Bagian 17

506 37 0
                                    

Ginny PoV

Paris, Perancis.

Jika mendengar kota dan negara itu apa yang terlintas di benak kalian?.

Indah, megah, romantis dan menara Eiffel nya yang mengagumkan.

Yah, menurutku juga begitu, karena begitu sampai di negara ini aku merasa nyaman dan tentram. Tak sedikitpun tersirat di pikiranku untuk kembali ke inggris.

Aku dan keluarga kecilku sampai disini beberapa jam yang lalu.

Dan sekarang disinilah aku, dirumah sederhana yang menyerupai flat.

Rumah ini adalah rumah yang sama yang ditempati Draco beberapa tahun yang lalu saat belajar menjadi Healer di rumah sakit sihir terkenal di Perancis.

Rumah lantai dua yang sempit dan mungil ini terletak diantara rumah-rumah yang berjajar rapi dari ujung jalan sampai ujung lainnya.

Rumah kami hanya mempunyai halaman kecil di belakang yang di tumbuhi semak belukar, sedangkan depan rumah kami tidak mempunyai halaman karena langsung berhadapan dengan jalan kecil penghubung.

Rumah yang kecil namun nyaman ini memiliki satu dapur yang sekaligus ruang makan, dua kamar mandi yang terletak di lantai atas dan lantai bawah , tiga buah kamar yang ruangannya kecil-kecil yang semuanya terletak di lantai atas, satu ruang tamu sekaligus ruang keluarga yang cukup luas, dan perpustakaan kecil yang penuh dengan buku-buku kesehatan yang sepertinya diisi oleh Draco sendiri.

Ngomong-ngomong tentang Draco, dia sedang memperbaiki kran kamar mandi atas yang rusak. Sedangkan James sedang tidur karena kecapaian di kamar lantai atas yang sudah aku bersihkan.

Dan aku sendiri sekarang sedang mengelap meja yang penuh debu sekaligus menyapu lantai di ruang keluarga.

Aku dan Draco memang sengaja membagi tugas untuk membersihkan atau memperbaiki barang yang rusak karena sudah lama ditinggal.

"Dear, bisakah kau ambilkan aku minum?." Terdengar suara Draco dari atas.

"Tentu saja, Dear."

Aku segera berlari ke lantai atas sambil membawa segelas air mineral.

Saat aku sampai di kamar mandi aku terkejut melihat penampilan Draco : semua badannya basah kuyup membuat rambutnya kusut berantakan dan ada beberapa kotoran di wajahnya. Secara keseluruhan penampilan berbeda dengan Draco yang ku kenal yang selalu rapih.

"Astaga!. Kau kenapa, Dear." Ucapku sambil menahan tawa.

Draco menatapku sebal. "Tertawa saja sepuasmu!. Kau tidak tahu ya, kran nya ternyata tidak hanya rusak tapi juga bocor dan saat aku ingin membetulkannya aku terpeleset,lihat kakiku bengkak."
Draco memperlihatkan kakinya yang bengkak dan sedikit berdarah, aku tertawa terbahak-bahak.

Draco yang melihatku tertawa memberengut kesal.

"Baiklah-baiklah... Sekarang kau sebaiknya mandi, nanti aku obati." Ucapnya akhirnya.

Draco menaikan salah satu alisnya. "Tidak mau."

"Hah?."

"Aku tidak mau mandi sebelum kau menciumku!."

Aku pura-pura terkejut. "Astaga astaga astaga.... Kau benar-benar mesum!."

Draco menyeringai.

"Baiklah."
Aku mendekatinya lalu mengecup pipinya pelan, dia memelukku.

"Yaampun Drco, kau membuatju bajuku basah tau!." seruku kesal sambil menjauhinya.

Dia tertawa. "Kau juga sepertinya harus mandi, Dear."

Aku mendekatinya lalu menginjak kakinya.

Saat dia mengaduh kesakitan aku langsung turun ke bawah berniat untuk mandi.

Selesai aku mandi, aku membuatkan teh untuk Draco dan menunggunya di ruang keluarga yang sekaligus ruang tamu.

Beberapa menit kemudian Draco menghampiriku sambil membawa buku bacaan yang tebal. Dia memakai kaos hitam dan celana training.

Baju santai yang jarang sekali dia pakai.

"Hai..." ucapnya sambil duduk di sampingku.

"Krannya sudah selesai di perbaiki?." Tanyaku.

"Tentu saja." Draco diam sejenak sambil memandangku. "Gin... Bisakah kau membersihkan perpustakaan?. Aku lihat tadi banyak buku yang berdebu."

Aku mengangguk. "Besok akan aku bersihkan."

"Aku menyesal tidak membawa Vongky atau peri rumah yang lain."

"Sudahlah...ku rasa peri rumah tidak diperlukan di rumah kita ini. Aku masih bisa membersihkannya setiap hari."

Draco terkekeh. "Aku lupa, rumah ini terlalu kecil dan sempit."

Aku tersenyum. "Bagiku rumah ini lebih dari sekedar cukup untuk keluarga kecil kita."

"Maaf... Dulu saat aku tinggal di Perancis, aku tidak ingin rumah yang terlalu besar. Jadi aku membeli rumah ini."

"Ini sangat berarti bagiku Draco."

"Aku tidak tahu aku akan kembali dan menetap disini bersama kau dan James. Bahkan rumah ini berkali lipat lebih kecil dari pada rumah pemberian Harry Potter."

Yah, memang benar. Rumah yang dulu kutinggali dengan James memang lebih besar dari rumah ini.

Aku tersenyum menenangkan. "Kau tahu tidak, bagiku tinggal di rumah sederhana di pinggiran kota Paris lebih menyenangkan dari tempat manapun."

Draco juga tersenyum. "Terima kasih... Aku beruntung memilikimu dan juga James."

"Yah... Besok pagi aku akan melamar pekerjaan untuk membantu keuangan keluarga kita."

Draco menggeleng. "No, kau cukup disini. Rawat James dan jaga rumah kita. Urusan keuangan, aku yakin gaji bulananku akan cukup untuk keperluan kita dan James."

Aku tersenyum, aku senang Draco benar-benar berubah menjadi pria dewasa yang bertanggung jawab.

Draco menyeruput teh yang kubuatkan tadi. "Mau jalan-jalan?."

Aku meliriknya, "Kemana?."

"Menara Eiffel mungkin, atau sungai Seine. Terserah kau saja."

"James belum bangun."

"Kita bisa menunggunya sampai bangun."

"Baiklah. Memangnya kau tidak lelah ?. Hari ini kan kita baru sampai disini."

"Tidak... Aku ingin menunjukan padamu betapa indahnya kota Paris."

"Baiklah..."

Satu jam kemudian kami-aku,James dan Draco- berjalan menyusuri sungai Seine yang tenang.

Angin musim dingin yang menerpa membuatku merapatkan jaketku.

James yang ada di gendongan Draco memeluk lehernya kedinginan.

"Kalian kedinginan ya?."

Aku mengangguk, begitu pula dengan James.

"Kalau begitu, kita cari makan saja yuk."

Aku mengangguk lagi. "Sungai Seine padahal indah."

"Aku tidak mau melihat istri dan anakku kedinginan. Ayo kita cari tempat yang lebih hangat."

Dia lalu menggandeng tanganku, tangannya yang hangat menjalari tanganku, lalu tubuhku.

Aku tersenyum.

Inilah arti kebahagian yang sebenarnya, aku merasa lengkap. Lebih lengkap dari sebelumnya.

Dan menurutku ini sudah lebih dari cukup.















Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang