Keesokan harinya, Jiyeon tiba di kantor lebih awal dari biasanya. Tujuannya hanya satu, dia ingin mencari informasi tentang pertemuan yang akan diadakan oleh para petinggi perusahaan sesuai dengan yang dibicarakan oleh Lay kemarin.
Tap tap tap!
Jiyeon berjalan menuju ruangan Kyungsoo. Jam 7 seperti saat ini, Kyungsoo pasti sudah duduk di kursi ruang kerjanya. Jiyeon ingin menyinggung masalah pertemuan itu.
Tok tok tok!
Cekleeek!
Jiyeon membuka pintu ruangan Kyungsoo. Namja itu agak terkejut melihat siapa yang datang ke ruangannya saat itu.
"Jiyeon-ssi, aku hampir berteriak karena terkejut melihat kedatanganmu. Silahkan duduk." Kyungsoo berdiri untuk mempersilahkan Jiyeon duduk di depan meja kerjanya.
"Gomawo, Kyungsoo-ssi." Jiyeon duduk di depan meja kerja Kyungsoo.
"Apa yang membawamu kemari, Jiyeon-ssi?"
Jiyeon menarik nafas panjang sebelum mengeluarkan kata-kata. "Sebenarnya aku ingin menanyakan sesuatu padamu, Kyungsoo-ssi."
Kyungsoo mengerutkan keningnya. "Ne, silahkan."
"Aku dengar akan ada pertemuan penting para petinggi perusahaan Diamond dengan petinggi perusahaan lain. Kalau boleh tahu, kapan pertemuan itu akan dilaksanakan?"
"Ah, iya, benar. Hari ini akan ada pertemuan para petinggi perusahaan. Tempatnya sudah disediakan di sini. Undangan juga sudah disebar. Aku lupa memberikan undangan untukmu, Jiyeon-ssi. Sebentar."
Deg!
Undangan? Jiyeon terkejut mendengar bahwa dia juga diundang untuk menghadiri pertemuan itu.
Kyungsoo tampak sedang mencari sesuatu di dalam laci meja kerjanya. Mungkin dia sedang mencari undangan yang akan diberikan kepada Jiyeon.
"Ini dia. Jiyeon-ssi, ini undangan untukmu. Kau sengaja diundang oleh presdir karena dianggap sebagai orang penting di perusahaan ini."
"Orang penting?" tanya Jiyeon heran.
"Ne, mungkin karena prestasimu yang luar biasa dan posisimu sebagai manajer yang menjadi pertimbangan presdir untuk mengundangmu. Kau benar-benar beruntung."
Satu lagi hal aneh terjadi. Setelah perjodohan Yoona dan Kris, juga dirinya dengan Lay, Jiyeon merasa ada yang tidak beres dengan semua ini. Sekrang dia diundang untuk menghadiri pertemuan itu. Jiyeon memang senang mendapt undangan itu karena dia tidak perlu repot-repot mencari alasan atau usaha lain untuk bisa menghafiri pertemuan penting itu. Satu langkah telah ia lewati.
"Gomawo, Kyungsoo-ssi. Aku benar-benar tidak menyangka kalau presdir akan memberikan undangan untukku. Karena sudah semakin siang, aku harus kembali ke ruang kerjaku."
"Ne, silahkan Jiyeon-ssi."
Jiyeon bangkit dari duduknya dan menggeser kursi yang didudukinya tadi ke belakang lalu berjalan menjauh dari Kyungsoo.
Kleek!
Pintu ditutup dari luar oleh Jiyeon. Dia berjalan ke ruangannya dan saat sampai di ruang elegan itu, Jiyeon membuka undangan pertemuan yang sangat dia inginkan. Dahinya berkerut saat membaca nama yang tertera di surat undangan itu.
"PARK JIYEON - DIAMOND GROUP"
Diamond group? Jiyeon meeghubungkan kata Diamond Group dengan penjelasan Lay kemarin. Akan ada pertemuan penting antara dua perusahaan, yaitu perusahaan appanya dengan Diamond Group dan dia harus datang. Kenapa Lay bicara seperti itu? Jiyeon bingung memikirkannya. Ia mendesah kasar.
Ckleek!
Jiyeon yang sedang melamun terlonjak kaget karena suara pintu ruangannya dibuka oleh seseorang dari luar.
"Kau ada di dalam?" tanya Kris yang memasukkan kepalanya dan setengah badannya ke dalam ruangan Jiyeon melaaui celah pintu yang ia buka.
"Ada apa?" tanya Jiyeon datar. "Bisakah kau mengetuk pintu dulu sebelum masuk?"
"Ah, mian." Kris menutup pintu lagi kemudian mengetuknya.
Cekleeek!
Ia membuka pintu itu lagi. "Sudah kan?"
Jiyeon mendesah kasar melihat perilaku Kris yang kekanak-kanakan itu.
"Manajer Park, hari ini ada meeting penting. Kau bisa datang?" tanya Kris yang berjalan ke arah Jiyeon.
"Silahkan duduk, Direktur-nim. Aku usahakan datang." Jiyeon melihat Kris nampak sehat dan tak kelihatan baru mabuk. "Kau nampak sehat hari ini. Bagaimana dengan mabukmu semalam?"
"Mabuk? Entahlah, ada seseorang yang memberiku begitu banyak air mineral untuk menghilangkan mabukku. Mungkin orang itu Lay karena hanya dia yang menggunakan air mineral untuk mengurangi alkohol di dalam lambung."
Jiyeon manggut-manggut. "Aku pernah melihat Lay oppa melakukannya tapi cuma sekali. Karena dia bukan tipe namja yang suka mabuk-mabukan." Jiyeon sengaja bicara seperti itu untuk menyindir Kris.
Karena merasa tersinggung, Kris berusaha mencari topik pembicaraan yang lain. Hal itu dia lakukan juga untuk menghilangkan suasana tegang diantara keduanya. "Sebentar lagi para undangan datang. Sebaiknya kau bersiap-siap untuk ikut menyambut mereka."
Jiyeon tersenyum tipis. Apa ini acara resepsi pernikahan? Sehingga harus ada penyambutan besar-besaran, batinnya. "Baiklah. Aku segera ke sana. Tapi aku ingin bertanya lagi padamu."
"Apa yang ingin kau tanyakan?"
"Perwakilan dari Park Corporation, salah satunya adalah Yoong eonni, kan?" tanya Jiyeon.
"Eoh, dia perwakilan dari perusahaan appamu. Kenapa?"
"Tidak apa-apa," jawab Jiyeon singkat. "Kau bilang kita harus menyambut mereka, kalau begitu kenapa masih di sini?"
"Kau mengusirku?"
"Anhi. Kau yang merasa begitu. Ya sudahlah, aku keluar." Jiyeon melangkahkan kakinya meninggalkan Kris yang masih duduk manis di depan meja kerja Jiyeon.
Tap!
Kris menarik tangan Jiyeon yang berlalu melewati dirinya.
Greeb!
Tiba-tiba dia menarik tubuh Jiyeon dan memeluknya erat-erat. Detak jantung keduanya seakan memburu satu sama lain.
"Biarkan begini selama satu menit saja," lirih Kris di dekat telinga Jiyeon.
Jiyeon merasakan geli di telinganya akibat ulah Kris. Dia ingin melepaskan diri namun di sisi lain, dia juga mengharapkan hal ini terjadi diantara mereka.
Tok tok tok!
"Jiyeon-a, kau di dalam?"
Jiyeon segera melepaskan dirinya dari pelukan Kris. Dia mendengar suara Ahreum dari balik pintu, mungkin yeoja itu datang untuk memberikan laporan pemeriksaan barang yang baru saja dia susun.
"Ne, masuklah," seru Jiyeon dari dalam ruangan.
Cekleeek!
Ahreum membuka pintu dan langsung masuk ke dalam ruangan Jiyeon. "Laporannya selesai, Jiyeon-a. Kau bisa mengeceknya." Ahreum memberikan berkas laporan itu kepada Jiyeon yang menerimanya dengan senyum.
"Gomawo, Ahreum-a. Dengan begini, kau tetap bertnggungjawab dan melaksanakan tugasmu."
"Oh Direktur-nim. Anda juga di sini?" Ahreum baru menyadari kalau Kris berdiri di belakang Jiyeon.
"Ah, ne. Aku baru saja membicarakan tentang meeting nanti."
"Ne, para tamu sudah berdatangan. Mereka masih di lobi depan. Sebaiknya Anda juga menyambut mereka, Direktur-nim."
Kris tampak canggung dengan kedatangan Ahreum. Tak lama kemudian dia beranjak dari tempatnya dan keluar dari ruangan Jiyeon. "Baiklah kalau begitu, aku permisi."
Jiyeon tersenyum menatap punggung Kris. Akhirnya Ahreum bisa membuat namja itu pergi. Jadi, Jiyeon tak perlu mengatakan hal-hal yang kasar untuk membuatnya pergi.
"Ahreum-a, aku pergi dulu. Rupanya aku juga diundang." Jiyeon menunjukkan lembaran undangan meeting itu kepada Ahreum.
"Omo! Daebak! Kau hebat. Semoga sukse, Jiyeon-a."
"Gomawo," ucap Jiyeon seraya melangkahkan kaki meninggalkan ruanganny. "Oh ya, jika kau keluar dari runganku, jangan lupa kunci pintunya. Nanti aku akan mengambilnya di ruanganmu." Hanya dalam hitungan detik, Jiyeon telah hilang dari pandangan Ahreu.
...
Pukul 10.30 siang, meeting antar perusahaan terkenal di Korsel akan segera dimulai. Beberapa tamu yang sudah datang telah menempati tempat duduk masing-masing sesuai dengan nama perusahaan mereka.
Tap tap tap!
Bunyi hentakan sepatu mahal milik beberapa petinggi perusahaan beradu dengan lantai kinclong yang diinjak oleh mereka.
Saat semua tamu undangan sudah berkumpul di tempat meeting, Jiyeon malah tengah asyik membenahi pakaian dan penampilannya di toilet wanita. Selain membenahi penampilannya, Jiyeon juga menyiapkan mental untuk bertemu dengan orang-orang penting dari kedua perusahaan. Mungkin mereka pernah mendengar nama Park Jiyeon, sang pewaris perusahaan Park Corporation. Namun mereka belum pernah bertemu dengannya walau hanya sekali.
Selesai membenahi pakaian dan menata penampilannya, Jiueon keluar dari toilet dengan terburu-buru.
"Aigoo, aku sudah telat. Bagaimana ini? Aaah, harus cepat-cepat sampai di sana." Dengan berjalan cepat, Jiyeon menuju tempat meeting.
Bruuuk! Belum sampai di tempat yang ia tuju, seseorang telah menabraknya hingga terjatuh.
"Auw, sakitnya..." rintih Jiyeon yang memegangi pergelangan kakinya. Dia melihat sepatu high heel'nya. "Patah? Eotteohke?"
"Mian, aku sama sekali tidak tahu kalau kau juga lewat sini." Kris tak sengaja menabrak Jiyeon yang baru saja keluar dari toilet. Heel sepatunya patah karena ia terjatuh mendadak dan kakinya terkilir. "Gwaenchanayo?" tanya Kris yang prihatin melihat Jiyeon meratapi nasib sepatunya.
"Aku tidak apa-apa. Permisi. Aku sudah terlambat." Jiyeon melangkahkan kakinya di hadapan Kris dengan menundukkan kepalanya karena kesal pada Kris. Mana mungkin dalam meeting penting nanti, penampilannya kacau seperti itu.
"Chakkaman!"
Jiyeon merasakan tangannya dipegang oleh Kris yang ingin menahannya pergi.
"Mian. Aku bisa membantumu melalui kesulitan ini."
"Gomawo. Tetapi aku tidak membutuhkan bantuanmu. Cukup biarkan aku pergi dati sini."
"Jiyeon-a..."
"Kenapa kau selalu mengganggu hidupku? Kenapa kau selalu ada di hidupku? Bisakah kau tak menampakkan batang hidungmu sebentar saja dari mataku? Kenala kau selalu muncul di depanku dengan berbagai masalah? Lepaskan aku!" Jiyeon menghempaskan tangannya yang dipegang oleh Kris.
Dengan terpaksa, Kris melepaskan tangan Jiyeon. Setelah itu, Jiyeon pergi melenggang dari hadapan Kris dengan membawa sepasang sepatunya sehingga ia tidak memakai alas kaki apapun.
...
Meeting baru saja dimulai. Semua perwakilan dari ketiga perusahaan telah hadir. Oops, ternyata perusahaan milik keluarga Lay juga ikut nimbrung dalam meeting penting itu. Peserta meeting terdiri dari 25 orang dengan rincian; Diamond Group sebanyak 9 orang perwakilan, Park Corporation sebanyak 8 orang, dan yang terakhir Yixing Corporation sebanyak 8 orang. Nama perusahaan Lay berganti dengan Yixing Corp karena CEO perusahaan itu saat ini adalah Lay.
"Kita semua adalah perwakilan dari perusahaan masing-masing. Meeting ini juga dihadiri oleh para founder ketiga perusahaan. Dalam meeting ini, kita akan membahas tentang kemajuan kerja sama antara Diamond Group, Park Corp dan Yixing Corp. Oh iya, sebelumnya saya ingin mengucapkan selamat kepada tuan Yixing karena baru saja menjabat sebagai CEO dari Yixing Corp." Kata-kata dari Direktur Xiah langsung mendapat tepuk tangan yang meriah dari peserta meeting.
"Baiklah, meeting ini resmi kita mulai."
Tepuk tangan semakin meriah karena setiap orang memiliki rasa penasaran yang tinggi untuk mengetahui hasil dari meeting ini nanti.
"Pada awal meeting, saya akan memanggil perwakilan dari Bidan Penjualan Diamond Group untuk mempresentasikan kemajuannya di sektor akomodasi dan pariwisata."
Para perwakilan Diamond Group tampak menoleh kanan-kiri karena orang yang bertugas untuk mempresentasikan bidang penjualan belum datang. Ya, orang itu adalah Jiyeon atau Kris.
"Appa, bukankah Jiyeon adalah manajer bidang penjualan? Seharusnya dia yang presentasi," lirih Yoona di dekat telinga Tuan Park.
Tuan Park mengerutkan kening. Dia berharap Jiyeon segera datang.
"Maaf, direktur kami belum datang. Maka dari itu, saya yang akan mewakili bidang penjualan. Saya adalah sekretaris utama bidang penjualan, Do Kyungsoo."
Kyungsoo mempresentasikan kemajuan Diamon Group sesuai apa yang harus dia presentasikan. Sekretaris teladan itu telah menyelamatkan Kris dan Jiyeon yang sampai saat ini belum datang di tempat meeting.
...
Acara presentasi yang dilakukan oleh beberapa divisi dari ketiga perusahaan telah berjalan lancar. Sekarang saatnya membahas tentang merger perusahaan antara Diamon Group dan Park Corp.
"Kita semua pastinya sudah mengetahui bahwa sebagian besar pemegang saham perusahaan Park mengusulkan merger perusahaan dengan Diamond Group. Dalam hal ini, DG menyetujui merger tersebut dengan syarat DG yang menguasai perusahaan. Nah, untuk itu, kita berkumpul di sini untuk membahas hal itu dengan hati yang tenang dan terbuka. Di sini telah hadir juga perwakilan dari Yizing Corp yang telah melakukan kerja sama dengan DG dan Park Corp. Langsung saja, untuk menentukan merger atau tidaknya kedua perusahaan, mari kita dengrkan dulu penjelasan dari Presiden Direktur DG dan setelah itu langsung disusul dengan voting." DirekturXiah memberikan waktu kepada Presdir Wu untuk menjelaskan alasan merger.
"Terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan oleh Direktur Xiah selaku moderator dalam acara meeting ini. Langsung saja, saya akan menjelaskan mengapa merger ini perlu dilakukan. Diamond Group dan Park Corp telah melakukan kerja sama di beberapa bidang untuk kemajuan masing-masing perusahaan. Sebagian besar pemegang saham Park Corp juga merupakan pwmegang saham di DG, itulah alasan pertama. Para pemegang saham menginginkan saham mereka digaabungkan dalam satu perusahaan besar. Alasan yang kedua adalah... kita semua telah mendengar perjodohan antara putri dari Presdir Park Corp dengan putera tunggal saya. Maka dari itu, sebagian dari pemegang saham DG berpikir bahwa alangkah baiknya jika kedua perusahaan bergabung untuk mengembangkan usaha di segala sektor dan merambah dunia Internasional. Demikian penjelasan singkat dari saya selaku presdir DG. Setelah ini, mari kita adakan voting untuk menentukan nasib merger kedua perusahaan."
Tepuk tangan riuh terdengar dari ruangan meeting.
Direktur Xiah menjelaskan bahwa semua peserta meeting harus menandatangani salah satu surat voting. Pilihan surat yang pertama berisi tandatangan peserta yang menyatakan persetujuan merger, dan yang kedua adalah tandatangan pernyataan peserta meeting yang menolak merger.
Di deretan perwakilan Yixing Corp tampak Lay sedang gelisah menanti kedatangan Jiyeon. Dia khawatir kalau Jiyeon tidak bisa menghadiri meeting tersebut sedangkan voting sudah dimulai. Lay akan membubuhkan tandatangannya yang akan menentukan nasib DG dan Park Corp.
Seluruh perwakilan DG telah memberikan tandatangan mereka di atas kertas yang bertuliskan persetujuan merger, hanya Kris dan Jiyeon yang belum datang untuk memberikan tandatangan mereka.
Sekarang saatnya perwakilan dari perusahaan Park Corp memberikan tandatangan mereka.
Tuan Park menandatangani surat penolakan merger. Hal itu terpampang jelas di layar LCD. Sedangkan Yoona menandatangani surat persetujuan merger. Giliran Yixing Corp. Semua perwakilan Yixing Corp telah menandatangani surat penolakan. Pada saat giliran Lay tiba, tiba-tiba pintu diketuk dari luar.
"Mianhamnida, kami datang terlambat. Semoga tidak telat untuk memberikan suara pada voting," kata Kris yang langsung menempati kursinya di samping appanya. Sedangkan Jiyeon duduk di samping Direktur Xiah, berbatasan dengan deretan Park Corp. Di samping kirinya ada Direktur Xiah dan di kanan ada appanya. Jiyeon membelalakkan bola matanya saat ia melihat Lay berdiri di depan layar LCD untuk memberikan tandatangannya.
Lay menatap Jiyeon cukup lama. Mereka berdua pun saling menatap hingga tanpa sadar, Kris memperhatikan keduanya.
Pandangan Jiyeon beralih pada hasil voting yang menunjukkan jumlah tandatangan yang diperoleh sama, suara untuk persetujuan merger sebanyak 11 suara. Begitu pula dengan suara penolakan merger. Tinggal 3 orang yang belum menandatangani surat itu. Perwakilan DG tersenyum senang karena mereka yakin bahwa merger pasti akan dilakukan. Mereka menghintung 2 suara lagi yang akan menguatkan surat persetujuan merger, yaitu tandatangan dari Kris dan Jiyeon.
Jiyeon menatap Lay lagi. Kali ini dia berharap Lay akan menyelamatkannya. 'Oppa, tolonglah aku, jebal...' batin Joyeon yang masih menatap lekat-lekat pada Lay. 'Kau yang menyuruhku untuk mempertahankan perusahaan appa, jadi kau juga harus membantuku, oppa.'
Seakan dapat mendengar kata hati Jiyeon, Lay langsung membubuhkan tandatangannya di atas surat penolakan merger. Hal itu sontak membuat sebagian perwakilan Park Corp senang dan Jiyeon pun sedikit lega.
Kino giliran Kris. Dengan senyum terkembang di wajah tampannya, dia langsung menandatangani surat persetujuan merger. Tentu saja dia menyetujui merger itu karena dia pribadi ingin DG menjadi perusahaan terbesar di Korsel.
"Park Jiyeon, giliranmu." Direktur Xiah yamg telah berdiri di samping podium yang digunakan untuk membubuhkan tandatangan, memanggil Jiyeon dengan suara lantang hingga semua peserta meeting mengalihkan pandangan ke arahnya.
Jiyeon gugup. Statusnya adalah perwakilan dari DG tetapi dia tidak akan tega menghancurkan perusahaan appanya yang dibangun dari hasil kerja keras appanya sendiri. Jiyeon berjalan ragu menuju podium. Kedua matanya melirik ke arah Tuan Park lalu ke arah Lay. Lay menganggukkan kepalanya yang mengisyaratka bahwa Jiyeon harus yakin dalam menandatangani surat yang akan dia pilih.
Sementara itu, para perwakilan dari DG tersenyum senang karena mereka yakin akan menang. 12 suara persetujuan dan 12 penolakan. Jika Jiyeon menandatangani surat persetujuan, berarti merger akan dilakukan.
Jiyeon telah berdiri di atas podium. Dia dapat melihat siapa saja yang menghadiri meeting itu. Saat matanya menangkap sosok tuan Park, airmatanya hampir jatuh menetes.
"Sebelum menandatangani surat ini, saya ingin menyampaikan beberapa hal. Saya, Park Jiyeon adalah putri kandung dari pendiri sekaligus presdir Park Corporation. Saya mengucapkan terimakasih kepada Diamnod Group karena telah mengundang seorang manajer junior untuk menghadiri meeting yang penting ini. Saya selaku pewaris tunggal Park Corporation tidak akan membiarkan Park Corp jatuh ke tangan perusahaan lain, termasuk DG. Untuk itu, saya akan menandatangani surat penolakan merger." Saat itu juga Jiyeon membubuhkan tandatangannya di atas lembaran surat penolakan merger.
Dengan ini jelaslah sudah bahwa merger tidak akan dilakukan antara DG dengan Park Corp.
"Mianhamnida," ucap Jiyeon yang langsung keluar meninggalkan ruang meeting.
Yoona duduk terpaku setelah mendengar pengakuan Jiyeon. 'Ternyata appa mewariskan seluruh perusahaannya kepada Jiyeon. Lalu aku dianggap apa?' batin Yoona dengan airmata menetes dari kedua matanya.
Kris ingin menyusul Jiyeon keluar namun berhasil dicegah appanya. Presdir DG itu sangat kecewa pada Jiyeon.
"Aku sengaja mengundangnya untuk memberikan suara yang mendukung kita. Tetapi ternyata dia sama sekali tidak bisa diharapkan."
"Mwo? Apa maksud appa?" tanya Kris bingung.
"Nanti akan aku jelaskan. Tidak di tempat ini." Presdir DG itu segera beranjak dari kursinya dan berjalan menunu ruangannya.
...
"Jiyeon-a! Park Jiyeon!" teriak Lay yang tengah mengejar Jiyeon di taman kantor. Jiyeon tak menghentikan langkahnya, ia terus berlari bahkan sekarang menuju tempat parkir.
Lay berhasil memegang tangan Jiyeon saat ia mengejar yeoja itu. Dengan terpaksa, Jiyeon menghentikan langkahnya dan menutupi wajahnya dengan salah satu tangannya.
"Gwaenchanayo?" tanya Lay lembut. Dia membalikkan tubuh Jiyeon menghadap ke arahnya.
Greb!
Lay menarik Jiyeon ke dalam pelukannya. Jiyeon menumpahkan airmata dalam pelukan Lay. Baru kali ini dia merasakan pelukan namja selembut Lay. Bagi Lay, baru pertama kalinya dia memeluk gadis yang sangat dicintainya. "Uljima. Uljima, Jiyeon-a," lirih Lay yang tak ingin melihat Jiyeon menangis.
"Aku telah mengecewakan DG, oppa. Aku lebih pantas disebut sebagai pengkhianat, musuh dalam selimut, duri dalam daging, atau apa saja yang lebih buruk dari itu."
"Tenanglah, Jiyeon-a. Setidaknya kau telah membuat appamu tersenyum. Kau harus bisa menghadapi kenyataan. Kau harus kuat." Lay membelai rambut Jiyeon dengan lembut.
Dari kejauhan, Kris menyaksikan adegan mesra dua insan yang sangat dikenalnya, Jiyeon dan Lay. 'Kau kelihatan nyaman sekali berada di dalam pelukannya. Apakah kau juga merasakan hal yang sama saat kita berpelukan? ' Kris mengingat saat ia memeluk Jiyeon di ruang kerjaantan isterinya itu. Tak terasa, airmata mengalir membasahi pipinya. 'Mianhae, Jiyeon-a. Mianhae. Aku telah melukaimu berkali-kali. Aku memang egois. Yang aku pikirkan tadi hanyalah kepentingan DG, aku sama sekali tidak memikirkan perasaanmu.'
...
Malam hari, suasana kediaman keluarga Park tampak sepi. Jiyeon belum pulang, Yoona berdiam diri di kamarnya, sedangkan tuan dan nyonya Park sedang memikirkan sesuatu yang menyangkut kedua putrinya dan perusahaan. Tuan Park menyadari kesalahan Jiyeon yang menyatakan bahwa dirinya adalah pewaris tunggal perusahaan Park Corp. Hal itu memang benar tetapi mereka tidak boleh lupa pada Yoona. Yoona adalah satu-satunya orang yang terluka perasaannya dengan kata-kata Jiyeon tadi.
Cekleeek!
Tuan dan nyonya Park menoleh ke arah pintu kamar mereka. Ternyata Jiyeon sudah pulang dan langsung masuk ke kamar orangtuanya.
Jiyeon berjalan pelan mendekati ranjang di mana ada appanya yang sedang duduk memikirkan sesuatu. Sedangkan eommanya duduk di depan kaca meja rias. Tiba-tiba Jiyeon berlutut menghadap appanya.
"Jiyeon-a..." lirih nyonya Park.
"Appa, aku datang kemari untuk meminta maaf pada appa dan eomma. Aku telah mengatakan kebenaran yang seharusnya tersimpan dalam-dalam. Maafkan aku. Akubharus mengatakannya untuk menyelamatkan perusahaan kita. Park Corp tidak bangkrut, tidak pailit, atau apa saja istilahnya. Aku tidak ingin menyerahkan perusahaan itu kepada orang lain. Aku sangat ingat dulu appa bersusah payah membangun perusahaan itu dari nol. Appa pernah didatangi oleh karyawan bank karena telah lama tidak membayar tunggakan hutang demi membangun perusahaan itu. Aku tidak bisa melupakan itu semua. Yang aku katakan tadi hanyalah untuk meeyelamatkan perusahaan. Aku ingin semua orang tahu kalau appa telah membangun perusahaan yang telah terkenal itu dengan jerih payah sendiri. Para pemegang saham juga harus mengetahuinya. Setelah ini, terserah appa jika appa ingin mengusirku atau memberikan perusahaan kepada Yoong eonni karena dialah yang berhak mendapatkannya. Aku... sungguh tidak pantas memiliki semua keberuntungan itu. Aku memang putri kandung appa. Tapi appa juga memiliki satu putri lagi."
Kini Jiyeon menghadap eomma tirinya. "Eomma, aku akan bicara baik-baik dengan Yoong eonni. Aku tidak bermaksud menguasai perusahaan seorang diri. Bukan itu yang aku mau. Eomma jangan khawatir. Aku tidak akan tega membuat Yoong eonni sedih dan menangis."
...
Tengah malam, Jiyeon tak dapat menutup kedua matanya. Ternyata hal itu juga yang terjadi pada Yoona, Kris dan Lay. Mereka berempat memikirkan hal yang berbeda-beda. Jiyeon gelisah memikirkan perasaan Kris yang pasti menganggapnya sebagai pengkhianata. Dia juga memikirkan perasaan Yoona yang pasti terluka karena kata-katanya saat meeting itu.
Besok Jiyeon berniat menjelaskan kepada Yoona dan meminta maaf pada eonninya itu.
Kriiiing!
Ponselnya berdering.
"Yoboseo,"lirih Jiyeon dengan suara yang agak parau.
"Jiyeon-a, kau belum tidur?" tanya Lay dari ujung telepon.
"Belum. Aku rasa saat ini insomnia melandaku, oppa. Kau juga belum tidur?" tanya Jiyeon balik.
"Masih banyak yang hinggap di kepalaku, Jiyeon-a. Kemarin aku resmi diangkat menjadi CEO. Hal itu tidak membuatku srnang karena aku pasti harus beraaing dengan appamu dan paman Wu."
Mendengar suara Lay yang lembut, membuat Jiyeon teringat sesuatu. Ya, dia ingat tentang perjodohan dirinya dengan namja itu. Tiba-tiba dia ingin membahas tentang perjodohan itu dengan Lay.
"Oppa, apa kau masih mendengarku?"
"Eoh. Waeyo?".
"Oppa, mari kita bertunangan."
"M, mwoya?" Lay terdengar syok.
"Oppa, dengarkan aku. Aku menerima perjodohan kita. Alasannya sederhana, aku tidak ingin membuat banyak orang terluka. Oppa, kau jangan sampai berpikir kalau aku memanfaatkanmu untuk melupakan Kris. Aku akui, sebenarnya aku memang masih mencintai dia. Tapi..."
"Tapi apa?"
"Tapi aku tidak ingin melukai Yoong eonni, appaku dan tuan Wu. Oppa, aku yakin suatu saat nanti aku dapat mencintaimu lebih dari siapapun. Jadi, aku mohon padamu dengan segenap kerendahan hatiku, tolong terima perjodohan itu. Aku tahu kalau kau mencintaiku, aku yakin kalau aku akan mencintaimu, oppa. Jebal..."
Lay tampak berpikir. Dia memang mencintai Jiyeon. Tetapi dia tidak ingin memaksakan perasaannya itu pada Jiyeon karena Jiyeon masih mencintai Kris.
"Baiklah. Aku terima perjodohan itu demi dirimu, Jiyeon-a."
Dari seberang telepon, Jiyeon tersenyum tipis mendengar pernyataan dari Lay.
"Saat mengucapkannya memang terdengar mudah, semoga saat menjalaninya benar-benar terasa mudah," lanjut Lay.
...
Keesokan harinya, Jiyeon sengaja datang telat karena dia ingin bertemu dengan Yoona di kantor Park Corp. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Jiyeon bisa bertemu dengan Yoona.
Yoona tampak lesu dan pucat. Begitu juga dengan Jiyeon.
"Eonni..." lirih Jiyeon memanggil Yoona.
"Mianhae, eonni."
"Untuk apa?" tanya Yoona datar.
Jiyeon memegang kedua tangan Yoona yang diletakkan di atas meja. "Jongmal mianhae, eonni. Aku tidak bermaksud menyakito perasaanmu. Baiklah, aku akan berterus terang padamu. Aku harap kau mau memaafkanku."
Yoona mengerutkan keningnya. Ia bertanya-tanya dalam hati, apa yang akan dikatakan oleh Jiyeon?
Jiyeon memejamakan matanya dan menarik nafas panjang. Setelah menghembuskan nafasnya pelan, dia mulai memgatakan sesuatu. "Eonni, aku ingin memberitahukan sesuatu. Anhi, lebih tepatnya aku ingin berterus terang padamu. Tetapi kau harus janji padaku untuk tidak mengatakannya kepada orang lain." Jiyeon mengulurkan jari kelingkingnya pada Yoona.
Yoona menautkan kelingkingnya dengan jari kelingking milik Jiyeon.
"Aku janji," kata Yoona pelan.
Jiyeon tersenyum tipis. "Dua tahun yang lalu, saat aku belum lulus kuliah daa masih mengerjakan tugas akhir, aku jatuh hati pada seorang namja tampan dan perfect. Dia juga cukup cerdas. Setelah beberapa lamanya saling kenal, akhirnya kami menikah."
Yoona syok mendengar pengakuan Jiyron yang pernah menikah.
"Kau pasti bertanya-tanya bagaimana mungkin aku menyembunyikan pernikahanku dari keluarga di Korea. Ayah angkatku sudah mengetahuinya sejak lama, aku hanya belum sempat memberitahu keluarga di Korea tentang pernikahanku. Belum sempat aku memberi kabar tentang itu, rumah tangga kami bermasalah dan akhirnya kami bercerai. Setelah beberapa bulan berlalu, aku kembali ke Korea. Eonni, tahukah kau siapa mantan suamiku?"
Yoona menatap lekat pada Jiyeon. "Anhi," jawabnya lirih.
"Namja itu adalah Wu Yi Fan."
"Mwo?"
"Ya, Wu Yi Fan atau Kris yang sekarang dijodohkan denganmu adalah mantan suamiku, eonni. Hatiku sangat sakit melihatnya tetapi aku berusaha untuk tetap tegar. Dan... Lay oppa, dia adalah saksi pernikahan kami di Jerman. Sekarang dia dijodohkan denganku. Kau bisa bayangkan bagaimana rasanya?"
Yoona terdiam.
"Rasanya sakit sekali, eonni. Jika kau menjadi diriku, apa yang akan kau lakukan?"
Yoona tetap diam.
"Aku akan menyerahkan Kris padamu. Kalian bisa menikah dan tinggal di sini. Aku akan pergi dari kehidupan kalian." Jiyeon melepskan tangan Yoona. "Kau sudah tahu kalau aku tak akan menyakitimu maka dari itu aku beri dua pilihan untukmu, eonni. Pertama, kau boleh menikah dengan Kris tetapi lepaskan perusahaan. Yang kedua, lepaskan Kris dan kau bisa mendapatkan perusahaan. Aku akan memberikan Park Corp padamu jika kau memilih yang kedua."
Yoona tercengang mendengar dua pilihan yang diberikan oleh Jiyeon.
"Bagaimana kau bisa bicara seperti itu?"
"Eonni, aku tahu kau telah memiliki saham 10% di perusahaanku. Aku juga tahu, kau pasti memilih opsi yang pertama, iya kan?" Jiyeon tersenyum tipis.
"Kalau begitu, apa yang akan kau lakukan? Mengusirku dari perusahaan ini?"
"Anhi," jawab Jiyeon spontan. "Apapun yang terjadi, kau tetap eonniku. Kau tetap kakakku meski kita hanya saudara tiri. Kalau begitu, jaga Kris baik-baik. Jika tidak, aku akan merebutnya darimu. Aku pamit." Jiyeon beranjak dari tempat duduknya, sementara itu, Yoona mendesah kasar dan menyandarkan punggungnya pada kursi kerjanya.
...
Semua yang telah terjadi pada Jiyeon telah membuatnya pusing berat. Di dalam ruangannya, Jiyeon hanya berdiam firi memikirkan masalah yang tak henti-hentinya melanda pikiran dan batinnya. "Aku harus melaksanakan pertunanganku dengan Lay oppa secepat mungkin. Ya, aku akan keluar dari kehidupan Kris dan menjaga perasaan Yoong eonni," lirih Jiyeon pada dirinya sendiri.
Jiyeon tampak sedang mengetikkan sesuatu melalui komputernya. Ia memikirkan sesuatu saat mengetik itu. Setelah hasil ketikannya diprint, Jiyeon memasukkan selembar kertas itu ke dalam amplop putih dan ia menuliskan kata "SURAT PENGUNDURAN DIRI".
Tak lama kemudian, Jiyeon keluar dari ruangannya menuju ruangan Kris. Saat melewati ruangan para staf penjualan, beberapa pasang mata memperhatikannya. Mungkin mereka berbisik, dialah pewaris tunggal perusahaan Park Corporation. Jiyeon sama sekali tak mempedulikan pandangan mereka padanya.
Tok tok tok!
"Masuk!" Terdengar suara berat dari dalam ruangan.
Cekleek! Jiyeon membuka pintu itu kemudian masuk dan menutupnya lagi.
Kris terkejut melihat kedatangan Jiyeon.
"Kau..."
"Maaf mengganggu waktumu, Direktur-nim. Aku hanya ingin menyampaikan surat ini padamu." Jiyeon yang sudah berdiri di depan meja Kris, memberikan amplop berisi surat pengunduran dirinya pada namja itu.
"Apa ini?" tanya Kris bingung.
"Kau bisa membacanya, Direktur-nim. Aku permisi."
Kris terkejut membaca kata-kata yang tertulis di amplop dari Jiyeon itu.
"Kau ingin kabur?" tanya Kris spontan.
Jiyeon menghentikan langkahnya meeuju pintu ruangan itu. Ia berbalik. "Bukan kabur, aku hanya ingin melepaskan diri dari orang yang sudah berkali-kali menyakitiku."
"Begitukah?" Kris bangkit dari duduknya. "Kalau begitu, maafkan aku, Jiyeon-a."
Jiyeon tak bergerak sedikit pun. Dia juga tak menatap Kris.
"Aku terlalu kecewa padamu. Simpan saja kata maafmu itu."
Kris menyobek surat pengunduran diri milik Jiyeon. "Lihat! Aku sudah menyobek surat pengunduran dirimu yabg telah kau berikan padaku. Kau tidak bisa berhenti tanpa itu."
Jiyeon menatap Kris sedingin es. "Kau menyobeknya atau tidak, aku akan tetap keluar dari perusahaan ini. Mian, aku hanya bisa membantumu sampai di sini. Aku tidak mungkin bekerja pada perusahaan yang ingin mencaplok perusahaan milik appaku."
"Mencaplok? Jiyeon-a, merger itu bukan hanya dari appaku melainkan dari semua pemegang saham. Mereka ingin perusahaan dimerger. Apa kau tidak tahu?"
"Hentikan omong kosongmu. Meskipun itu adalah ide dan keinginan dari para pemegang saham, setidaknya kau bisa menolak merger itu. Aku pamit."
Jiyeon melenggang pergi dan Kris hanya dapat menatap punggungnya.
'Mianhae, jongmal mianhae... ' batin Kris.
...
Jiyeon sedang berada di ruangannya. Lebih tepatnya mantan ruang kerjanya. Dia tengah memberesi semua alat tulis dan barang-barangnya dari meja itu. Semuanya, tanpa terkecuali. Saat sedang sibuk memberesi barang-barangnya, ponsel Jiyeon berdering.
"Yoboseo..." sapa Jiyeon melalui sambungan telepon tanpa melihat siapa yang meneleponnya.
"Jiyeon-a, nanti sore kau ada waktu?"
"Eoh, rupanya Yoong eonni. Tentu saja. Aku punya waktum memangnya ada apa?"
"Nanti sore aku tunggu di depan bioskop langganan kita. Ajak Lay juga, ne?"
Jiyeon menghentikan aktifitas beres-beresnya sejenak. Mengajak Lay? Ada apa gerangan?
"Ne, eonni. Aku akan segera menghubungi Lay oppa. Semoga dia punya waktu."
"Gomawo, Jiyeon-a."
Klik.
Jiyeon telah selesai memberesi barang-barangnya. Tak lama kemudian, dia keluar dari ruang staf penjualan. Semua mata menatap kepergiannya. Mereka tidak tahu apa alasan Jiyeon keluar dari DG. Tetapi mereka dapat mengira-ngira kalau Jiyeon keluar karena kejadian kemarin waktu meeting.
"Jiyeon-a, eodikka?" tanya Ahreum pada Jiyeon yang sudah menapaki lantai depan ruang staf pemasaran.
Jiyeon hanya tersenyum tipis. "Aku ada proyek lain yang mengharuskanku keluar dari sini."
"Yaak, kau belum mengembalikan sepatuku. Mana bisa kau pergi begitu saja, eoh?"
"Mian, Ahreum-a. Besok aku twmui kau di restoran Jerman untuk mengembalikan sepatumu."
"Aku akan sangat merindukanmu, Joyeon-a," kata Ahreum yang langsung memeluk Jiyeon erat-erat hingga Jiyeon terpaksa meletakkan barang-barangnya di atas lantai.
Tap tap tap!
Jiyeon sampai di tempat parkir. Dia segera memasukkan kardus yang berisi barang-barangnya ke dalam mobil. Isinya terlalu banyak hingga terlalu berat jika berlama-lama diangkat. "Ternyata barangku banyak sekali..." gumam Jiyeon.
"Omo! Aku hampir lupa."
Tut tut tut...
"Yoboseo..." Terdengar suara namja di ujung telepon.
"Oppa, nanti sore ada waktu?" tanya Jiyeon to the point .
"Yaak, apa-apaan ini? Kau meneleponku atau menodongku atau bertanya padaku?"
"Semuanya."
"Kebetulan hari ini aku pulang agak siang karena meeting untuk nanti sore ditunda. Kenapa?"
"Oppa, mari bertemu di depan bioskop di pusat kota. Aku tunggu di sana. Oke?"
"Aku jemput kau. Jangan ke mana-mana!"
"Yaak, oopa, apa-apaan ini? Aku sedang di luar. Kita bertemu di sana saja. Annyeong..."
Klik!Tbc deeeeh....^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving You [Complete]
FanfictionTitle: Loving You Poster & Story are mine Main Cast: Park Jiyeon | Wu Yi Fan a.k.a Kris | Im Yoona | Zhang Yixing Other Cast: Lee Ahreum | Ryu Hyoyoung '5Dolls'| Lee Junho '2PM' Genre: A little marriage life | Romance | Hurt/Comfort | AU | Angst Rat...