Jantungku..

31.4K 1.7K 15
                                    

Ku fokuskan diri untuk melakukan aktifitas seperti biasa tapi karena liburan sudah mulai jadi banyak waktu luang yang aku habiskan dengan menonton drama korea, tapi tetap tak bisa ku pungkiri aku sedikit tegang memikirkan hari jumat ini. Ku rilekskan diri dengan sholat ataupun baca alqur'an. Aku pasrahkan semuanya kepada Allah SWT. Jika memang dia jodohku, Allah akan menyatukan kami dalam ikatan pernikahan, jika tidak aku berharap bisa menjaga perasaanku sehingga jika kami tidak berjodoh tak membuatku sakit hati. Tapi aku juga tak munafik jika aku menginginkannya.

Hari jumat pun tiba, semua orang rumah kerja dari pagi hari jadi hanya ada aku seorang diri dirumah. Aku menghabiskan waktu dengan beres-beres rumah. Aku juga sempat membuat pudding, kudapan favorit keluargaku, pudding lapis susu dengan fla. Bukan ingin menunjukkan bahwa aku bisa masak tapi paling tidak nanti saat Pak Andre datang, ada kudapan yang bisa disajikan.

Malam pun tiba, setelah sholat maghrib aku berpakaian rapi, rok jeans hitam panjang, kaos lengan panjang warna biru dan kerudung yang senada dengan kaos. Casual tapi tetap sopan. Pakai bedak tipis dan lipstick yang sewarna bibi, natural.

"Mbak, ayo kita makan dulu." Kata ibu.

"Mau kemana kamu, rapi gitu?" Celetuk kakakku.

"Mas, hari ini kan ada tamu istimewa, kamu lupa?" kata mbak iparku.

"Oh iya juga ya, pak dosen mau kesini." Mereka menggodaku. Aku hanya diam.

Setelah adzan isya' hpku bergetar. Sms dari pak Andre.

Pak Andre :

Aku sudah di masjid depan rumah Fia. Aku laporan dulu agar bisa di terima keluargamu. ^^

Jantungku berdetak kencang, tak ku balas smsnya hanya tersenyum kecil melihat kalimat smsnya. Aku menunggu di kamar ibu yang berada di lantai satu sambil menonton tv, mata memang menatap layar tapi hati dan otak tidak.

"Kamu banyak diam mbak setelah bilang kalau ada seseorang yang mau main kesini." Aku tersenyum memandang ibu. "Kamu punya perasaan pada dia mbak?"

"Nggak tahu juga bu, seperti yang aku bilang sebelumnya bahwa aku tidak terlalu mengenalnya. Jadi aku masih belum pasti dengan perasaanku sendiri. Semuanya aku pasrahkan." Ibu menepuk bahuku dan meremas tangan kananku.

Ting tong... ting tong... bel rumah berbunyi. Aku berjalan keluar kamar menuju teras untuk membuka gerbang rumah. Pak Andre sudah berdiri di depan gerbang rumahku. Aku menyilahkannya masuk karena teras rumah jadi satu dengan ruang tamu, jadi aku langsung persilahkan duduk di kursi yang ada di teras.

"Ini buat keluarga Fia." Sambil menyodorkan kotak besar warna putih. Sepertinya roti atau kue.

"Terima kasih pak, seharusnya bapak tidak perlu repot. Sebentar saya panggil ibu dan kakak dulu." Beliau hanya mengangguk dan tersenyum, aku memanggil ibuku dan kakakku yang kebetulan turun ke lantai satu.

Aku menyuruh kakak untuk menemani ibu ngobrol dengan Pak Andre. Setelah memperkenalkan keluargaku ke pak Andre dan mereka duduk bertiga, aku masuk lagi untuk membuatkan minum. Tiga cangkir teh dan 3 piring kecil pudding buatanku tadi, aku keluarkan dahulu tehnya, lalu pudding. Disaat mereka ngobrol di teras dan aku memilih untuk duduk di ruang makan, antara ruang tamu dan ruang makan hanya di halangi oleh jendela kaca besar tertutup oleh gorden. Jadi masih bisa kudengarkan obrolan mereka bertiga. Ibu dan kakakku mulai bergantian bertanya. Mulai dari asal usul, keluarga, pendidikan dan perkerjaan. Semuanya dijawab oleh pak Andre dengan baik. Kakakku sedikit terkejut saat mengetahui bahwa pak Andre lulusan S2 dari kampus ku dan kakak dulu jadi boleh dibilang kami bertiga satu almamater. Kakakku jadi bersemangat tanya ini itu tentang dunia teknik. Kakakku adalah kontraktor proyek di bidang sipil sedangkan pak Andre pernah berkerja jadi konsultan proyek juga namun dibidang lingkungan jadi beberapa saat mereka asyik berdiskusi sendiri. Sedikit sekali ibu bersuara, jadi agak was-was dengan sikap diammnya ibu sedangkan kakak sepertinya tak masalah.

