Loving You 12 End

1.4K 51 15
                                    

Tok tok tok!
Kris diam bergeming di atas kursi kerjanya. Kedua sikunya disejajarkan di atas meja dan kepalanya tertunduk. Ia sama sekali tidak peduli pada seseorang yang telah mengetuk pintu ruangannya.
"Hyung, kau di dalam?" Suara Kyungsoo sedikit menggema dan tak sukses membuat Kris mendongakkan kepalanya. Karena tak ada jawaban, akhirnya Kyungsoo masuk begitu saja. Ia juga tak peduli jika Kris akan marah padanya karena masuk ke dalam ruangannya meskipun tidak diminta untuk masuk.
Ceklek!
Tap tap tap!
"Ini berkas ekspor ke Jepang. Aku telah menyusun laporannya sesuai dengan keinginanmu, Hyung." Kyungsoo meletakkan berkas itu di atas meja Kris. "Hyung!" seru Kyungsoo pada Kris yang masih menundukkan kepalanya.
"Gomawo, kau boleh pergi." Terdengar suara Kris yang meminta Kyungsoo untuk segera meninggalkan ruangannya.
"Baiklah. Panggil aku jika ada apa-apa. Aku pergi." Kyungsoo pun meninggalkan Kris sendirian di ruangannya. Ia tahu kalau saat ini Kris sedang stres memikirkan banyak masalah yang menghampiri dirinya.
Setelah kepergian Kyungsoo, Kris mendongakkan kepalanya. Airmata membasahi wajah tampan itu. Ya, basah dan memerah. Itulah yang terjadi pada wajah Kris. 'Aku tidak bisa menikah dengan Yoona. Dia adalah sepupuku, sama seperti Yixing. Bagaimana mungkin aku menikah dengan sepupuku sendiri?' batin Kris.
...
Pagi ini terdapat semburat kebahagiaan di wajah Yoona dan Jiyeon. Mereka berdua sarapan bersama di ruang makan. Di ruang itu, Tuan Park juga telah bersiap menyantap sarapan. Dia terkejut melihat kehadiran Jiyeon di tengah-tengah keluarga. Jiyeon tersenyum senang melihat ayahnya dalam keadaan baik-baik saja.
Empat orang anggota keluarga Park tengah menikmati sarapan bersama. Moment seperti ini yang sangat ditunggu-tunggu oleh mereka.
"Jiyeon-a, ayah senang kau kembali ke rumah. Kau juga telah membereskan masalah perusahaan kita."
Jiyeon menatap ayahnya. "Ayah, aku juga senang kembali ke rumah ini. Aku punya keluarga yang baik. Kenapa aku harus meninggalkan kalian? Aku tidak akan melakukannya lagi. Ah, masalah perusahaan sudah beres. Untung ada keluarga Lay oppa. Oh ya, dia ingin ayah menjadi salah satu direktur di perusahaan."
Uhuukk!!
"Eomma, gwaenchanayo?" tanya Yoona pada ibunya yang terbatuk saat minum air putih.
Heemm! Nyonya Park berdehem untuk menormalkan keadaan tenggorokannya akibat terbatuk tadi. "Gwaenchana."
Jiyeon menatap ibu tirinya dengan sayang. "Eomma, hati-hati. Jangan sampai tersedak lagi."
"Ah, ne. Gomawo, Jiyeon-a." Nyonya Park minum air putih itu lagi. Tak ada yang tahu kalau Ny. Park tersedak karena ucapan Jiyeon yang mengejutkannya. Pikirannya meracau ke mana-mana. Mana mungkin mantan suaminya bisa bekerja dalam satu kantor dengan suaminya yang sekarang? Tuan Zhang adalah mantan suaminya sekaligus calon besan dari putri tirinya. Di sisi lain, dia adalah ayah kandung Yoona. Berarti, Lay akan menikah dengan adik tiri dari kakaknya. Untunglah Yoona dan Lay bukan saudara kandung meskipun mereka memiliki darah dari seorang ayah yang sama.
"Eomma, apa yang sedang eomma pikirkan?"
Pertanyaan Yoona berhasil membuyarkan pikiran Ny. Park.
"Ah, anhiyo. Eomma hanya membayangkan bagaimana ayahmu menjadi seorang direktur."
"Kenapa harus dibayangkan? Aku malah pernah menjadi office boy saat masih bujangan." Tuan Park tertawa lepas, menganggap ada hal lucu yang bisa ia tertawakan.
Yoona dan Jiyeon melanjutkan menyuap makanan dari sendok mereka masing-masing.
Kriiing!!
"Aku saja yang mengangkatnya." Jiyeon buru-buru berdiri lalu berlari menghampiri telepon rumah yang berada pada jarak 6 meter dari tempatnya semula. "Yoboseo..." ucapnya sopan.
"I, iye... akan aku sampaikan sekrang juga. Gamsahamnida..." Jiyeon menutup telepon. Ia berjalan menuju meja makan dengan langkah ragu-ragu. Setelah menerima telepon itu, ekspresi wajahnya sangat berbeda dari sebelumnya.
"Yaak! Wae gurae? Kenapa ekspresimu seperti itu?" tanya Yoona yang baru saja selesai sarapan.
Jiyeon duduk di tempatnya. "Ah, anhiyo, eonni." Dia seakan menyembunyikan sesuatu dari Yoona, ayah dan ibunya. "Appa, telepon yang tadi... mmm, telepon tadi dari asisten CEO Wu. Dia memberitahu bahwa nanti malam mereka akan datang ke rumah ini untuk membicarakan pernikahan eonni dengan Kris." Jiyeon merasa lega sekalo setelah menyampaikan pesan itu. Ia takut perasaannya pada Kris yang masih tertinggal di hatinya akan menghalanginya menyampaikan pesan itu.
"Mwoya? Apa-apaan ini?" seru Yoona emosi.
Tiga pasang mata memandang aneh ke arah Yoona.
"Tolong jangan menatapku seperti itu," pinta Yoona pada ketiga anggota keluarga yang lain.
Jiyeon dan Ny. Park mengalihkan pandangan mereka pada santapan pagi yang terlihat menggiurkan.
"Aku tidak mau menikah dengan Kris!" ketus Yoona.
Satu kalimat yang keluar dari mulut Yoona berhasil membuat tiga orang tercengang seketika.
"Apa maksudmu?" tanya Tuan Park.
"Aku tidak mau menikah dengan laki-laki yang berasal dari DG, Appa. Aku bersedia menikah dengan orang lain asalkan tidak ada hubungannya dengan DG. Mereka adalah orang-orang yang kejam dan tidak memiliki hati nurani. Lagipula, bukan hanya itu alasanku menolak pernikahan itu."
"Ada lagi? Katakan!" perintah Tuan Park yang masih bisa menahan emosi.
"Aku tidak mau menikah dengan Kris karena aku tidak merasa cocok dengannya. Selain itu, Kris adalah...." Yoona melirik Jiyeon yang juga sedang menatap ke arahnya. "Kris adalah mantan suami Jiyeon."
Jlegerr!!
Bagai disengat petir di pagi hari, tuan dan nyonya Park kaget mendengar pernyataan aneh dari Yoona.
"Jelaskan apa maksudmu!" bentak tuan Park pada Yoona.
"Appa, aku pernah menikah dengan Kris waktu kami tinggal di Jerman. Lay oppa juga sudah tahu. Dia lah saksi dari pernikahan kami, Appa," aku Jiyeon di depan semua anggota keluarganya.
"Apa! Berani-beraninya kau membohongi kami!" bentak tuan Park yang langsung naik pitam.
Jiyeon dan Yoona tersentak kaget. Mereka tak kuasa menahan air mata. Tuan Park bangkit dari duduknya lalu berjalan ke arah Jiyeon.
"Berdiri! Aku perintahkan kau untuk berdiri!"
Jiyeon mengangkat tubuhnya dan menundukkan kepalanya. Dia menangis sesenggukan karena baru kali ini ayah kandungnya membentak sekeras ini. "Maafkan aku, Appa. Maafkan aku. Aku tidak bermaksud membohongi Appa. Aku kira pernikahan kami akan bertahan lama. Jadi, kami tidak memberitahukan pernikahan kami pada siapapun. Saat itu aku mengira pada saat pulang ke Korea, aku bisa pulang bersama suamiku. Tapi ternyata semua hanya harapan semu. Semuanya hanya dalam anganku. Kami tidak memberitahu keluarga di Korea karena ingin memberikan kejutan. Tapi tak lama setelah kami menikah, Kris selingkuh dan akhirnya kami bercerai. Sampai saat ini aku masih menyimpan rahasia ini. Aku sudah mengatakannya pada Yoong eonni."
"Bagus! Jadi, kalian bersekongkol untuk membohongiku? Kalian benar-benar keterlaluan!" Tangan kanan tuan Park sudah melayang di udara kosong untuk menampar Jiyeon. Beruntung Yoona menahan tangan itu.
"Appa, aku mohon jangan pukul Jiyeon. Jangan pernah memukulnya. Penderitaannya sudah terlalu banyak. Semua itu sudah terjadi. Seharusnya kita menyikapi apa yang akan terjadi. Bukan menyiksa diri dengan kenangan masa lalu. Jiyeon pasti sakit hati melihat aku dijodohkan dengan Kris. Jika aku berada di posisi Jiyeon, aku yakin tidak akan sanggup menahan sakit. Tapi Jiyeon bisa tegar dan tabah. Dia sudah terlalu banyak menderita tapi tetap tegar, Appa. Seharusnya kau bangga padanya. Putri kandungmu cantik, cerdas, dan tak sedikit orang yang ingin memilikinya. Jika kau ingin menyalahkan seseorang, salahkan Kris. Dia yang menyakiti kedua putrimu." Yoona berusaha mengatur nafasnya dalam isakan tangis dan kata-katanya.
"Sudahlah, Yeobo. Jangan mengungkit kejadian yang telah lalu. Sekarang kita bisa menolak pernikahan Yoona dan Kris." Nyonya Park sangat setuju jika pernikahan itu dibatalkan.
"Kepalaku serasa ingin pecah. Kalian berdua keterlaluan!" seru tuan Park yang menjejalkan bokongnya di atas kursi di samping Jiyeon.
Jiyeon dan Yoona berpelukan dalam tangis. Nyonya Park membelai rambut kedua putrinya.
"Aku akan menikah dengan Lay oppa. Tolong nikahkan aku sesegera mungkin, Appa," lirih Jiyeon dengan kesadaran penuh.
"Jiyeon-a, apakah kau sudah yakin?" tanya Yoona.
Jiyeon mengangguk. "Aku lebih memilih menikah dengan Lay oppa dari pada Kris. Aku sadar bahwa hidup tidak bisa menjadi taruhan. Aku harus bisa hidup bahagia. Aku yakin kebahagiaan itu ada bersama Lay oppa."
...
Matahari perlahan-lahan meninggi dan memberikan sinarnya terlalu intens pada penduduk bumi. Pagi berubah menjadi siang. Pada siang ini, Jiyeon sengaja mendatangi Lay di apartemennya. Berulang kali Jiyeon memencet bel di depan pintu apartemen Lay namun tak ada jawaban atau apapun dari dalam apartemen itu. Selama menunggu pintu dibuka oleh Lay, Jiyeon teringat kemarahan ayahnya tadi pagi. Dia menggelengkan kepalanya untuk mepupakan kejadian itu. "Tidak boleh, lupakan jika terlalu sakit di hati."
Jiyeon pov
Kenapa Lay oppa tidak segera membuka pintu? Apakah oppa tidak ada di dalam? Ah, tidak mungkin. Para karyawan di kantor bilang kalau oppa tidak masuk kerja hari ini. Lalu di mana dia berada?
Cekleeek!
Akhirnya oppa membuka pintunya.
"Oppa, kenapa lama sekali?" tanyaku pada Lay oppa yang sedang memegang kepalanya. "Omo! Apakah oppa sakit?" Aku menempelkan punggung tanganku pada dahi oppa. Sedikit demam.
"Aku baik-baik saja. Kau tidak perlu berlebihan seperti itu." Lay oppa memegang tanganku yang tadi menempel pada dahinya. "Ada apa pagi-pagi datang kemari?"
"Ada yang ingin aku bicarakan, oppa."
"Gurae, masuklah. Tidak enak dilihat oleh orang yang lewat." Lay oppa membuka pintu itu lebar-lebar.
Dukk!!
Bruukk!!
"Auw!"
"Waeyo?"
Aku meringis kesakitan. Kakiku tersandung lantai yang entah kenapa aku baru menyadari kalau tinggi lantai depan di apartemen Lay oppa tidak sama. Memalukan sekali jatuh di depan Lay oppa.
"Jiyeon-a, gwaenchanayo?" Lay oppa membungkukkan badannya ke arahku. Aku mendongakkan kepala. Omo! Baru kali ini aku menatap wajah oppa sedekat ini. Ternyata dia sangat tampan bahkan aku rasa Kris kalah tampan dengan Lay oppa. Aigoo, Jiyeon-a, kenapa aku baru sadar kalau Lay oppa begitu tampan dan baik?
Ya Tuhan... aku tidak akan menyesal menikah dengannya.
"Oppa, ternyata kau tampan juga."
"Apakah dulu kau pikir aku ini cantik?" sahut oppa.
"Yaak! Aku serius," seruku kesal. "Ish!"
Lay oppa malah tersenyum padaku. "Kemarilah! Aku akan memapahmu."
"Oppa, kau yang sakit. Tapi malah kau yang memapahku."
"Kau yang bilang kalau aku sakit. Bukan aku sendiri. Sok tahu."
Laki-laki ini rupanya bisa menjengkelkan. "Oppa! Kemarilah, dekatkan wajahmu. Aku ingin melihat wajahmu dari dekat. Jangan-jangan ada jerawat di kulit wajahmu."
"Opso."
"Kemarilah! Biar aku lihat." Aku memaksa Lay oppa untuk mendekatkan wajahnya dengan wajahku. Omo! Ternyata berhasil. Kami tak sengaja mendekatkan wajah sedekat ini. Wajahku dan wajah oppa hanya berjarak 5 cm. Aku gugup. Sungguh, aku gugup. Mata kami saling menatap.
Setelah sekian detik, aku merasakan sesuatu sedang terjadi pada bibirku. Entah siapa yang memulai, bibir kami saling berpaut dan melumat. Aku dapat merasakan tekstur lembut bibir oppa. Ini adalah ciuman pertama kami berdua.
"Kau tahu? Ini adalah ciuman pertama dalam hidupku," lirih Lay oppa setelah melepaskan bibirnya dari bibirku.
Aku tersenyum lalu mengecup bibirnya lagi. Kami pun melakukan aksi kissing di belakang pintu apartemen Lay oppa. Kesedihanku akibat bentakan dari appa pagi tadi hilang seketika karena Lay oppa.
Jiyeon pov end.
"Aku tidak akan bertanya padamu lagi, apakah kau mencintaiku atau tidak," kata Lay lirih disusul senyum bahagianya. "Ah, ada sesuatu yang ingin ku berikan padamu." Lay mengeluarkan sebuah kotak kecil yang diletakkan di atas nakas.
Jiyeon melihat kotak yang diambil oleh Lay. Kedua matanya terbelalak saat melihat Lay mengeluarkan isi dari kotak itu. Sebuah kalung berliontin gambar hati diberikan oleh Lay untuk Jiyeon.
"Aku belum pernah memberikan sesuatu untukmu, Jiyeon-a. Semoga kau menyukai kalung ini." Lay melingkarkan kalung emas super indah di leher jenjang Jiyeon.
"Oppa, aku benar-benar bahagia. Semua ini tidak akan pernah aku lupakan." Jiyeon memeluk Lay erat-erat seakan tak ingin melepaskan tubuh calon suaminya itu.
...
CEO Wu membentak-mbentak tak karuan. Semua staf tidak ada yang berani mendekatinya. Wajahnya merah padam dan kelihatan beringas. Semua benda yang ada di sekitarnya telah hancur dibanting sekeras-kerasnya.
"Ayah!" Kris masuk ke dalam ruangan ayahnya yang tak nampak seperti sebuah ruangan CEO, malah tepatnya seperti sebuah kapal pecah.
"Berani sekali kau masuk ke sini!" bentak CEO Wu.
"Ada apa, Ayah?" Kris bingung dengan situasi itu. Dia baru saja tiba di kantor dan langsung mendapat laporan dari salah satu staf kalau CEO Wu mengamuk tak karuan di dalam ruangannya. "Tenanglah, Ayah. Jangan seperti anak kecil!"
CEO Wu malah memandang Kris dengan memelototkan kedua bola matanya. Ia sekan ingin menerkam putra semata wayangnya itu. "Ini ulah siapa? Pasti kau yang membatalkan pernikahan itu. Iya, kan?"
"Pernikahan siapa? Pernikahanku?"
"Jangan berpura-pura bodoh, Yi Fan. Kau datang sendiri ke kediaman keluarga Park dan membatalkan pernikahan itu, kan?"
"Sadarlah, Ayah. Tadi pagi aku ada di apartemen. Aku beres-beres di sana. Memangnya ada apa?"
"Keluarga Park menolak untuk menikahkan Yoona denganmu."
"Mwo? Baguslah!" Kris terkejut namun dalam hati, ia sangat bersyukur. Pasti Yoona yang menolaknya. "Kalau begitu jangan paksa mereka. Di mana harga diri kita? Jika ayah ingin bekerja sama dengan kerabat mendiang Tuan Im, pastinya ada cara lain. Jangan paksakan kami untuk menikah. Pernikahan ini tidak akan terjadi. Jika ayah menghendaki, aku akan pergi ke China untuk bernegosiasi langsung dengan keluarga Im. Perusahaan pusat mereka ada di Beijing."
CEO Wu menatap Kris tanpa berkedip. "Kau yakin?"
"Kenapa tidak? Aku akan membahagiakan ayah. Asalkan jangan memaksaku menikah dengan Yoona."
"Baiklah, pergilah ke sana secepatnya. Aku akan meminta bagian keuangan dan administrasi untuk mengurus semuanya. Kita adakan kerja sama dengan mereka."
"Ada satu hal lagi yang aku minta padamu, Ayah. Tolong jaga sikap baik Ayah dengan paman Zhang. Aku dan Yixing adalah saudara sepupu yang dekat. Aku tidak mau hubungan keluarga kita dengan keluarga mereka hancur karena bisnis. Aku akan mengajak Yixing untuk menemui kerabat mendiang tuan Im. Yixing tahu seluk beluk perusahaan itu. Dia pasti akan bersedia jika aku yang meminta padanya."
"Bagus! Kenapa tidak dari dulu kau lakukan itu?" Pergilah! Hubungi Yixing sekarang juga."
Kris melangkah keluar dari ruangan yang nampak kacau balau itu. Dia menghembuskan nafas kasar. Untungnya tadi dia memiliki ide seperti itu. Tigasnya sekarang adalah menghubungi Lay dan mengajaknya terbang ke China.
Tut tuut tut!
"Hyung, ada apa? Tumben kau meneleponku."
"Yixing-a, ada yang ingin aku bicarakan denganmu."
"Bicara di sini saja, Hyung. Hari ini aku sibuk sekali dan tidak ada waktu untuk bersantai. Kau pasti ingin membicarakan sesuatu yang penting."
"Eoh, baiklah."
Akhirnya Kris menceritakan apa saja yang ada di dalam pikirannya. Dia ingin mengajak Lay untuk bernegosiasi dengan kerbat mendiang tuan Im di China.
"Baiklah, aku akan membantumu sebisaku, hyung. Kebetulan aku juga ingin peegi ke China untuk meeting dengan mereka."
"Gomawo, Yixing."
Tut!
Kris tersenyum senang. Lay memang orang yang sangat baik. DG bisa disebut musuh perusahaannya tapi namja bernama Lay itu tetap bersedia membantunya untuk bisa bekerja sama dengan perusahaan Im.
...
Jiyeon sibuk dengan berkas-berkasnya yang baru saja dia temukan di dlm laci nakas di dalam kamar apartemen Lay. "Oppa, malam ini keluarga kita akan bertemu untuk membahas masalah pernikahan. Kau akan datang juga, kan?" Jiyeon bicara dengan Lay melalui sambungan telepon.
"Malam ini?" Lay hampir lupa tentang pertemuan kedua keluarga nanti malam. "Ah, benar juga."
"Ada apa?" tanya Jiyeon lagi.
"Anhi," jawab Lay ragu karena dia baru saja mengirim pesan pada Kris. Mereka akan bertemu nanti malam untuk membahas rencana bisnis ke negeri bambu, China. "Mian, Jiyeon-a. Nanti malam aku ada meeting dengan rekan kerja dari China. Orangtuaku pasti datang. Mereka akan memastikan pernikahan kita dilaksanakan secepatnya. Jangan khawatir yaa...."
Jiyeon berdiri di belakang pintu apartemen Lay. Dia teringat sesuatu. "Ah, ya, gwaenchana, Oppa," jawabnya sembari berjalan menuju lemari baju milik Lay yang terbuat dari kayu pilihan yang tak mudah dimakan ngengat.
"Gurae, aku akan istirahat sekarang," kata Lay untuk menutup percakapan mereka.
"Okay, see you, Oppa."
Klik!
Jiyeon memutuskan sambungan telepon. Saat ini yeoja cantik itu siap untuk mencari sesuatu yang ia butuhkan. Ya, catatan ukuran baju Lay yang sudah diukur oleh desainer langganannya. Jiyeon berencana memesan baju pengantin yang akan dibuat langsung oleh seorang desainer handal kenalannya. Maka dari itu, ia membutuhkan catatan ukuran baju milik Lay supaya calon suaminya itu tidak perlu pergi ke butik bersamanya.
"Bukankah aku sangat perhatian padamu, Oppa? Hal sepele seperti ini saja aku bisa menanganinya sendiri. Kau adalah orang paling sibuk di perusahaan. Untuk saat ini, urusi perusahaanmu dulu, Oppa. Suatu saat kita akan bersenang-senang," gumam Jiyeon dengan wajah sumringah. Dia telah membuka semua pintu lemari baju milik calon suaminya.
"Waaah! Daebak! Lay oppa, kau benar-benar laki-laki yang perfect. Pakaianmu tertata rapi dan aromanya begitu harum." Jiyeon menggelengkan kepalanya pelan. Ia tidak percaya kalau Lay lebih rapi dan sangat menjaga kebersihan, berbeda sedikit dengannya. "Aku kalah darimu, Oppa."
Jiyeon mencari catatan yang tertulis pada selembar kertas. Banyak sekali kertas di dalam laci lemari Lay. Jiyeon harus membuka lipatan kertas-kertas itu agar ia bisa menemukan catatan ukuran yang dicarinya. "Susah sekali. Kertas-kertas ini untuk apa?" Jiyeon membaca kertas-kertas itu satu per satu. Saat ia membaca lembaran kertas yang keempat belas, kedua matanya terbelalak. Kertas itu jatuh dari tangannya. Jiyeon terduduk lemas di atas lantai keramik yang dingin. "Tidak mungkin. Ini tidak boleh terjadi." Airmata meleleh tanpa permisi dan langsung jatuh membasahi lantai.
Kriiing!!
Ponsel yang masih digenggamnya berdering hingga membuatnya terlonjak kaget bahkan jantungnya terasa ingin lepas jatuh dari tempatnya.
"Yoboseo...."
"Jiyeon-a, kau sudah menemukannya?"
"Ne, Oppa. Hmmm, nanti malam apakah Oppa benar-benar tidak ada waktu?"
"Ada apa? Untuk masalah lamaran, aku sudah menyerahkannya pada orangtuaku."
"Oh, begitu. Anhiya, aku hanya ingin mengobrol langsung denganmu. Tapi jika Oppa tidak ada waktu juga tidak masalah."
"Neo gwaenchana?"
"Eoh, gwaenchanayo. Oppa, jagalah kesehatanmu. Hati-hati saat melakukan apapun!"
Lay mengerutkan dahinya. Tumben Jiyeon berpesan seperti itu. "Eoh, araseo. Sudah dulu. Jaga dirimu baik-baik."
"Ne, Oppa."
Klik!
Jiyeon menarik nafas panjang dan melepaskannya kasar. Ia melakukan hal itu hingga beberapa kali. Dengan tangan kanannya, Jiyeon mengusap airmata yang sempat membasahi wajah cantik itu. "Aku akan menjagamu, Oppa. Kau akan baik-baik saja bersamaku. Jika saja aku mengetahui hal ini lebih awal, pasti hari ini aku sudah resmi menjadi istrimu. Kenapa Tuhan menakdirkanmu seperti itu?"
...
Malam harinya, sesuai rencana kedua keluarga yaitu keluarga Park dan keluarga Zhang, acara lamaran pun dimulai. Keluarga Zhang datang tepat waktu di kediaman keluarga Park. Kedua keluarga duduk bersama di ruang tamu dengan jamuan yang istimewa. Tak lupa, Jiyeon dan Yoona menyiapkan penampilan mereka untuk menyambut calon mertua Jiyeon agar kesan kedua orangtua Lay terhadap mereka tidak seburuk yang dikatakan oleh CEO Wu.
"Putri-putri Anda cantik sekali, Tuan Park," puji Ny. Zhang dengan senyum menawan. Sedangkan Tn. Zhang dan Ny. Park (alias mantan istrinya) hanya tersenyum tipis.
Selama dua jam, kedua keluarga membahas pernikahan Lay dengan Jiyeon yang diputuskan akan diselenggarakan pada hari Selasa minggu depan. Jika hari ini adalah hari Rabu maka enam hari lagi Lay dan Jiyeon akan menikah.
Setelah acara lamaran selesai, Tn. Zhang dan Ny. Park bicara empat mata untuk membahas pernikahan Lay dan Jiyeon. Ya, dulunya mereka berdua adalah mantan suami-istri namun kini mereka adalah calon besan. Beruntung Jiyeon bukanlah anak kandung Ny. Park (dulunya Ny. Im).
"Aku sedikit lega setelah mendengar bahwa Lay akan menikah dengan Jiyeon. Apa jadinya kalau Lay menikah dengan Yoona." Tuan Zhang membuka percakapan.
"Benar. Tapi yang aku pikirkan saat ini bukanlah masalah Lay dan Jiyeon melainkan Kris dan Yoona. Yoona telah menolak perjodohannya dengan Kris, begitu juga dengan suamiku. Dia sama sekali tidak bisa merelakan Yoona menjadi menantu keluarga Wu."
"Aku tahu hal itu pasti sulit untuk keluarga kalian. Aku juga menyadari bahwasanya CEO Wu sangat keras hati. Meski aku adalah adik sepupunya, aku tidak memiliki kedekatan dengan keluarganya karena mereka menganggap keluargaku seperti musuh. CEO Wu pernah menjelek-jelekkan Lay di depan mataku. Tapi untungnya putraku bukan tipikal orang yang mudah terpancing emosi dan labil. Aku bangga padanya. Dia bisa menjadi laki-laki yang bijak."
"Aku rasa CEO Wu bertekad menjodohkan Yoona dengan Kris hanya demi perusahaan."
"Maksudmu apa?" tanya tuan Zhang.
"Dia ingin sekali mendapat lampu hijau berbisnis dengan keluarga mendiang suamiku, CEO Im. Aku tahu hal ini tentu saja dari saudara-saudaraku di China. Mereka mengatakan kalau DG akan menempuh cara apapunagar bisa menjalin kerja sama dengan kami."
Tuan Zhang menggelengkan kepalanya karena tidak percaya sebegitu buruk sifat dan sikap kakak sepupunya.
...
Lay belum mengetahui perihal hari pernikahannya yang sudah di ambang pintu. Dia malah berencana menemani Kris pergi ke China selama beberapa hari untuk menjalin kerja sama dengan keluarga Im.
Hari ini dia berniat berangkat ke China namun Kris menundanya. Kris bilang bahwa mereka berdua akan berangkat besok.
"Yak, Yixing-a! Aku masih menyiapkan hal-hal yang aku perlukan. Jadi, kita berangkat besok pagi. Eotte?"
"Aku tidak bisa, Hyung. Pernikahanku 5 hari lagi. Apakah kau sudah gila membawa calon mempelai laki-laki kabur ke China?"
"Bukannya begitu. Baiklah, nanti malam kita berangkat. Dua hari di sana sudah cukup, kan?"
"Terlalu cukup!" jawab Lay sedikit kesal.
"Yixing-a, apakah kau benar-benar mencintai Jiyeon?"
"Kenapa kau bertanya tentang hal itu? Tentu saja aku mencintainya. Aku harap kau tidak merebutnya dariku."
"Tenang saja, aku sudah menerima kenyataan bahwa cinta tak dapat memiliki, tak dapat dipaksakan. Aku telah melukai Jiyeon, maka dari itu kau harus bisa membahagiakannya.
"Pasti," jawab Lay singkat.
...
Tok tok tok!
Jiyeon mengetuk pintu apartemen Lay. Selama menunggu Lay membukakan pintu untuknya, Jiyeon bernyanyi lirih untuk menghibur dirinya sendiri. "Lama sekali? Apakah Oppa sedang mandi?"
Tap tap tap!
Suara hentakan sepatu terdengar jelas melalui indera telinga milik Jiyeon. Ia menoleh ke sebelah kiri di mana seorang laki-laku jakung tengah melangkahkan kakinya menyelusuri lorong apartemen itu.
"Jiyeon-a, kau juga di sini?"
Jiyeon terkejut melihat mantan suaminya mendatangi calon suaminya. "Eoh, wae?"
"Tidak ada apa-apa."
Jiyeon melihat penampilan Kris. Laki-laki itu membawa koper berukuran sedang dan pakaian yang sangat rapi. "Apakah kau ingin bepergian?" tanya Jiyeon.
Kris tersenyum. "Eoh, tentu saja."
Cekleekk!
Terdengar suara pintu terbuka. Jiyeon dan Kris harus kecewa karena pintu yang terbuka adalah pintu apartemen sebelah, yakni apartemen milik Hyoyoung.
Hyoyoung melangkah keluar dari apartemennya. Dia melongo melihat Kris yang berpakaian rapi sedang berdiri di depan matanya. "Oppa!" serunya.
"Hyo, Hyoyoung-a, kau di sini?"
"Ne. Aku tinggal di sini," jawab Hyoyoung yang tak berkedip sedikit pun dari pandangannya pada sosok Kris. "Oppa mau ke mana?"
Jiyeon menatap Kris dan Hyoyoung bergantian. Sebenarnya rasa sakit akibat ulah Kris masih tersisa di dalam hatinya namun ia berusaha untuk membuangnya. "Selesaikan urusan kalian berdua! Jarang-jarang kan bisa bertemu dengan mantan kekasih?" sindir Jiyeon.
"Aku rasa semuanya sudah selesai," sahut Kris.
"Apanya yang selesai? Kau kabur begitu saja. Kenapa kau menyebut masalah itu sudah selesai? Aigoo, Wu Yi Fan-ssi, kau pandai sekali berdusta!"
Plakk!
Tamparan dari Jiyeon mendarat mulus di pipi Kris. Hyoyoung tersentak kaget.
"Jiyeon-ssi, keumanhe!"
"Dia pantas mendapatkannya. Dulu aku belum sempat memberinya pelajaran. Sekarang lah saatnya membalas dendam," kata Jiyeon dengan tegas.
"Membalas dendam?"
"Ne, Hyoyoung-ssi. Aku adalah mantan istrinya saat di Jerman. Pernikahan kami bubar karena ulahnya."
"Jadi, kau adalah orang yang pernah mengangkat telepon dariku? Kau bercerai dengannya gara-gara aku?"
Cekleeekk!!
Lay muncul dari balik pintu. "Mian, Jiyeon-a. Tadi aku.... Oh, Hyung! Kau sudah siap?"
Jiyeon mengalihkan tatapannya dari Lay ke Kris lalu balik lagi menatap Lay. "Siap? Untuk apa? Kalian mau ke mana?"
Lay tersenyum. "Kami akan pergi ke China. Aku akan menemani Kris Hyung ke sana, sekalian menjemput nenek."
"Oppa! Bisakah kau tidak menuruti Wu Yi Fan? Meskipun kau sepupunya, kau tidak usah sepatuh itu pada laki-laki yang sudah kurng ajar seperti dirinya." Jiyeon mulai khawatir. Dia membicarakan masalah pribadi dengan Lay di hadapan Kris dan Hyoyoung.
"Gwaenchana. Kau jangan berlebihan begitu. Sebelum hari pernikahan kita, kau harus berdiri di sini untuk menyambutku." Lay merasa tidak enak terhadap Kris dan Hyoyoung karena Jiyeon telah menjelek-jelekkan Kris.
"Kenapa kau tidak membicarakannya denganku?" tanya Jiyeon. "Jangan-jangan semalam kalian membicarakan ini?
"Eoh, tapi hanya sebentar karena mitraku dari Jepang mendadak ingin bertemu," jawab Lay.
Jiyeon tidak percaya bahwa sekarang Kris mulai mengganggu Lay dengan urusan pribadinya, lebih tepatnya urusan perusahaannya sendiri. Kris bahkan tak pernah sekali pun menginjakkan kakinya di perusahaan Lay. Jiyeon gemes pada kelakuan Kris yang dianggap keterlaluan. Jiyeon menatap Kris. "Selesaikan dulu urusanmu dengan Ryu Hyoyoung baru kau bisa pergi dengan Lay oppa," ketus Jiyeon kesal.
"Jiyeon-a...." lirih Lay.
"Sudahlah, Oppa. Biarkan saja. Ayo kita masuk!" Jiyeon menarik lengan Lay untuk masuk kembali ke apartemennya. Lay hanya menurut. Dia akan melakukan apapun yang diminta oleh Jiyeon.
...
"Ke mana kau pergi waktu itu, Oppa?" tanya Hyoyoung pada Kris.
"Mianhae. Waktu itu aku sangat stres. Jadi...."
"Jadi kau langsung meninggalkanku? Kau telah meninggalkan Park Jiyeon dan kau juga meninggalkanku? Cih! Kau benar-benar laki-laki berengsek! Akhirnya terbukti sudah kalau semua laki-laki itu kurang ajar! Kau dan Junho sama saja!"
"Junho?"
"Ya, stafmu yang bernama Lee Junho adalah kekasihku yang sekarang telah meninggalkanku, sama seperti apa yang kau lakukan terhadapku beberapa tahun lalu."
"Lalu sekarang apa maumu?" tanya Kris yang sudah tidak tahan berada di depan Hyoyoung yang sedang menginterogasinya.
"Aku hanya ingin kau mengakui semua kesalahanmu."
"Baiklah, aku minta maaf. Semuanya salahku."
Hyoyoung tidak percaya pada apa yang didengarnya. Menurutnya, permintaan maaf itu sudah terlambat, malah sangat terlambat. Mudah sekali Kris mengucap maaf untuk semua kesalahan yang telah ia perbuat. "Maaf dari mulutmu tak dapat mengobati hatiku yang beku bertahun-tahun. Apakah hanya itu yang bisa kau lakukan untuk menebus kesalahanmu?"
"Young-a, aku sedang terburu-buru. Ah, ada satu hal yang mengganggu pikiranku. Apa yang telah kau bicarakan dengan Jiyeon?" Kris menatap Hyoyoung nanar.
"Tidak ada satu hal yang luput dari pembicaraanku dengannya. Intinya, aku mengatakan semuanya berdasarkan fakta. Aku telah membeberkan perbuatanmu yang merayuku saat kalian masih menjadi suami-istri."
"Mwoya?" Kris kaget. "Jadi, waktu itu Jiyeon sudah tahu semuanya? Dia sudah tahu kalau...."
"Ya," sela Hyoyoung kesal. "Aku harap di kesempatan lain dan di kehidupan mendatang, aku tidak bertemu dengan laki-laki sepertimu, Wu Yi Fan!" Hyoyoung mengayunkan kakinya dan pergi dari hadapan Kris. Sedangkan Kris hanya tertegun mendengar semua pernyataan dari Hyoyoung.
...
Satu jam kemudian.
Kris telah menyelesaikan urusannya dengan Hyoyoung. Lay pun meminta Jiyeon untuk mengijinkannya pergi ke China selama dua hari. Setelah urusan bisnis mereka selesai, Lay berjanji pada Jiyeon bahwa mereka akan pulang secepatnya.
Akhirnya Jiyeon mengijinkan calon suaminya pergi bersama mantan suaminya. Dia berharap tidak akan terjadi apapun yang buruk terhadap keduanya, yaitu Lay dan Kris.
Lay dan Kris berangkat ke bandara malam ini juga. Mereka sudah berpamitan kepada kedua orangtua. Untuk Lay, dia tidak lupa berpamitan pada calon mertuanya.
Bandara Incheon, Korsel.
Pesawat baru saja lepas landas dengan mulus. Jiyeon menatap pesawat yang semakin lama semakin meninggi. Tak lama setelah meninggi, pesawat itu kelihatan bergoyang dan kehilangan kendali.
Boom!!
Jiyeon membelalakkan kedua matanya saat melihat pesawat South Korea Airlines yang tiba-tiba jatuh setelah lepas landas. Ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Oppa!" seru Jiyeon histeris. Seketika itu ia langsung teringat akan penyakit yang diderita oleh Lay yaitu Bleed Disorder dan Hemofilia. Sekali saja Lay mendapat luka di tubuhnya, darahnya akan mengalami kesulitan dalam proses pembekuan. Selain itu, Lay juga memiliki golongan darah yang sangat langka. "Andwae!" Jiyeon berlari menuju tempat parkir untuk mengambil mobilnya dan meluncur menuju lokasi jatuhnya pesawat.
...
Separuh badan pesawat telah hancur. Beberapa orang penumpang dinyatakan telah tewas seketika saat badan pesawat jatuh menghantam perumahan dengan cukup kencang.
Tanpa mempedulikan apapun yang menghalangi perjalanannya menuju lokasi jatuhnya pesawat, Jiyeon telah tiba di lokasi lebih dulu daripada para tim medis dan tim penyelamat.. Banyak korban mengalami luka serius dan belum ada yang selamat dari kejadian itu. Jiyeon ingin mencari keberadaan Lay dan Kris namun petugas keamanan melarangnya mendekati lokasi demi keamanan dirinya sendiri.
"Ahjussi, aku mohon cepat temukan Lay oppa dan Kris. Aku mohon...." pinta Jiyeon di tengah tangisnya yang ingin pecah saat itu juga. Dia harus memastikan bahwa Lay baik-baik saja. Tapi melihat banyak korban yang mengalami luka serius semakin menciutkan keyakinannya kalau Lay akan baik-baik saja, mengingat dua penyakit yang diderita calon suaminya.
15 menit kemudian, petugas berhasil mengevakuasi 40% penumpang, termasuk diantaranya adalah mantan suaminya, Wu Yi Fan yang sudah tak sadarkan diri. Kris mengalami luka serius di bagian kepala dan tubuh sebelah kiri. Jiyeon tak tahan melihat laki-laki yang pernah menjadi suaminya itu berada dalam keadaan kritis. Di mana Lay? Itulah yang menjadi pertanyaannya.
Tak lama kemudian, tubuh Lay ditemukan oleh petugas. Darah mengalir dari wajahnya yang tampan. Melihat hal itu, Jiyeon langsung terduduk lemas tak berdaya. Kedu kakinya tak mampu meeopang tubuh langsing itu. Apa yang terjadi pada calon suaminya? Jiyeon yakin bahwa apa yang dilihatnya tidak lah nyata. Ini pasti mimpi buruk.
Air mata mengalir dari kedua sudut mata Jiyeon. Aliran air mata itu seiring dengan aliran darah Lay dan Kris yang mengalir tanpa henti daribtubuh kedua namja tampan itu. Keduanya sedang kritis dan langsung dibawa ke RS Hankuk yang terletak beberapa ratus meter dari bandara. Dengan sekuat tenaga, Jiyeon berdiri dan kembali ke mobilnya. Dia menyusul mobil ambulance menuju RS Hankuk.
...
Jiyeon menunggu operasi selesai. Tim dokter kewalahan menangani operasi Lay dan Kris karena ternyata keduanya menderita Bleed Disorder. Mereka berdua memiliki golongan darah yang sama yang jarang sekali ada orang memiliki golongan darah itu. Ditambah lagi, Lay menderita Hemofilia (penyakit darah bawaan di mana darah sukar mengalami pembekuan)
Setelah 5 jam operasi berlangsung, akhirnya para dokter keluar dengan ekspresi yang sulit dimengerti.
"Bagaimana kondisi putra kami, Dokter?" tanya Tn. Zhang yang baru saja sampai di ruang tunggu bersama Tn. Wu.
Beberapa orang dokter meninggalkan ruang operasi menuju ruang sterilisasi. Saat ini tinggal satu dokter yang akan menjelaskan keadaan Kris dan Lay kepada keluarga mereka. "Maaf, Tuan. Kondisi kedua pasien sedang kritis karena mereka menderita Bleed Disorder. Untuk pasien yang bernama Zhang Yixing menderita Hemofilia yang menyebabkan kondisinya semakin lama semakin drop karena dia kehilangan banyak darah. Untuk saat ini, kami sangat membutuhkan donatur darah yang memiliki golongan dan resus yang sama dengan kedua pasien. Mereka berdua memiliki golongan darah yang sama."
Deg!
Semua yang ada di ruang tunggu itu terkejut kecuali Tuan Zhang dan Jiyeon. Mereka berdua telah mengetahui penyakit yang diderita oleh Lay. Sedangkan orangtua Kris sama sekali belum mengetahui kalau putra tunggal mereka menderita Bleed Disorder yang sama dengan Lay.
"Jadi, bagaimana nasib mereka selanjutnya, Dokter? Berapa persen kesempatan hidup mereka?" tanya Tuan Wu tanpa sadar.
"CEO Wu, tolong jangan bertanya seperti itu," pinta Jiyeon sedih. Dia tidak sanggup mendengar penjelasan dokter selanjutnya, berapa persen kesempatan hidup Lay.
"Dokter, kondisi pasien menurun drastis!" Tiba-tiba seorang perawat datang untuk memberitahukan pada dokter mengenai kondisi pasien (Kris dan Lay).
Dokter pun segera kembali ke ruang operasi untuk menangani Lay dan Kris.
Jiyeon dan Yoona berpelukan. Yoona berusaha menenangkan Jiyeon agar adiknya itu tidak syok dan stres menghadapi musibah seperti ini.
Jiyeon pov
Aku berharap Lay oppa dan Kris oppa dapat diselamatkan. Sejujurnya, mereka adalah orang yang aku cintai. Aku tidak bisa kehilangan mereka berdua. Ya Tuhan, tolong selamatkan mereka.
Lebih dari 15 menit kami menunggu dokter keluar dari ruang operasi. Akhirnya dokter yang kami tunggu pun keluar dan segera menghampiri kami.
"Keluarga tuan Zhang!" panggil seorang dokter.
Tuan Zhang, istrinya, Yoona dan aku mendekati dokter.
"Bagaimana kondisi Lay?" tanya nyonya Zhang yang sangat mengkhawatirkan keadaan putranya.
Sang dokter mendesah pelan. "Kondisi putra Anda semakin menurun. Kedua penyakit yang dideritanya menyebabkan Lay sulit ditolong kecuali dengan transfusi darah dari seorang donatur namun hal ini memiliki kemungkinan yang sangat kecil." Kedua mata dokter itu berkaca-kaca. "Maaf, kami tidak bisa menolong putra Anda. Dia menghembuskan nafas terakhir tiga menit yang lalu dan Kris menyusul dua menit setelahnya."
Kakiku tak dapat menopang tubuhku lebih lama. Doaku tidak terkabul. Lay oppa.... meninggal dunia. Hatiku hancur. Ku genggam liontin kalung yang telah diberikan oleh Lay oppa. Kris oppa, mianhae, jongmal mianhae oppa.... Air mataku tak dapat berhenti mengalir. Yoong eonni dan eomma mencoba menenangkanku. Sakit dan sesak, itulah yang aku rasakan saat ini. Aku harus menerima takdir ini. Ya Tuhan...
Jiyeon pov end.
...
Keesokan harinya, jenazah Kris dan Lay dimakamkan berdekatan. Suasana sedih menyelimuti pemakaman dua namja yang berhasil mendapatkan hati Park Jiyeon. Hampir satu jam, tiga keluarga (Keluarga Park, Zhang, dan keluarga Wu) berdiri mengitari kedua makam yang masih basah itu. Kris dan Lay merupakan putra tunggal di keluarga mereka masing-masing. Hal ini membuat kedua keluarga tak berhenti menangis untuk mengungkapkan rasa sedih mereka. Hal yang sama terjadi pada Jiyeon dan Yoona. Yoona baru saja mengetahui kalau Lay adalah saudara seayah dengannya. Sedangkan Kris adalah sepupunya.
"Eonni, kenapa hal ini bisa terjadi? Kenapa Tuhan mengambil mereka berdua? Kenapa bukan aku saja yang meninggal?" Jiyeon meratapi kepergian Kris dan Lay.
"Semuanya sudah ditakdirkan oleh Tuhan, Jiyeon-a. Kau harus sabar." Yoona memeluk Jiyeon. "Ayo kita pulang."
Jiyeon menggeleng pelan. "Aku ingin di sini lebih lama. Aku ingin menemani Lay oppa, Eonni."
"Baiklah, kami pulang."
...
Jiyeon pov
Semua orang meninggalkan aku. Eomma, Lay oppa dan Kris oppa meninggalkanku. Seharusnya aku dan Lay oppa menikah beberapa hari lagi. Seharusnya besok aku menunggu Lay oppa di depan apartemennya. Tapi.... saat ini aku malah berdiri menatap makam Lay oppa dan Kris oppa dengan ratapan kesedihan yang mendalam.
Oppa, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan. Kalian telah menyimpan rahasia besar dariku, aku pun menyimpan rahasia besar dari kalian. Kalian memiliki penyakit yang menyebabkan nyawa kalian tak tertolong. Begitu pun denganku. Aku mengidap penyakit Leukimia stadium 3. Aku ingin menyusul kalian berdua. Aku ingin bertemu dengan kalian. Aku.... merindukanmu, Lay Oppa. Maafkan diriku yang terlambat menyadari perasaanku padamu. Saranghaeyo, oppa. I love you....
...
Beberapa hari setelah pemakaman mantan suamiku dan calon suamiku, hari-hari yang ku lalui begitu garing dan tak ada semangat dalam diriku. Aku terus menerus menatap liontin yang diberikan oleh Lay Oppa. Tak ku sangka ini adalah hadiah pertama dan hadiah terakhir dari Lay oppa. Ciuman di hari itu adalah ciuman pertama dan terakhir Lay oppa. Sekarang aku sudah berdiri di tempat yang sangat bersejarah bagiku. Tempat di mana aku dan Kris oppa menikah dan tempat di mana aku melihat Lay oppa sebagai saksi pernikahan kami.
Aku tak pernah berhenti meneteskan air mata. Setelah memutuskan untuk tinggal bersama orang tua angkatku di Jerman, aku juga memutuskan untuk tidak menikah sampai ajal menjemputku. Aku tidak akan mengingkari kepercayaan Lay oppa. Bagiku, Lay oppa adalah masa depanku. Aku berharap kami bisa bersatu di kehidupan mendatang. Aku berjanji pada kedua oppa untuk selalu tersenyum tapinhatiku sangat tersiksa. Meskinaku berusaha untuk tersenyum, aku tidak dapat melakukannya dengan baik. Senyumku selalu dihiasi dengan tangis untuk mereka. Terlalu sakit bagiku.
Untuk Kris oppa, aku minta maaf padamu. Aku juga bersalah padamu. Sebenarnya aku sudah memaafkanmu. Lama sekali sebelum kau meminta maaf padaku. Tapi rasa sakit itu masih berbekas di hatiku. Maafkan aku. Terimakasih karena sudah mencintaiku. Semoga kita bisa bertemu lagi, Oppa.
Jiyeon pov end.
...
Jiyeon kembali ke Jerman untuk mengingat kenangan-kenangan masa lalu bersama Kris dan Lay. Yeoja cantik itu rupanya menderita Leukimia. Dia tidak ingin menyembuhkan penyakit itu karena kemungkinan besar memang tidak dapat disembuhkan. Jiyeon pasrah dengan keadaannya yang tergolong sekarat.
Empat tahun berlalu. Keluarga Park harus kehilangan putri mereka di tahun ini. Ya, Park Jiyeon, satu-satunya putri kandung tuan Park telah menghembuskan nafas terakhirnya di atas pangkuan ibu angkatnya, tepatnya di Munich, Jerman. Jenazahnya dibawa kembali ke Korea dan dimakamkan di samping makam Lay.
"Semoga kalian dapat beristirahat dengan tenang di sana. Semoga kalian bisa hidup bahagia di kehidupan yang lain. Aku.... sangat merindukan kalian, Jiyeon-a, Lay, dan Kris. Saranghae...." ucap Yoona lirih. Ia berdiri di dekat makam ketiga saudaranya.

FINAL

Loving You [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang