"Oppa, kau menabrak seseorang. Aigoo... bagaimana kalau dia benar-benar celaka?" tanya Jiyeon cemas seraya mengenakan jaketnya agar hembusan angin malam tidak menyapa kulit mulusnya.
Lay keluar dari mobil lalu menutup daun pintu mobil itu secepat mungkin. Hal serupa juga dilakukan oleh Jiyeon.
"Gwaenchana?" tanya Jiyeon yang mengkhawatirkan keadaan orang yang tertabrak.
Seorang gadis tengah berusaha berdiri karena baru saja tertabrak oleh mobil mewah milik Lay. Jiyeon yang sudah berdiri di samping gafis itu pun turut membantu agar dia tidak kesulitan meluruskan kedua kaki jenjangnya yang mungkin saja mengalami patah tulang.
"Gwaenchanayo..." lirih sang gadis.
Jiyeon tertegun mendengar suara gadis itu. Dia berusaha melihat wajah sang gadis yang tertutup oleh rambut coklatnya. Suara itu... Jiyeon sangat mengenal suara itu. Sembari membantu gadis itu membersihkan pakaiannya, Jiyeon mengingat-ingat lagi. Postur tubuh dan suara gadis itu tidak asing bagi Jiyeon.
Seusai membantu gadis yang tertabrak tadi membersihkan pakaiannya dan membantunya berdiri, Jiyeon menyejajarkan posisinya dengan gadis itu.
"Ahreum-a!" seru Jiyeon terkejut melihat Lee Ahreum berdiri di depan matanya.
Ahreum yang semula membungkuk langsung menatap Jiyeon dengan ekspresi tak percaya. "Jiyeon-a, ini kau Park Jiyeon?" Kedua matanya berkaca-kaca karena terharu bisa bertemu dengan Jiyeon lagi.
Jiyeon dan Ahreum saling berpelukan cukup lama. Saat kedua gadis itu berpelukan, Lay terharu melihat mereka berdua yang mungkin sudah lama tidak bertemu.
"Ahreum-a, kenalkan, laki-laki yang menabrakmu adalah calon suamiku. Namanya Zhang Yixing. Cukup panggil dia dengan nama Lay." Jiyeon melepaskan pelukannya dari Ahreum dan mengenalkan Lay pada Ahreum yang bertampang kusut.
"Lee Ahreum imnida..." Ahreum berjabat tangan dengan Lay.
"Nan Zhang Yixing, panggil saja aku Lay," ucap Lay dengan senyum ramah hingga menampilkan lesung pipinya yang menawan.
"Ahreum-a, bukankah Lay oppa sangat menyebalkan? Dia telah menabrakmu. Omo! Apa kau baik-baik saja?" Jiyeon memeriksa keadaan Ahreum dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Yaak, apa-apaan ini? Aku tidak apa-apa. Kau berlebihan sekali." Ahreum memasang tampang kesalnya pada Jiyeon.
"Ahreum-ssi, aku minta maaf atas kejadian tadi. Sungguh aku tidak sengaja. Jika kau tidak berlari ke tengah jalan secara mendadak, mungkin aku juga tidak akan menabrakmu," kata Lay terus terang.
"Ah, gwaenchana, Lay-ssi. Aku tidak apa-apa. Aku yang salah karena tiba-tiba berlari ke tengah jalan."
"Ngomong-ngomong, kenapa kau berlarian di jalan saat malam-malam seperti ini? Apa kau tidak lembur?" tanya Jiyeon. Kali ini mimik mukanya serius.
"Anhi. Aku tidak ada lembur. A, aku... aku tidak bekerja lagi di sana."
"Jongmal?" Jiyeon membelalakkan kedua matanya. "Lalu kenapa kau berlarian di jalan?"
Ahreum tertunduk lesu, menatap jalan beraspal di bawah kakinya. Kedua bola matanya nampak berkaca-kaca lagi.
"Ahreum-a..." lirih Jiyeon seraya menatap wajah Ahreum intens.
Lay memegang bahu Jiyeon dan mengisyaratkan pada gadis itu untuk tak menginterogasi Ahreum lagi. Jiyeon pun melihat ke arah Lay yang menggelengkan kepalanya.
"Mianhae, Ahreum-a. Baiklah, kau tidak harus menceritakannya padaku. Jika kau bersedia, kami ingin mengantarmu pulang," lirih Jiyeon yang berhati-hati mengeluarkan kata-kata karena dia takut salah mengucapkan kata-kata.
"Gwaenchana, Jiyeon-a. Aku akan menceritakannya padamu." Ahreum mengusap airmata di kedua sudut matanya.
"Kita istirahat di cafe itu." Lay menunjuk ke arah seeuah kafe yang sedang sepi. Kafe itu adalah tempat favoritnya selama menginjakkan kaki di negeri Ginseng itu.
...
Apartemen milik Wu Yi Fan kelihatan sepi, seperti biasanya. Rupanya snag pemilik sedang mengistirahatkan diri di atas ranjang, lengkap dengan setelan jas yang masih melekat di tubuh kekarnya dan sepatu bermerk masih menutupi telapak kakinya. Kris yang telah lelah menghadapi berbagai masalah untuk hari ini, lebih memilih tidur di ranjangnya meski hanya sejenak. Dia tidak ingin beranjak sedikit pun dari ranjang kesayangannya itu.
30 menit berselang, Kris masih asyik dengan posisinya terbaring di ranjang.
Tok tok tok!
Tok tok tok!
Suara ketukan pada pintu apartemen Kris sukses membuat dirinya tersentak kaget dan tergagap. Kris mneolehkan kepalanya ke kanan-kiri dan menghirup udara sebanyak yang ia bisa. Kepalanya masih pening namun ia berusaha bangkit dan berdiri. Tak berapa lama kemudian dia mulai mengayunkan kaki jenjangnya menuju pintu masuk apartemen miliknya sendiri.
Sesampainya di belakang pintu, Kris menormalkan pandangannya agar dia tidak salah menilai orang.
Seorang laki-laki tampan berdiri di depan pintu dan menanti pintu itu dibuka oleh sang empunya apartemen.
"Hyung!"
Kris menyipitkan kedua mata untuk menjernihkan pandangannya. Benarkah laki-laki yang berdiri di depannya adalah saudara sepupu yang memiliki hubungan tak begitu akrab dengannya.
"Lay?" lirih Kris dengan suara besarnya. "Oh! Silahkan masuk!" Kris membuka pintu apartemennya lebar-lebar. Lay pun masuk begitu saja. "Ada apa? Tidak biasanya kau datang ke apartemenku."
Lay menyimpulkan senyumnya samar. "Aku sengaja mendatangimu. Bukankah sesama saudara memang dianjurkan untuk saling berkunjung? Kau kan sudah datang ke apartemenku, jadi aku juga ingin datang ke sini." Dahi Lay berkerut, ia memandang Kris intens, dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Hyung, kau belum mandi?"
Kris melihat ke arah dirinya sendiri yang masih mengenakan pakaian kerjanya. Benar, pakaian yang sama dengan yang ia kenakan tadi pagi masih melekat di tubuhnya. "Aigoo... Aku semakin mudah lupa. Mungkin karena faktor usia."
"Mwo? Sudahlah, hyung. Mandilah! Aku akan menunggumu di sini sambil menonton acara sepak bola. Oh ya, Bayern Munchen akan tanding dini hari nanti. Tapi aku lupa siapa lawannya." Lay menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, beberapa detik kemudian dia menyalakan tv 42 inchi milik Kris. Sedangkan si pemilik tv itu sekarang sudah berada di depan kamar mandi untuk membersihkan diri.
Lay sedang asyik menonton tv seorang diri di dalam kamar apartemen milik Kris. Di saat yang bersamaan, Jiyeon sedang mengantar Ahreum pulang ke rumahnya. Mereka berdua mengendarai mobil mewah milik Lay. Si empunya mobil terpaksa dititipkan ke apartemen Kris karena Ahreum ingin membicarakan rahasia dengan Jiyeon. Ia tidak ingin ada orang lain yang mendengarnya.
"Ahreum-a, kau yakin akan berhenti dari perusahaan itu?" tanya Jiyeon yang masih fokus menyetir.
Ahreum melihat Jiyeon yang tengah berkonsentrasi menyetir. "Tentu saja. Saat ini hidupku seperti terombang ambing. Kau pasti tak akan menduga apa yang akan aku katakan padamu."
"Memangnya kau ingin mengatakan sesuatu padaku? Apakah kau benar-benar serius?"
"Serius, Jiyeon-a. Kau tahu kebiasaanku, kan? Waktu itu, aku baru saja menyelesaikan pekerjaanku yang tertunda karena sakit. Saat ingin menyerahkan laporan pada Direktur Xiah, aku mendengar sesuatu yang keluar dari mulut seorang CEO Wu. Sungguh, malam itu merupakan malam yang tak terduga. Aku tidak sengaja mendengar bahwa Direktur Xiah sebenarnya adalah wakil CEO. Entah hanya rekauasa atau bukan, aku mendengarnya dengan sangat jelas."
"Wakil CEO? Bukankah DG tidak punya wakil CEO?" tanya Jiyeon heran.
"Itulah yang membuatku merasa bingung. Tapi... memang itulah yang aku dengar, Jiyeon-a. Sebenarnya... ayahku adalah pemilik perushaan Astarl. Kau tahu perusahaan itu?"
Jiyeon melirik Ahreum dari sudut matanya. Ia menggeleng pelan. "Baru kali ini aku mendengar nama itu."
"Jinjja? Perusahaan ayahku adalah anak cabang dari perusahaan Park yang sudah mampu berdiri sendiri."
Ckiiitt!!
Jiyeon dan Ahreum mencondongkan punggung mereka mendekati dashboard mobil. Jiyeon terkejut mendengar penjelasan dari Ahreum, makanya ia menginjak rem mobil secara tiba-tiba.
"Jiyeon-a, apakah kau baik-baik saja?" tanya Ahreum cemas karena pandangan mata Jiyeon kosong dan tubuhnya tak bergerak sedikit pun.
"Aku baik-baik saja."
Suasana hening sejenak. Keduanya, baik Jiyeon maupun Ahreum tampak sedang memikirkan sesuatu.
"Ahreum-a, apa yang kau katakan tadi?"
"Semuanya benar, Jiyeon-a. Aku baru mendengar itu semua. Kau tahu? Aku mengetahuinya bukan dari ayahku sendiri. Setelah aku tahu semua itu, barulah aku bertanya pada ayah. Rupanya ayah membenarkan semuanya. Ada yang ingin aku ceritakan lagi."
Jiyeon menggerakkan kepalanya ke kanan agar ia dapat melihat Ahreum.
...
Lay tengah asyik menikmati kegiatannya menonton acara tv seorang diri. Kedua manik matanya tak melepaskan pandangannya dari layar tv hingga saat dia ingin menuang air minum, cairan putih bening bernama air mineral itu tumpah membasahi kemejanya.
"Aish! Kemeja kesayanganku basah gara-gara air ini." Lay meletakkan gelas berisi air mineral itu di atas meja kecil di depan sofa yang menjadi tempat duduknya saat ini.
"Semoga Kris hyung punya baju yang bisa ku pakai. Kebesaran sedikit juga tidak apa-apa. Apakah aku harus bertelanjang dada? Ah! Yang benar saja. Tidak bisa!"
Lay membuka lemari pakaian empat pintu yang memenuhi panjang dinding di sebelah kiri ranjang king size. Saat membuka pintu kedua dari sebelah kiri, hanya bantal cadangan dan selimut yang tersimpan di dalamnya. Selain itu, di balik pintu lemarinitu terdapat foto Kris saat di Jerman tertempel indah tanpa hiasan apapun di sekelilingnya. Lay tersenyum melihat foto Kris itu. "Hyung, kau tidak berubah," gumamnya.
Setelah puas melihat foto Kris itu, Lay memutuskan untuk membuka pintu lemari nomor dua dari kanan. Kedua mata sipitnya terbelalak melihat beberapa baju tergantung rapi di lemari itu. Ya, pakaian wanita yang jumlahnya tidak sedikit, tersimpan dengan rapi dan belum disentuh sama sekali. Lay mengambil salah satu setelan baju yang dikenalnya. Saat melihat baju itu, memori langsung Lay berputar teringat beberapa tahun yang lalu saat dia datang ke rumah Kris di Jerman. Dia melihat Jiyeon mengenakan baju itu. Tidak salah lagi, baju itu adalah milik Jiyeon, pikir Lay.
"Sampai beginikah rasa cintamu pada Jiyeon, hyung? Kau sangat mencintai Jiyeon. Lalu aku... apakah aku bisa mengambilnya darimu?" lirih Lay dengan tatapan mata kosong dan kedua matanya berkaca-kaca ingin meneteskan airmata. Lay mengembalikan baju milik Jiyeon itu ke tempat semula. Ia menutup pintu lemari itu lalu membuka pintu yang sebelah. Hanya sebuah kaos yang ingin ia cari dari lemari Kris namun ia malah menemukan beberapa setelan baju milik Jiyeon yang tersimpan rapi dalam lemari itu.
Brakk!!
Terdengar suara pintu ditutup dengan agak kasar. Tak lama berselang, Kris muncul dengan lilitan handuk di tubuhnya.
"Hyung, aku pinjam baju ini." Lay menunjukkan sebuah kaos polos berwarna hitam kepada Kris. Kris mengangguk mantab.
"Ambil saja," ucap Kris singkat.
Lay segera melepas kemeja miliknya lalu memakai kaos polos yang dipinjamnya dari Kris.
"Kau pasti senang memakai kaos itu," kata Kris seraya memilih baju yang akan ia kenakan.
"Kau benar sekali, Hyung. Aku senang memakainya karena ini warna favoritku. Lain kali aku ingin belanja bersamamu. Aku akan membeli semua produk berwarna hitam dan ungu," canda Lay diselingi gelak tawa yang tak biasanya keluar dari mulut manis dari seorang Zhang Yixing.
"Kau seperti bibi-bibi saja," goda Kris yang tak bisa luwes dalam bercanda.
"Hyung, gaya bercandamu sangat buruk. Seharusnya kau belajar dari Do Kyungsoo. Aku pernah sesekali bercanda dengannya."
"Bercanda memang bukan style -ku. Kau tahu sendiri kan, kalau aku orang yang keren dan penuh karisma?" sahut Kris dengan membanggakan ketampanannya di depan sepupunya sendiri.
"Aigoo.... Hyung! Tampaknya kau sama sekali tidak berubah. Sejak kecil masih saja berlagak keren. Tidak sia-sia aku punya kakak sepupu seperti dirimu."
Kris melirik Lay dengan lirikan evil. "Maksudmu aku tidak berguna, eoh?"
"Ah, bukan begitu, Hyung! Aku bangga sekali memiliki kakak sepupu apalagi kalau orangnya seperti dirimu. Rasanya seperti memiliki kakak kandung. Hyung, sesama anak tunggal tidak boleh saling mengolok." Lay berkilah.
Kris terdiam. Dia ingat perkataan ayahnya yang mengatakan bahwa Lay dan Yoona memiliki hubungan darah. Yoona adalah kakak Lay meskipun mereka berdua lahir dari rahim yang berbeda. "Anggap saja aku sebagai kakak kandungmu, Yixing."
Lay mengerutkan keningnya. Tumben sekali Kris memanggilnya dengan sebutan Yixing. Sesaat kemudian Lay menempelkan punggung tangannya pada dahi Kris.
"Ige mwoya?" geram Kris melihat perilaku Lay yang aneh.
"Hyung, kau demam? Ah, maksudku pikiranmu yang demam. Kau berbeda dari biasanya."
"Yaak! Kau pikir aku punya maksud tertentu padamu, eoh? Percaya diri sekali kau...."
Lay terkikik geli melihat ekspresi Kris seperti seorang anak kecil yang kehilangan permennya. Lucu, itulah yang ada di pikiran Lay saat melihat tampang Kris saat itu.
...
Kembali pada percakapan Jiyeon dan Ahreum yang telah duduk di dalam mobil dengan rahasia yang mereka simpan. Jiyeon memiliki rahasia yang tidak diketahui oleh Ahreum. Begitu juga Ahreum yang memiliki beberapa rahasia yang belum ia katakan pada Jiyeon.
"Jiyeon-a, aku ingin bertanya padamu," lirih Ahreum sembari menatap kosong dashboard mobil di depan matanya.
Jiyeon menatap Ahreum lekat-lekat. "Apa yang ingin kau tanyakan?"
"Apakah kau akan percaya dengan semua yang akan aku katakan padamu?"
Jiyeon sedikit tersentak. Ia sama sekali tak mengira bahwa Ahreum akan bertanya tentang hal sepele seperti itu. "Ahreum-a, kenapa kau bertanya tentang hal itu? Itu terlalu sepele."
"Aku tidak menganggapnya sebagai hal yang sepele. Bagiku, hal itu sangat penting, Jiyeon-a."
"Apa maksudmu?"
"Baiklah, aku akan mengatakannya padamu." Ahreum menarik nafas panjang lalu berusaha menghembuskannya terlalu pelan seperti tertahan di paru-parunya. Ia menghela nafas panjang lagi namun kali ini menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Kau pasti ingat kegagalan Yoona dalam menjalankan proyek besar yang membuat perusahaanmu bangkrut."
Jiyeon mengangguk pelan. "Memangnya ada apa? Apakah ada sesuatu mengenai Yoong eonni?"
"Eoh. Sebenarnya kegagalan itu bukan kesalahan Yoona secara mutlak. Menurut ayahku, ada pihak-pihak tertentu yang ingin menggagalkan proyek itu di tangan perusahaanmu. Ya, jujur saja, aku akan mengatakan apa yang telah dikatakan oleh ayahku."
Jiyeon semakin penasaran. "Ahreum-a, apa maksudmu dengan pihak-pihak yang menginginkan kegagalan perusahaanku? Siapa?"
"Diamond Group atau bisa kau sebut dengan DG. CEO Wu adalah orang yang cerdas sekaligus licik, Jiyeon-a. Proyek yang ditangani Yoona itu bukanlah milik DG. Sesuai perjanjian, jika perusahaanmu gagal menanganinya maka perusahaan Atarl lah yang seharusnya menggantikan, bukan DG. DG hanyalah salah satu perusahaan pendukung, sama seperti perusahaan Zhang."
"Tolong katakan saja intinya, Ahreum-a. Aku terlalu pusing memikirkan hal itu."
"Baiklah. Seharusnya perusahaan Atarl yang menangani dan menyelesaikan proyek itu. Hasil dari kesuksesan proyek itu nantinya akan dibagi antara Atarl dengna perusahaanmu. Saat ayahku datang ke perusahaanmu, DG telah mendahului dan menggantikan posisi kami sebagai pengganti perusahaanmu. Jadi, intinya DG tidak berhak merebut proyek itu apalagi membeli saham-saham perusahaanmu. Saat perusahaanmu sudah bangkrut, ayahku mendatangi kantor perusahaan Zhang. Tebak, apa yang dilakukan ayahku di sana!"
"Apa yang dilakukan ayahmu? Apakah itu tentang perusahaanku?"
Ahreum menggerakkan kepalanya ke bawah, mengisyaratkan bahwa dirinya menjawab 'Ya' atas pertanyaan Jiyeon. "Benar. Semuanya demi perusahaanmu. Ayahku tidak ingin perusahaanmu hancur apalagi jatuh di tangan DG. Maka dari itu, ayahku datang menemui Zhang Yixing secepatnya agar bisa memiliki waktu yang longgar dan pas untuk membujuk Lay menyelamatkan perusahaanmu. Saat mengetahui hal ini, aku sama sekali belum pernah bertemu orang yang bernama Lay. Ternyata hari ini dia menabrakku."
"Apakah masih ada yang ingin kau sampaikan padaku, Ahreum-a?"
"Tentu saja masih ada beberapa hal penting yang harus kau ketahui. Aku lanjutkan yang tadi. Setelah ayahku mendatangi Lay di ruangannya, Lay pamit untuk memikirkan permintaan dari ayahku. Setelah itu...."
"Setelah itu, aku datang menemui Lay oppa dan meminta bantuannya. Kenapa bisa begini? suatu kebetulan yang aneh. Lay oppa langsung mengabulkan permintaanku. Esok harinya, saat meeting penggalihan perusahaan, Lay oppa datang ke acara itu meskipun perusahaannya tidak mendapatkan undangan dari DG. Akhirnya, Lay oppa dapat mewujudkan keinginanku. Aku berutang banyak padanya. Aku ingin tahu apakah orangtua Lay oppa mengijinkannya membeli saham-saham itu dari DG dengan harga yang lebih tinggi.
"Tuan Zhang adalah orang yang bijaksana. Beliau yakin bahwa suatu saat Lay akan menjadi orang yang sangat bijaksana, sama seperti dirinya."
"Seperti itukah kenyataan yang belum aku ketahui? Ahreum-a, apa lagi yang kau ketahui tentang perusahaan-perusahaan itu?" tanya Jiyeon yang ssangat antusias mendengar pengungkapan rahasia dari Ahreum.
"Aku akan mengatakannya lain waktu. Hari ini aku lelah sekali, Jiyeon-a."
"Oh iya, ada satu hal yang ingin aku tanyakan padamu. Saat Lay oppa menabrakmu tadi, bukankah kau sedang berlari ke tengah jalan raya? Apakah kau sudah gila? Kau ingin bunuh diri?"
"Anhi. Aku tidak ingin bunuh diri. Tadi aku hanya... mengejar kakakku yang ingin kembali ke Jerman."
"Mwo? Jerman?"
"Ya, kakakku dulu kuliah di Jerman. Setelah lulus kuliah, dia menetap di Korea dan meningkatkan kemampuan dan pengetahuannya di salah satu perusahaan Jepang di Korea. Setelah keluar dari perusahaan itu, Junho oppa memutuskan untuk melamar kerja di DG. Akhirnya dia diterima."
"Aku pernah bertemu dengan kakakmu saat kami masih bekerja di divisi yang sama, di bawah perintah Kris. Saat itu aku belum tahu kalau ternyata dia adalah kakak kandungmu. Aku mengetahuinya saat kalian pulang bersama. Aku rasa kakakmu adalah orang yang baik."
Semburat kebahagiaan terpancar dari wajah cantik Lee Ahreum. "Gomawo, Jiyeon-a. Kau juga orang yang baik. Ah, aku turun ya. Ibuku pasti sudah menungguku dengan cemas. Oh ya, kakakku depresi karena seseorang. Dia ingin lari dari rumah, makanya aku mengejarnya sampai lupa keadaan di sekitarku. Gomawo."
Ahreum turun dari mobil yang membawanya sampai di depan rumah dengan selamat. Rupanya saat Jiyeon menginjak rem secara tiba-tiba tadi, mereka sudah sampai di depan rumah keluarga Lee yang mewah. Rumah yang tidak kalah megah dengan rumahnya sendiri. Saat menatap punggung Ahreum, Jiyeon ingat akan keluarganya yang ia rindukan. 'Aku ingin keluarga yang harmonis ,' batinnya sedih.
...
Kris dan Lay bermain kartu di atas karpet bermotif bunga berwarna merah. Keduanya mengenakan pakaian santai, kaos pendek dan celana panjang. Lay mendapat banyak coretan di wajahnya karena dia selalu kalah. Hal itu membuat Kris tertawa terbahak-bahak saat melihat wajah Lay yang mirip seorang gadis.
"Seharusnya aku meratakan bedak yang menempel di wajahmu itu supaya kau tidak kalah cantik dengan gadis-gadis di luar sana."
"Diamlah, Hyung! Aku pasti bisa menang walaupun hanya sekali."
Ting!
Ponsel Lay berdering dan berkedip. Satu pesan masuk.
"Kenapa dia cepat kembali? Aku kan belum menang sama sekali...." gerutu Lay tatkala membaca pesan yang tertera di layar ponselnya. Pesan yang ia baca tentu saja dari sang kekasih tercinta, Park Jiyeon. "Hyung, jemputanku sudah sampai. Aku pulang dulu. Permainan ini pasti akan kita lanjutkan di lain waktu. Aku yakin suatu saat aku pasti bisa menang dan kau pasti akan bernasib sama denganku. Gomawo, Hyung! Aku pulang!"
Kris tersenyum kecil. Kali ini senyumnya makin lebar saat Lay menutup pintu apartemennya dari luar. "Bagaimanapun keadaan kita, kau tetap adik sepupuku, Yixing."
...
Tap tap tap!
Lay dan Jiyeon baru saja keluar dari lift, sekarang berjalan menuju apartemen Lay.
"Chakkaman!" Jiyeon menarik lengan Lay dan menahan laki-laki itu untuk tidak melangkahkan kakinya lebih ke depan.
"Wae?" tanya Lay polos.
"Ada apa dengan wajahmu, oppa?"
Lay tersadar kalau sedari tadi dia belum menghilangkan bekas bedak yang menempel di wajahnya. "Ah, ini gara-gara Kris hyung. Aku harus menerima hukuman seperti ini karena selalu kalah dalam permainan kartu diantara kami berdua," terang Lay dengan kedua tangan mengusap wajahnya agar bekas bedak itu menghilang dari pandangan. "Sudah, kan?"
Jiyeon mengangguk mantab. "Kau kelihatan lebih cantik daripada diriku."
Lay tersenyum nakal. Dia membayangkan bagaimana penampilannya jika mengenakan kostum cewek seperti yang Jiyeon kenakan saat ini. Sebuah dress yang panjangnya setengah paha dan jaket bulu berwarna pink yang senada warna dress.
Sesampainya di depan apartemen Lay, Jiyeon melihat sosok gadis yang mungkin dikenalnya sedang duduk bersandar di depan sebuah apartemen.
"Oppa! Kau duluan saja. Aku masih ingin mengobrol dengan gadis itu." Tunjuk Jiyeon pada gadis yang dimaksud. Saat itu juga, Lay langsung mengarahkan pandangannya ke arah gadis yang dimaksud oleh Jiyeon.
"Eoh, gurae. Aku duluan." Lay masuk ke dalam apartemennya dengan santai kemudian menutup pintu apartemennya rapat-rapat.
Di luar apartemen, Jiyeon berjalan pelan menghampiri gadis yang ia yakini bernama Ryu Hyoyoung.
"Hyoyoung-ssi, kenapa kau duduk di sini?" tanya Jiyeon polos. Dia menirukan apa yang dilakukan oleh Hyoyoung, yaitu duduk bersandar pada dinding apartemen milik gadis itu. Jiyeon menatap Hyoyoung tanpa berkedip. "Apa yang sedang kau lakukan di sini, Hyoyoung-ssi?" tanya Jiyeon lagi. gadis itu tidak menjawab pertanyaan yang pertama, mungkin dia akan menjawab pertanyaannya yang kedua. Tapi ternyata tak ada pertanyaan yang dijawabnya. Jiyeon hanya bisa mendesah agak kesal. "Ada yang ingin aku bicarakan denganmu."
Hyoyoung bergeming dan tidak bergerak sedikit pun.
"Kau pernah tinggal di Jerman, bukan?"
Kali ini pertanyaan Jiyeon berhasil membuat Hyoyoung menunjukkan responnya. Gadis itu menatap Jiyeon yang duduk di sampingnya.
"Aku tahu kalau kau pernah tinggal di Jerman. Kau pasti kenal laki-laki yang ada dalam foto ini." jiyeon mengeluarkan sebuah foto yang di dalamnya ada dirinya sendiri, Kris dan Lay saat mereka liburan di kota Munich, Jerman.
"La, laki-laki ini...."
"Kau mengenalnya, kan?" tanya Jiyeon lagi. "Kau pasti mengenalnya karena dia adalah kekasihmu saat di Jerman."
Kedua mata Hyoyoung tampak berkaca-kaca. "Siapa kau?"
Deg!
Sungguh di luar dugaan. Ternyata Hyoyoung sama sekali tak mengenali Jiyeon. Jiyeon berusaha untuk sabar menghadapi gadis bermarga Ryu itu. Ia tidak boleh gegabah jika ingin mengetahui rahasia yang disimpan oleh Hyoyoung tentang mantan suaminya, Wu Yi Fan.
"Aku... aku adalah teman lama Kris. Kris pernah cerita padaku kalau dia menyukaimu. Benar begitu, bukan?" Jiyeon sengaja tidak mengatakan yang sesungguhnya karena dia ingin mengorek kebenaran dari hubungan Kris dan Hyoyoung.
"Iya, benar. Aku dan Kris pernah saling mencintai namun hubungan kami berdua tidak berjalan lama."
"Tidak berjalan lama? Kenapa?"
"Mungkin tidak ada kecocokan diantara kami berdua. Aku sangat mencintainya. Ngomong-ngomong, kenapa kau menanyakan hal itu padaku?"
Deg!
Gawat! Jiyeon bingung menjawabnya. Apa yang harus ia katakan? Itulah yang ada di otaknya saat ini. ia harus mencari jawaban yang masuk akal.
"Apakah kau kekasih Zhang Lay?" tanya Hyoyoung lagi.
Aha! Ya, Lay bisa jadi alasan, pikir jiyeon. "Oh, iya, aku bukan hanya kekasihnya. Aku adalah tunangan Lay oppa. Kami sudah kenal sejak lama, yah, tepatnya sejak beberapa tahun yang lalu saat kami masih tinggal di Jerman."
"Kau juga pernah tinggal di sana?" Hyoyoung terpancing dalam permainan Jiyeon. Jiyeon pun semakin berani membohongi gadis itu.
"Ya, orangtua angkatku adalah orang Jerman. Aku sudah lama tinggal di sana. Lay oppa kuliah di sana. Jadi, kami berdua sudah sangat dekat. Mm... tentang hubunganmu dengan Kris, apa yang terjadi pada kalian sehingga kalian berdua putus?"
"Sebenarnya saat kami menjalin kasih, Kris sudah memiliki seorang istri."
Deg!
Detak jantung Jiyeon berdegub lebih kencang. 'Jadi, kau tahu kalau Kris sudah menikah? Tapi kalian tetap berselingkuh di belakangku,' batin Jiyeon merana.
"Kris bercerai dengan istrinya. Dia tampak terpukul atas kejadian itu. Selama beberapa hari yang dilakukannya hanyalah minum-minuman alkohol sampai mabuk berat. Aku sangat prihatin melihat keadaannya. Tapi dia malah memutuskan hubungan kami padahal aku sangat mencintai laki-laki itu." Hyoyoung menceritakan sebagian besar rahasianya pada Jiyeon yang notabennya adalah manan istri Kris.
Jiyeon pov
Hyoyoung-ssi, aku tahu rasanya dicampakkan. Itulah yang aku rasakan saat aku tahu Kris berselingkuh denganmu. Kau telah merebut suamiku tapi kau malah menikmatinya. Entahlah, sepertinya Tuhan memiliki kehendak lain. Kris bukanlah milikmu dan sekarang dia juga bukan milikku. Hatiku terlanjur kecewa dengan kelakuannya tempo dulu. Jika Hyoyoung tahu kalau aku adalah mantan istri Kris, akankah ia minta maaf padaku? Ah, aku tanyakan saja padanya. Toh, dia menganggapku sebagai tunangan Lay oppa.
"Hyoyoung-ssi, jika kau bertemu dengan mantan istri Kris, apakah kau mau minta maaf padanya?"
Aigoo, pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulutku. Semoga dia tidak tersinggung atau marah padaku.
"Aku tidak tahu. Aku tidak merasa bersalah. Jiyeon-ssi, apakah mencintai seseorang adalah sebuah kesalahan?"
Omo! Pertanyaan macam apa itu?
"Bukan, maksudku, mencintai bukanlah sebuah kesalahan. Tapi jika kau mencintai orang yang sudah menikah, itulah yang disebut kesalahan. Setiap orang berhak mencintai tapi setiap orang tidak berhak merusak hubungan orang lain."
"Jadi, menurutmu, aku adalah perusak rumah tangga orang lain? Dia yang datang padaku, bukan aku yang datang padanya. Dia yang mengemis cinta padaku. Kenapa aku yang disalahkan?" Hyoyoung mengeluarkan suara yang cukup keras dan parau. "Apakah kau juga menyalahkanku, Jiyeon-ssi?"
Aku tidak sanggup lagi duduk di sini. Sungguh, ingin sekali aku mengeluarkan airmata dan menangis sekeras-kerasnya. Tapi tidak di hadapan gadis ini.
"Hyoyoung-ssi, a, aku tidak menyalahkanmu. Kau berhak mencintai Kris. Kau sama sekali tidak bersalah. Aku minta maaf jika telah menyinggung perasaanmu."
"Semua orang selalu menyalahkanku. Mereka hanya mengungkit kesalahanku. Kenapa hidupku penuh kesialan? Aku sudah melakukan hal yang benar tapi orang-orang menganggapku melakukan kesalahan. Hidup ini sama sekali tidak berarti bagiku, hidup ini hanyalah sampah!" Hyoyoung menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan airmata yang jatuh membasahi pipinya.
Aku terkejut mendengar umpatan halus dari mulut gadis secantik Hyoyoung. Apakah dia putus asa? Semoga dia tidak melakukan hal yang bisa membahayakan dirinya sendiri. "Hyoyoung-ssi, maaaf, aku harus pergi. Sabarlah, tegarkanlah hatimu."
Aku meninggalkan Hyoyoung sendirian di depan apartemennya. Aku telah mengetahui semuanya. Kris, aku akan datang untuk membuat perhitungan denganmu!
30 menit kemudian, aku telah berdiri mematung di depan pintu apartemen mewah milik putera tunggal CEO DG. Ya, Wu Yi Fan yang terkenal tampan dan berwibawa padahal sebenarnya dia memiliki perilaku yang sangat buruk.
Cekleeek!!
"Jiyeon-a!"
Selalu namaku yang pertama kali dia ucapkan saat melihat wajahku.
Plaakk!!
Sebuah tamparan ku daratkan mulus pada pipi kanannya.
Plaakk!!
Sebuah tamparan lagi ku layangkan pada pipi kirinya.
Kris menatapku nanar dan seakan ingin marah. Mungkin ia menahan amarahnya di depanku, tapi tidak denganku. Aku tidak bisa menahan amarahku. Emosiku sudah memuncak.
"Jiyeon-a...."
"Jangan panggil namaku lagi! Kau satu-satunya laki-laki berengsek yang pernah ku kenal selama hidupku. Bisakah kau memahami perasaan orang lain? Apakah kau pikir perasaan orang lain adalah mainan yang seenaknya saja bisa kau permainkan dan kau buang? Aku menyesal telah mengenalmu, Wu Yi Fan!" Aku tak menyadari airmata yang telah membasahi wajahku. Aku tidak peduli akan hal itu.
"Jiyeon-a, maafkan aku."
"Maaf? Kau bilang maaf? Aku sudah bosan mendengar kata maaf itu. Kau minta maaf padaku tapi kau masih menyakitiku. Apa gunanya kau minta maaf? Jika kau masih seperti ini, jangan pernah muncul di hadapanku lagi!" Aku membalikkan badan dan tak ingin lagi melihat wajah menyebalkan itu.
...
Malam ini aku putuskan untuk pulang ke rumah. Aku sangat merindukan keluargaku. Aku juga ingin minta maaf pada Yoong eonni karena sikapku terhadapnya sudah sangat keterlaluan. Semuanya karena DG. Sepanjang jalan menuju rumah, aku tak berhenti menangis. Ku ratapi hidupku yang membosankan. Aku ingin bangkit dan melupakan semua masa laluku. Aku ingin hidup sebagai seseorang yang baru. Mungkin menikah dengan Lay oppa adalah salah satu cara untuk memulai hidup baru.
25 menit aku berjalan menyusuri jalanan kota Seoul yang sudah sepi dari lalu lalang penduduk kota. Kini aku berdiri di depan sebuah rumah mewah dan megah. Kenapa ayah tidak menjual rumah ini? Bukankah kami sudah bangkrut?
Cekleek!!
Pintu depan berhasil ku buka dengan kunci pintu yang selalu aku bawa. Tanpa menoleh kanan-kiri, aku langsung naik tangga menuju lantai dua di mana kamar tidurku sedang menanti kedatanganku.
Sebelum membuka pintu kamar, aku melihat sekelilingku yang gelap gulita. Sepi. Saat itu juga ku putuskan untuk memutar knop pintu kamarku. Cahaya lampu yang terpancar dari celah pintu yang sedikit terbuka, menyinari wajahku dan... oh, aku melihat ada seseorang berdiri tidak jauh dariku. Ku tolehkan kepalaku ke arahnya. Yoong eonni? Mataku yang sudah basah sejak tadi, kini dibanjiri lagi oleh airmata kerinduanku pada Yoong eonni.
Brukk!!
Aku menjatuhkan tasku di lantai. Sosok wanita yang kurindukan, menatapku penuh kasih sayang. Aku berlari menujun Yoong eonni yang berdiri menanti kedatanganku.
Brukk!!
"Eonni, mianhae. Jongmal mianhae, eonni. Tidak sepatutnya aku marah-marah padamu. Seharusnya aku berterimakasih padamu, eonni. Aku sudah tahu semuanya. Aku sudah mendengar semua yang telah terjadi pada perusahaan kita. Semua itu bukan salahmu. Aku benar-benar bersalah padamu, eonni." Ku limpahkan semua uneg-uneg dalam benakku pada Yoong eonni. Aku berpelukan sangat erat dengannya, seakan kami tak ingin dipisahkan sedetik pun.
"Jiyeon-a... bogosiposeo. Aku minta maaf padamu. Aku tidak bisa mempertahankan perusahaan kita. Akulah yang bersalah padamu."
Kami berdua berpelukan selama 10 menit. Waktu 10 menit terasa singkat bagi kami. Pertemuan ini benar-benar berarti bagiku dan Yoong eonni. Aku menyayangimu, Eonni.
Jiyeon pov end.
...
Pagi ini cuaca sangat cerah namun sang pewaris DG tidak secerah matahari yang menyinari bumi. Kris mengayunkan kaki jenjangnya dengan malas menuju ke ruangannya yang entah berada di lantai berapa, dia sendiri pun lupa. Pikirannya kembali kacau hanya karena ulah seorang wanita yang dicintainya.
"Yi Fan!" panggil seseorang yang memiliki berat dan sedikit parau.
Kris menghentikan langkah kakinya. "Wae?"
"Aku ingin bicara denganmu," kata CEO Wu.
"Baiklah, bicara di sini saja, Ayah. Aku sedang terburu-buru."
Sikap Kris membuat CEO Wu kesal tapi bagaimana lagi? CEO Wu terpaksa menuruti kemauan putranya itu. Mumpung hari ini dirinya sedang dalam mood baik. "Malam ini kita akan membahas pernikahanmu dengan Yoona."
Kris tersentak kaget. "Pernikahan?"
"Ya, kau akan segera menikah dengan Yoona."
"Tapi dia masih sepupuku, Ayah."
"Tidak masalah. Dia akan mendatangkan keuntungan untuk kita."
"Aku bisa gila," ketus Kris.
"kau tidak gila. Aku lebih memilih Yoona daripada Jiyeon."
"Oh begitukah? Lalu kenapa dulu Jiyeon diterima bekerja di sini?"
"Karena saat itu perusahaan kita sedang membutuhkan seseorang yang memiliki kecerdasan seperti Jiyeon. Lee Ahreum, sarjana dari Harvard University tak bisa menyusun laporan rumit. Tapi Jiyeon bisa menyusunnya dengan mudah. Itulah keuntungan kita merekrut Jiyeon pada waktu itu."
"Ayah benar-benar licik. Habis manis, sepah dibuang. Itulah ayahku, CEO Wu yang terhormat." Kris meninggalkan CEO Wu yang terdiam dalam marahnya.TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving You [Complete]
FanficTitle: Loving You Poster & Story are mine Main Cast: Park Jiyeon | Wu Yi Fan a.k.a Kris | Im Yoona | Zhang Yixing Other Cast: Lee Ahreum | Ryu Hyoyoung '5Dolls'| Lee Junho '2PM' Genre: A little marriage life | Romance | Hurt/Comfort | AU | Angst Rat...