"Mas, silahkan diminum, pudingnya juga di coba. Ini buatannya Fia."

"Enak bu." Komentar ini keluar dari mulut pak Andre. Aku tersenyum mendengarnya.

"Mas kalau boleh tahu, mas ini usianya berapa ya?"

"Saya, 28 tahun bu."

Hah?! 28?! Kok muda? Aku pikir uda kepala 3. Ini beneran?? Hanya beda 4 tahun dariku.

Lama senyap tak terdengar.

"Jadi mas, ibu, sebenarnya kedatangan saya kesini ingin meminta ijin dari keluarganya Fia, apa saya boleh dekat dengan Fia? Saya ingin mengenal Fia lebih jauh." akhirnya pak Andre pun berbicara tentang niatnya sejak awal datang ke sini.

jantungku... kalian yang pernah diposisiku pasti tahu rasanya jadi jangan tanya...

"kenal?" tanya ibu to the point.

"Iya."

"Selama tidak ada kata pacar dan jalan berdua tanpa ijin, Saya sebagai ibu tidak keberatan."

"Sebagai masnya dan wali sementara karena kondisi sekarang ayah saya tidak ada, saya akan serahkan keputusan bersedianya tergantung ibu serta adik saya namun seperti yang ibu saya bilang bahwa tidak ada kata pacaran." kakakku terdengar seperti bukan kakakku. Dia menjadi lebih bijak.

"Saya mengerti, saya akan menjaga jarak."

Mendengar obrolan serius mereka banyak pikiran berkecamuk di kepalaku lalu ibuku masuk, memberi isyarat kalau aku disuruhnya keluar untuk menggantikan beliau. Aku pun keluar bersama ibu, duduk bertiga dengan kakakku.

"Kalian ngobrol, ibu masuk dulu ya mas."

"Iya bu, silahkan." Aku duduk di tempat ibu duduk tadi, berhadapan langsung dengan pak Andre.

"Di makan pak puddingnya." Kataku.

"Iya, kata ibumu ini buatanmu ya?"

"Saya tidak bisa memasak jadi harap dimaklum kalau tidak enak." Tak berani ku berlama-lama memandangnya apalagi menatap matanya.

"Enak kok." Aku tersenyum sedikit melihatnya.

"Mas, kok bisa pengen kenal lebih jauh dengan panda satu ini kenapa?" tanya kakakku sambil mencubit pipiku, aku menggerutu sambil mengelus bekas cubitannya.

"Panda?" tanya pak Andre.

"Asal mas tahu kalau dia ini dulu..." aku tutup mulutnya rapat-rapat dengan tanganku. Pak Andre tertawa melihat tingkah kami berdua.

Setelah melihat pertengkaran kecil kami dan ngobrol ngalur ngidul bertiga tak lama pak Andre pun berpamitan pulang.

Pak Andre berpamitan pulang pada ibu dan kakakku, aku mengantarnya didepan rumah. Sambil jalan beriringan kami ngobrol.

"Pak..."

"Fi..." kami berbarengan. Kikuk. Lalu terdiam.

"Fia duluan."

"Pak Andre tadi tidak kesulitan ketika kesini?"

"Nggak terlalu, memang agak bingung tadi, karena aku bawa mobil. Padahal rencananya pake motor saja tapi motornya di pakai sepupu." Aku mengangguk-angguk. "Fia nggak ingin bertanya sesuatu padaku?"

"Tanya?"

"Ya mungkin penasaran dengan aku?" sebenarnya rata-rata sudah ditanyakan oleh ibu dan kakakku tadi, jadi yang lain-lain nantinya pasti aku akan tahu sendiri nantinya. Aku hanya menggeleng.

"Mungkin pak Andre sendiri yang punya pertanyaan untuk saya."

"Hmmm... baiklah. Apa Fia dengar apa yang aku katakan pada keluargamu tadi?" orang ini memang tak suka basa basi ya.

"Ya, saya dengar..." Kataku.

"Lalu? Apa kamu mau jika kita saling mengenal lebih jauh?" aku hanya membalas dengan anggukkan. Ia tersenyum.

"Syukurlah, aku harap hubungan kita berjalan lancar." kupandang wajahnya lalu menunduk kembali.

Setelah mengucapkan salam, pak Andre masuk ke mobil dan aku melihat mobilnya hingga menghilang di jalan besar baru aku masuk kembali ke rumah. Cangkir dan piring aku bereskan sebelum aku masuk ke kamar ibu yang dimana sudah ada kakakku dan adikku.

Bertemu di AkadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang