Author point of view
Suasana ruangan dengan dekorasi dominan putih ini tampak riuh dengan para tamu undangan. Bahkan sampai tidak ada yang menyadari kehadiran Niall dengan dua orang polisi yang mendampinginya.
Niall meminta izin kepada kepala polisi untuk sekedar mengunjungi pernikahan sahabatnya dengan syarat dikawal dengan dua orang polisi, tapi sebenarnya bukan itu yang dimaksud olehnya.
"Kalian nikmati saja makanan yang ada disini, aku akan ke belakang sebentar. Tenang saja, aku tidak akan melakukan apa pun."
Kedua polisi itu saling menimbang lalu membiarkan Niall bergabung dalam hanyutnya suasana romantis disana. Tapi tujuan Niall tetap, ia akan mengawasi gerak-gerik seseorang yang akan mengacaukan suasana disini, tapi Niall kehilangan jejak orang itu.
Tubuhnya berjalan-jalan di antara pasangan yang sedang berdansa, salah satunya Zayn dan Barbara. Niall hanya bisa melihat mereka dari jauh, ia tidak ingin ia diketahui dan mengacaukan acara, tugasnya hanya lah menjaga dan mengawasi mereka baik-baik.
Ia terhenyak saat melihat Barbara mencium Zayn dengan mesranya, tapi ia sadar bahwa sekarang Barbara hanya milik Zayn. Setelah menyaksikan mereka mengucapkan janji suci di altar beberapa waktu lalu, ia sudah melepaskan hatinya seutuhnya. Karena ia sadar, ia bukan lagi siapa-siapa untuk Barbara.
"Zayn, ada pistol!"
Niall langsung berlari ke tubuh Zayn lalu mendorongnya menjauh sehingga peluru itu mengenai dadanya. Tubuh Niall oleng kemudian terkapar di lantai dengan darah yang sudah mengalir berasal dari jantungnya tersebut.
Pada awalnya Zayn marah karena tuxedo nya mengenai tumpukan gelas berisi wine yang berada di meja tak jauh darinya, tapi ia sadar apa yang sudah terjadi di detik sebelumnya.
Barbara menutup mulutnya melihat apa yang sudah terjadi di depan matanya. Lututnya terasa lemas sehingga terjatuh di tempat dengan perasaan yang kacau. Suasana ruangan itu seketika menjadi hening.
Dua polisi itu langsung mengejar pelaku yang melarikan diri lewat dapur. Semua tamu dan kerabat mendekati tubuh Niall yang sudah tidak bernyawa.
Louis memeriksa urat nadi Niall yang berada di pergelangan tangannya lalu ia menggeleng menandakan hal buruk, ia sudah pergi. Gigi langsung memeluk tubuh sepupunya itu dengan terisak lalu berteriak meminta ambulan.
Emma hanya menatap Niall nanar dengan mata yang sudah berkaca, ia tahu pasti semua yang pernah di lakukan Niall untuk Barbara, ia sangat menyayangi pria pirang itu.
Zayn bergeming di tempatnya menyaksikan orang yang dibencinya telah menyelamatkan nyawanya. Ia masih tidak percaya bahwa yang sudah mendorongnya adalah musuhnya, saingannya. Barbara mendekatkan dirinya pada tubuh Niall yang ada di dalam dekapan Gigi.
"Mengapa Niall? Mengapa?!"
Tangisnya pecah dipenuhi rasa bersalah, begitu pula dengan Zayn. Tangan Barbara mengusap rambut Niall dengan bergetar. Sentuhannya turun hingga ke tangannya lalu mengamitkan semua jarinya lalu menciumnya dengan tangis yang semakin menjadi.
"Jawab aku Niall! Mengapa kau melakukan semua ini kepadaku?! Kau suka aku dirundungi rasa bersalah? Iya?!"
Emma menarik putri angkatnya itu lalu mendekapnya sembari menenangkannya. "Sshh sudah sayang, sudah." Bisiknya di telinga Barbara, tapi ia meronta lalu menarik tubuh Niall dari dekapan Gigi.
"Apa kau bisu setelah di penjara?! Jawab aku, Niall, jawab aku..."
Barbara menangis dalam pelukannya, ia tidak bisa mendengar suara detakan jantung dari tubuh pria yang sedang ia peluk. Zayn tidak mendekati istrinya yang sedang memeluk tubuh orang yang ia benci, ia masih begulat dengan pikirannya.
"Aku tahu kau ingin melindungi Barbara, tapi tidak dengan membunuh nyawamu bodoh!"
Gigi berteriak kesal didominasi dengan isakan dan emosi yang bergejolak, ia rasa itu terlalu berlebihan. Sebelumnya ia tidak percaya karena ia tidak tahu bahwa sepupunya bisa keluar dari penjara lalu mendatangi pernikahan ini.
"Oh, aku benci pria ini."
Louis hanya mencibir mengingat dendamnya pada saat di tempat rehebilitasi Zayn. Wanita di sebelahnya mencubit perut Louis untuk menjaga omongan, masalahnya suasana sangat hening dan ia yakin sekitarnya mendengar ucapan Louis.
Hanya beberapa orang yang menghadiri acara pemakaman Niall, karena hanya tamu undangan saja yang mengetahui kejadian ini. Hingga saat ini polisi belum mengetahui siapa pelaku dari penembakan ini.
Barbara menangis dalam pelukan suaminya, dan Zayn hanya menatap batu nisan itu nanar. Ia menyesal sudah memberinya gelar orang yang dibenci, tapi ternyata perkiraannya salah. Rasa bersalah dan penyesalan menggerogoti pikiran Zayn yang hanya terdiam dari hari kemarin.
"Kau hanya bisa membuat orang merasa bersalah dan menyesal untukmu, bodoh."
Barbara memicingkan matanya pada Zayn lalu sedikit menjauh dan mendekati nisan bertuliskan nama Niall James Horan tersebut. Barbara bergabung dengan Gigi yang sedang menangis tersedu-sedu di hadapan nisan.
"Kau tidak akan pernah tahu bagaimana ia mengorbankan kebahagiaanya untuk kebahagiaan orang lain, terutama dirimu."
Barbara mendengarkan ucapan Gigi dan itu membuat hatinya semakin hancur. "Aku sudah mengabari keluarganya, aku sangat takut tanggapan dari mereka."
Ya, aku juga takut untuk hal itu.
"Ini, ada surat yang ia buat sebelum kejadian ini, polisi memberikannya padaku kemarin malam. Baca saja di rumah, ya."
-
One last part next chapt!
Sorry kalau ada typo, udah kebiasaan.
Gue gatau harus seneng atau sedih ngeliat Niall mati, senengnya gada yang ganggu lagi, sedihnya ya itu kalian tau.
Awalnya gue pengen buat cerita ini sad ending dan Zayn yang mati ke tembak, tapi banyak yang minta happy ending, jadi gue putusin buat sad tapi gakan sad-sad amat malah mungkin ada yang bahagia soalnya Niall mati.
See ya next chapt!
Can i get 30+ comments for this chapter?
KAMU SEDANG MEMBACA
Harlot | z.m
FanfictionBerawal dari kehancuran keluarganya hingga menjadi pria berdarah dingin yang haus akan seks dan menyiksa, itu lah yang dialami oleh Zayn. Barbara yang menjadi jalang sekaligus kekasihnya itu akan menyadari apa yang di lakukannya itu salah. Barbara...