f o u r t y t w o

5.3K 279 113
                                    

Smut still soon ;) maybe next chapt...

Aku membuka mataku saat merasakan guncangan di ranjangku serta suara gaduh yang entah asalnya dari mana. Ranjangku berdecit mengikuti irama guncangan dari sumbernya, ah dari suara itu suara Louis. Aku mengintip dari sela bulu mataku dan melihat ia sedang melompat-lompat di atas ranjangku tanpa rasa berdosa sedikit pun.

"Barbie ayo bangun! Hari ini kita akan ber–whoa!"

Dengan tak sengaja kakiku merenggang dan membuat kaki Louis tersandung kakiku yang membuatnya terjatuh dari ranjangku, rasakan saja. "Kau mengganggu tidurku, Tommo. Sekarang rasakan itu, jangan harap aku akan mengasihanimu dan meminta maaf untuk itu." Ucapku sembari berlalu menuju toilet untuk membersihkan diriku.

Aku sempat mendengar Louis mengikuti ucapanku dan meniru suara kewanitaan yang ia bisa, sama sekali tidak menarik di pagi ini. Sebelum aku membasuh tubuhku, aku berdiri di depan wastafel lalu membasuh wajahku sejenak.

-

Zayn menggendong dua ransel, satu milikku dan satu lagi miliknya. Begitu juga dengan Louis, ia juga membawakan milik Gigi. Sedangkan aku dan Gigi hanya membawa sisa peralatan yang ringan seperti Gitar dan bahan makanan, makanan untuk kami dan untuk Mitchi juga.

"Kita akan memasang tenda disana, kau bawa berapa tenda?"

Aku menghitung jumlah tas berbentuk tabung yang berisi perlengkapan kemah, jumlah nya hanya ada tiga. "Hanya ada tiga, dan sepertinya milikku yang tidak ada." Ya, tadi pagi aku membelinya dengan warna kuning, dan tidak ada warna kuning.

"Kita akan tinggal satu tenda, bagaimana?"

Louis dan Gigi menatapku sembari menahan tawa, ini semua pasti ulah Louis dan Zayn, sial. Aku melirik Gigi dengan tatapan memelas, jika aku tidur sati tenda dengan Zayn, bisa kau bayangkan apa yang terjadi? Kau sangat mengetahuinya.

"Aku tidak bisa, mungkin kau akan menyesal jika satu tenda denganku. Kau tahu, aku tidak bisa tidur dalam diam, jadi... maaf." Gigi memelankan suaranya di kata terakhir dan aku hanya memutarkan mataku. Aku menatap Louis, tidak, tidak mungkin aku tidur bersamanya. M

Sekarang, aku dapat melihat seringai licik terpancar di wajah Zayn. "Oke kali ini kau menang, menyebalkan." Aku memajukan bibirku lalu berjalan menuju bawah pohon yang sangat teduh dan terlihat nyaman.

"Ladies, kalian beristirahat lah dulu. Biar kami para lelaki yang membangun–"

"Tak perlu banyak bicara Lou, lakukan saja." Cibirku sembari melayangkan tanganku keudara diikuti tawa dari Gigi dan Zayn. Louis seperti biasa mengikuti ucapanku dengan suara yang diubah menurut versinya. Hey, suaraku tidak seburuk itu!

-

"Gi, kau tahu, hingga detik ini aku masih memikirkan Niall. Aku merindukannya, sangat. Entah hanya perasaanku atau bukan, aku berpikir ia tidak mungkin melakukan ini semua. Niall yang kukenal sangat baik, bukan Niall yang jahat dan sombong seperti sekarang."

"Ia pasti berubah karena suatu alasan, kau tidak perlu terlalu memikirkannya lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ia pasti berubah karena suatu alasan, kau tidak perlu terlalu memikirkannya lagi. Aku yakin ia bahagia jika melihatmu bahagia. Lagi pula kau sudah memiliki Zayn, ia sangat mencintaimu. Jangan patahkan hatinya dengan cara kau masih merindukan mantan kekasihmu, ia akan sangat kecewa jika ia mengetahuinya."

Aku menyandarkan kepalaku di bahu Gigi sembari melihat Zayn dan Louis yang sedang membangun tenda sembari tertawa lepas. "Apa aku menyakitimu? Maksudku, aku merebut Zayn darimu, kau sangat mencintainya bukan?" Gigi menatapku dengan penuh arti sembari membelai pipiku lembut.

"Aku memang sangat mencintainya. Tapi aku lebih memilih ia bahagia dengan orang lain, tapi ia benar-benar bahagia atas itu. Dibanding aku memaksakannya untuk kembali padaku, itu terdengar sangat egois. Lagi pula itu semua salahku, aku yang meninggalkannya begitu saja."

Aku tersenyum hambar mendengar penjelasan Gigi, ia memang sangat baik dan pengertian. Beruntung aku dapat mengenal orang sepertinya, ia nampak sangat tidak keberatan dengan hubunganku dan Zayn.

"Hey! Tenda sudah selesai, sekarang giliran kalian untuk menyiapkan makan malam!"

Suara Louis menginterupsi kegiatan kami, ah pengganggu seperti biasanya. "Iya, santai saja. Kami akan menyiapkannya untuk kalian, sekarang beristirahatlah dahulu." Ucapku sembari menggandeng Gigi. "Aku akan menyalakan apinya, kau yang mengambil air di sungai, bagaimana?" Aku menyetujui pendapat Gigi, lalu aku mengambil dua ember kosong dan mulai berjalan menuruni lembah ke sungai.

Sebenarnya aku tidak tahu pasti letak sungai ada dimana, aku hanya mengikuti jalan setapak yang ditumbuhi dengan semak belukar dan rerumputan yang sudah mengering. Suara burung kenari yang saling bersautan membuatku merasa tenang dan damai. Perasaan ku menangkap sesuatu yang mengganjal, kurasa ada yang sedang mengikutiku saat ini.

Aku menolehkan kepalaku ke belakang, tapi tak ada seorang pun disana. Menggidikan bahuku acuh, mungkin itu hanya perasaanku saja. Tapi, perasaan itu terus muncul, apa lagi saat terdengar suara seperti patahan ranting yang terinjak. Hasilnya tetap nihil, tidak ada siapapun dan apapun disana.

Aku mempercepat langkahku ketakutan, bagaimana jika di hutan ini ada penjahat kelamin!? Dengan langkah yang sangat terburu, aku sampai tidak melihat ada akar besar di hadapanku. Tubuhku tersungkur di atas tanah karena tersandung dengan akar tersebut, sial.

Sepasang kaki dengan sepatu vans hitam putih berdiri tepat dihadapanku. Aku mengenal sepatu ini, Zayn. Mendongakan kepalaku, aku melihat ia menyodorkan tangannya dengan wajah menahan tawa. Karena sangat kesal, aku melemparinya dengan ember lalu berdiri sendiri.

"Ouch, lemparanmu meleset Nyonya Malik."

Aku memutarkan mataku malas sembari membersihkan kotoran yang menempel di baju dan celanaku. "Jadi kau yang mengikutiku? Iya?" Tanyaku dengan nada menantang dan ia hanya cengengesan dengan wajah tak berdosa. "Ya, kau tahu itu." Balasnya.

"Kau.sangat.menyebalkan."

Aku mengambil kembali ember-ember yang berjatuhan, lalu meninggalkan Zayn sembari memicingkan mataku padanya. "Hey, aku hanya bercanda, sayang." Langkahku tidak berhenti dan mengabaikan ucapan Zayn. Ia kembali menghadangku sembari mengecup pipiku, karena aku memalingkan wajahku. "Maaf." Aku hanya menatapnya datar tanpa ekspresi, sebenarnya aku tidak terlalu marah. Hanya saja, rasanya aku ingin menjahilinya.

"Kau tahu, aku kira di hutan ini ada penjahat kelamin. Kau membuatku sangat cemas, bodoh!"

Seringaian terpampang jelas di wajahnya, oh aku salah berbicara. Tubuhnya berjalan mendekatiku, dan aku mundur sedikit demi sedikit. Matanya menggelap ditambah sinar matahari menyinari wajahnya dari sela-sela rindangnya pepohonan.

"Penjahat kelamin? Oh... kau memberiku kode untuk–astaga tidak perlu serumit itu. Kau hanya tinggal mengatakannya padaku, Zayn aku merindukan penismu, mari bercinta. Itu tidak terlalu sulit, nona."

-

Siapin mental buat next chapt oke...

Kalian tau la isinya apa next, jadi kalau mau cepet2 komen 30+

Loren sedang galaw, saran dong enaknya ngapain sore2 gini ujan lagi. Line gajalan twitter ugha, kusedih. (Lah jadi curhat)

Yaudah comment gih supaya mood gue baik buat next chapt (plus gambar katanya wkwk)

Udah nulis itu gue harus shalat taubat seribu rakaat (duh) ga deng candaan gatau gue mah kapan tobatnya.

P.s gadiedit jadi kalau ada typo atau kurang maklumin ok sip

Harlot | z.mTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang