menghilang saja dari kehidupan Akshita. Kenapa ia selalu hadir saat Akshita sedih? Apa iya tugas Ahilya membuat sisi kepribadian lain jadi lebih kuat? Hanya,sekarang tak seimbang. Ia malah menyukai Akito, laki-laki keren berpenampilan ala komik cewek Jepang itu. Air mata ia usap menghilangkan jejak sebelum motor Akito tiba. Tak berapa lama, suara motor menderu dari belakang. Tampaknya, ia pernah dengar suara knalpot motor sejenis itu.

"Hey!" sahut Akito dari belakang. Tampak Akito telah memakai helm mengendarai sebuah motor vespa modern berwarna biru dengan kaca besar di depan stang .

"Lama banget?"

Lagi-lagi senyum palsu tersungging. Keadaan berbanding seratus delapan puluh derajat setelah kelas Estetika Desain Komunikasi Visual. Ia benci begini! Benar-benar sangat tak suka ada perasaan lain hinggap dalam kurun waktu belum ada 24 jam. Apa yang harus ia lakukan? Ahilya membatin. Batinnya perih, semua jadi canggung begitu berhadapan dengan Akito. Kaku! Suasana berbeda membuat hatinya berdebar sekaligus sakit hati.

A & "A"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang