Persiapan pernikahan sudah hampir 50%. Undangan siap di cetak setelah kami memastikan tanggal dan lokasi. Bahkan di sela-sela aku ujian, ku cicil menghias untuk hantaranku sendiri. Dan kami wara wiri mengurus surat hingga ke KUA. Tinggal nunggu waktu 'RAPAK' yaitu pertemuan antara calon pengantin dan wali dengan pihak KUA.
Hari terakhir ujian ku sempatkan menemui dosen pembimbing, belum sempat konsultasi terakhir dengan beliau karna aku sakit. Sambil mendiskusikan apa saja yang mungkin di tanyakan waktu sidang dengan dospem, pak Andre lewat di belakangku.
"Mas Andre, saya dengar mau menikah ya?" Sahut bu Tuti. Pak Andre berhenti berdiri di belakangku. Aku langsung mematung dan gugup.
"Iya bu, pasti tahu dari orang GOR."
"Iya, katanya mau nyewa GOR tapi nggak jadi."
"Terlalu besar bu, keluarga calon nggak suka terlalu banyak tamu yang datang."
"Tapi kita para dosen diundang, kan?"
"Pasti bu."
"Ngomong-ngomong calonnya orang mana?"
Kalian bisa bayangin mereka ngobrol hadap-hadapan dan aku ditengah dua orang ini. Aku makin menunduk, menutupi kegugupanku.
"Nanti saja bu kalau undangannya sudah jadi." Lalu pak Andre permisi pergi ke ruang rapat.
Pembimbingan dilanjut lagi, aku memfokuskan diri kembali. Jangan sampai kelihatan kalau aku gugup karena tadi. Setelah tanda tangan ACC, aku pun pulang. Sekarang tinggal fokus untuk sidang akhir minggu depan.
Akhir pekan kami berdua mengambil undangan pernikahan kami yang sudah jadi. Model undangannya juga nggak terlalu mewah, hanya undangan karton tebal ukuran kecil berwarna gading dengan gambar doodle sebagai hiasan.
"Pak, undangan untuk orang kampus di sebarinya setelah revisian selesai ya?" Kataku saat melihat tumpukan undangan yang belum di beri nama.
"Iya. Sudah jangan mikir itu dulu. Fokus sidang akhir saja. Ini di pending dulu. Oke?"
"Doakan ya pak." Pak Andre hanya menepuk-nepuk kepalaku.
Keesokan harinya sidang tugas akhir dimulai pukul 8 pagi dan satu kelas 2 orang yang disidang, aku dapat giliran kedua. Bismillah, aku bisa. Kuulang-ulang kata-kata ini.
Akhirnya sidang pun dimulai. Selama satu jam, dua dosen penguji tak terlalu banyak menanyakan hal-hal yang sulit."Oke, pertanyaan terakhir. Kelanjutan dari tugas akhirmu ini apa?" Tanya pak Sutris.
"Saya harap saya dapat melakukan penelitian lanjutan, entah sebagai proposal tesis atau pengembangan usaha untuk saya kelolah sendiri."
"Jadi setelah ini mau lanjutkan ke S2?" tanya pak Gito.
"Insya allah iya. Namun saya juga akan senang jika ada adik-adik kelas yang berminat melanjutkan penelitian ini." Kataku yang kebetulan sidang ini juga di tonton oleh mahasiswa tingkat bawahku. Setelah cukup puas dengan jawaban yang aku sampaikan, aku di persilahkan duduk kembali. Kedua dosen penguji berdiskusi untuk memberikan hasil sidang di kelas ini.
"Setelah menimbang dan merunding, kami menyatakan bahwa kalian... lulus." Ujar pak Gito. Aku dan Anin langsung refleks berpelukan, senang karena kami berdua lulus.
"Tapi jangan lupa yang tadi di revisi ya. Seminggu lagi harus sudah beres." Lanjut pak Sustris. Kami berdua mengangguk. Alhamdulillah.
Setelah semua selesai, aku membereskan barang-barangku dan bersiap untuk pulang. Saat menuruni tangga, aku berpapasan dengan Pak Andre. Ia mendongak menatapku.
"Pulang?" Aku mengangguk. "Selamat ya, jangan lupa langsung di revisi."
"Iya, pak. Permisi." Kataku sambil berlalu.
Selama seminggu, aku bolak-balik ke dosen penguji untuk revisi dan akhirnya beres juga. Lalu aku mengurus persiapan yudisium, mulai dari nilai hingga poin keaktifan mahasiswa. Di sela-sela itu, aku menghadiri RAPAK, karena wali nikahku sudah di alihkan ke kakak jadi saat RAPAK hanya di wawancarai tentang kenapa wali nikahnya bukan ayah sendiri dan di beri wejangan oleh petugas KUA tentang pernikahan.
"Mas, mbak ingat ya, menikah itu ibadah dan merupakan ibadah dengan waktu terlama. Namanya juga ibadah, jadi banyak setan yang menggoda dari segala penjuru. Jadi harus saling menguatkan satu sama lain." Ujar pak petugasnya. Kami saling berpandangan. "Sudah, pandangannya jangan lama-lama belum sah." Lanjut pak petugas, kami pun tersenyum.
Hari wisuda pun tiba, aku diantar ibu dan adikku dengan dandanan simpel dan kebaya seadanya, yang penting pantas dan nyaman lagipula ditutupi oleh toga. Ibu sebenarnya menyuruh ke salon tapi kutolak, aku juga bisa dandan walaupun simpel. Waktu pembagian ijasah, satu persatu wisudawan naik ke atas podium. Ketika namaku dipanggil dan pak Andre memberikan selamat sebagai kaprodi.
"Selamat ya, semoga ilmunya berkah." Katanya.
"Aamiin. Terima kasih, pak."
Setelah acara selesai, semuanya saling berfoto dengan dosen atau teman-teman seangkatan. Tak terkecuali aku yang ikut berfoto dengan dosen, rektor serta teman-teman yang satu jurusan denganku lulus semester ini walaupun nggak terlalu kenal.
"Pak Kaprodi mana ini?" Salah satu cowok tolah toleh mencari keberadaan pak Andre.
"Pak Andre ayo foto sejurusan!" Teriak pak Sutris pada pak Andre yang berada di samping panggung. Pak Andre berlari kecil kearah kami. Karena aku kurang tinggi, maka fotografer menyarankanku dekat dengan pak Rektor di tengah bersama teman-teman perempuan yang lain sedangkan dosen-dosen dikanan kiri sedangkan teman-teman laki-laki berjongkok di depan, sayangnya pak Andre memilih di paling ujung karena dia tinggi. Yah yang penting satu frame. Setelah itu kami bubar dan keluar gedung menuju ke jurusan yang hanya berjarak beberapa meter saja.
"Mbak! Selamat ya!! Semoga sukses!" Kata Mita, salah satu juniorku yang dekat denganku dan satu tim di laboratorium, sambil memberikan buket bunga.
"Wah, makasih ya. Ya ampun repot-repot datang."
"Kita sudah banyak merepotkan mbak Fia malah..." ujar juniorku yang lain.
"Terima kasih atas bimbingannya mbak." Lanjut Mita.
"Aku yang terima kasih dan ilmuku masih sedikit jadi maaf kalau banyak salah. Semangat ya, kurang 2 semester. Itu sebentar lho!" Kataku pada kelima juniorku. Mereka mengangguk.
"Ayo foto-foto!" Kami pun asyik berfoto ria. Lalu tiba-tiba dari belakang ada yang menepuk bahuku.
"Dek, dicariin dari tadi juga. Ibu sama dek April sudah nunggu di sana." Astaga lupa.
"Oh, iya pak. Lupa." Ujarku sambil membetulkan bawanku yang seambrek, 4 buah buket bunga, pigura karikaturku serta vandel, dari junior-junior. Lalu dengan sigap pak Andre mengambil vandel dan pigura di tanganku.
"Ayo." Katanya sambil berlalu. Aku menoleh ke junior-juniorku yang melongo melihat interaksi antara aku dengan pak Andre.
"Sekali lagi makasih. Keep contact ya!" Ujarku sambil menyusul pak Andre.
"Naik apa tadi kesini?" Tanya pak Andre waktu kami jalan beriringan.
"Motor."
"Hah?! Boncengan bertiga?" Aku tertawa.
"Ya nggak lah pak. Adek bawa sendiri. Aku boncengan dengan ibu."
"Oh, kenapa nggak pake mobil atau ojek online aja?"
"Aku nggak betah dengan macetnya. Tadi aja naik motor macet banget apalagi mobil." Pak Andre hanya tersenyum.
"Kemana aja sih mbak? Kita bingung nyariin dari tadi." Sergah adikku ketika kami berdua sampai di hadapan ibu dan adik.
"Iya maaf, tadi diajak junior foto-foto."
"Acaranya sudah selesai kan?" Tanya ibu.
"Sudah bu, ayo pulang." Kataku.
"Nak, nanti kerumah ya? Ibu masak banyak." Kata ibu ke pak Andre.
"Maaf sekali bu, Andre sudah janji makan-makan dengan dosen lain."
"Oalah... ya sudah." Lalu kami pun pulang.
"Hati-hati ya dek."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bertemu di Akad
RomanceYang membuatku terkejut bukanlah si pengawas itu datang tiba-tiba namun, yang jadi pengawas adalah Pak Andre. Dosen yang telah membuat hatiku kacau sejak 2 hari yang lalu.