Dua
Dua hari sudah Ji-eun mencari pekerjaan, tapi ia tidak menemukannya. Bukannya tidak menemukan, melainkan mereka tidak mau menerima pelajar untuk bekerja. Sedangkan status Ji-eun masih seorang pelajar. Walaupun ayahnya selalu mengirim uang setiap bulan, tapi itu tak cukup. Ini hal yang buruk baginya, ia jadi tidak bisa mengumpulkan banyak uang dengan cepat untuk menunjang biaya sekolahnya. Sekarang Ji-eun hanya duduk terpuruk di atas tempat tidur sambil memperhatikan kakaknya yang sedang berkemas di kamar.
“Besok jam berapa eonni berangkat ke bandara?” Ji-eun membuka suaranya setelah lama meratapi nasibnya yang sial.
“Jam delapan pagi,” Jawab Jisun sembari memasukkan pakaian-pakaiannya ke dalam koper.
“Aku tidak lama di Jeju, paling hanya satu minggu. Kau harus jaga rumah baik-baik saat aku tidak ada.” Lanjut Jisun.
“Ne, aku akan tidur sendirian mulai besok.” Gumam Ji-eun lesu. “Oh, ya. Bagaimana dengan kuliahmu dan kerja sambilannya?”
“Aku sudah meminta cuti selama seminggu, dan kalau masalah pekerjaan…”
“Kau mengundurkan diri?”
Jisun hanya mengangguk.
“Ya! Eonni itukan pekerjaan yang bagus, kau sungguh babo28. Gajinya itukan lumayan besar. Bahkan lebih besar daripada bekarja di mini market,”
“Apa boleh buat, terpaksa. Ini demi halmeoni29 kita yang sedang sakit.”
“Lalu kenapa hanya eonni yang pergi? Bagaimana denganku? Aku juga rindu pada mereka –appa dan halmeoni-. Aku kan bisa pergi ke sana, karena liburan musim panasku masih seminggu lagi.”
“Kau itu merepotkan. Dan terlalu banyak biaya bila kita berdua yang pergi,”
“Ne, arasseo.”
“Ini sudah malam cepat kau tidur!”
“Aku ingin menunggumu selesai, inikan hari terakhir kita tidur bersama,” Ji-eun berusaha menggoda kakaknya.
“Aissh...bocah ini.”
“Jangan lupa bawakan aku oleh-oleh yang banyak.” Sela Ji-eun.
“Ne, oh ya, ngomong-ngomong apa kau sudah tahu tentang kepindahan Nyonya Han?”
“Maksudmu janda tua yang tinggal di depan apartment kita?”
“Ssuushh……” Jisun mengacungkan telunjuknya di depan bibir Ji-eun.
“Bicaramu itu, asal sekali! Babo! Nanti terdengar oleh orang!” Lanjut Jisun. Ji-eun hanya menanggapi kakaknya dengan tampang Innocent –tak perduli-.
Jisun hanya menghela napas kemudian kembali bercerita, “Katanya, tadi pagi anaknya Nyonya Han itu membawa ibunya pergi untuk tinggal bersama mereka.”
Ji-eun hanya mengangguk menanggapi kakaknya. Tidak benar-benar menanggapi sebenarnya, ia bukan tipe orang yang suka mengurusi masalah orang. Berbeda sekali dengan Jisun.
“Aku kira anaknya itu durhaka, karena selama ini membiarkan Nyonya Han…” Jisun segera menghentikan percakapan begitu melihat lawan bicaranya sudah tertidur pulas di samping kasur.
“Aishh…padahal tadi kau bilang ingin menungguku.”
***
Setelah mengantarkan kepergian kakaknya di bandara, Ji-eun segera berjalan menelusuru jalanan kota Seoul yang sudah ramai. Ia menelusuri setiap seluk-beluk toko yang ia temui di pinggir jalan. Dan Hasilnya nihil. Masih sama seperti kemarin. Padahal ia ingin cepat-cepat mendapatkan uang sekarang untuk membayar uang sekolahnya bulan ini, menunjang hidupnya serta yang paling penting membeli serial komik horror yang sudah ada edisi terbarunya.
YOU ARE READING
Sakura In Seoul (Revisi)
Fiksi RemajaIni cerita yang direvisi dari SIS sebelumnya ^^ maaf baru diupload. Sinopsis... Shin Ji-eun adalah gadis sederhana yang memiliki kepribadian jelek, penampilannya pun sesuai dengan pribadinya. Suatu hari di liburan musim panas Ji-eun terpaksa har...