[Chef] Do You Care

131 22 22
                                    

Author: rosescupcakes 

Karena yang tidak bisa ku lakukan adalah menolak keinginan orangtuaku. Seburuk-buruknya kelakuan mereka hingga detik ini mereka masih orangtuaku. Dan selamanya akan seperti itu.

※※※※※※※※※※※※※※※※※

Aku tidak seperti anak lain yang hingga detik ini bisa mengenyam bangku pendidikan. Latar belakang keluargaku yang kurang mampu membuat semua impian yang pernah ku bayangkan hancur tak tersisa.

Tidakkah kalian berfikir jika kalian berada di posisiku sebagai anak yang putus sekolah? Apa yang harus kalian lakukan jika semua prestasi dan cita-cita kalian harus hancur dalam sehari? Dan semua prestasiku sudah tidak berguna lagi. Aku berharap semua ini tidak pernah terjadi dalam hidupku.

Layaknya sebuah celengan, aku selalu dituntut untuk berkerja demi membiayai kedua orangtuaku dan adikku. Jangan tanya tentang pekerjaan kedua orangtuaku. Aku sendiri bahkan tidak mengerti dengan pemikiran mereka. Seorang anak dibawah umur harus bekerja sebagai kasir disalah satu mini market di sekitar sini.

Aku lima bersaudara. Namun kedua kakakku sudah berkeluarga. Dan kakak tertuaku sudah meninggal lima tahun yang lalu. Adikku masih berusia empat tahun. Dan satu-satunya yang kuharapkan adalah ia tidak bernasib seperti kakaknya ini.

Brak

"Jangan melamun! Appa tidak pernah mengajarkanmu membuang-buang waktu!" Ayahku menggebrak meja yang ada di hadapannya. Aku tersentak. Pandanganku beralih menuju ibuku yang sedang menyiapkan makanan di dapur.

Takut--takut aku kembali menatap kearah ayahku itu. Dengan perasaan campur aduk aku beranjak ke dapur dan menyiapkan makan malam. Aku mencoba menahan segala emosiku dengan menghela nafas panjang. Yah, aku ingin sekali berteriak jika aku butuh istirahat. Namun ayahku itu sepertinya tidak perduli.

'Aku merasa jika dunia ini tidak adil.' batinku dalam hati.

Sambil mengiris bawang aku mencoba menahan desakan airmata yang akan meluncur bebas dari mataku. Aku menaikkan kepalaku sambil menyeka airmataku. Bukan karena bawang aku menangis. Namun aku menangisi kehidupanku. Kehidupan ku yang penuh dengan konflik tanpa klimaks hingga membuatku ingin mengakhirinya dengan sad ending.

Aku mencuri pandang kearah ayahku yang sedang bersantai. Seketika aku ingin marah karena ia malah duduk di depan tv sambil meminum kopi. Namun amarahku seketika menguap. Aku tidak mungkin menyalahkan keadaanku. Terlebih aku tidak bisa marah terhadap ayahku walau bagaimanapun keadaannya. Alhasil aku hanya sanggup menghela nafas sambil melanjutkan memotong bawang.

"Kau lanjutkan. Eomma ingin memandikan adikmu." Perkataan ibuku membuatku kembali ke alam sadarku. Semua pikiran yang terlintas segera tergantikan dengan kenyataan yang saat ini aku hadapi. Aku mengangguk sebentar dan menatap ibuku sambil tersenyum.

Setelah ibuku pergi, aku mengambil ikan yang kemarin ku tangkap bersama dengan teman-temanku. Seketika aku tersenyum. Aku mengingat bagaimana konyolnya diriku saat mencoba menangkap ikan dengan tangan kosong. Ah, aku jadi merindukan teman-temanku.

Sekitar dua puluh menit berlalu. Kini semua masakan telah tersaji rapi di meja makan. Bergegas aku memanggil ayah dan ibuku untuk makan malam. Awalnya mereka masih belum beranjak dari aktivitas mereka masing-masing. Namun aku tetap bersikeras dan tak berapa lama kemudian mereka akhirnya meninggalkan kegiatan mereka.

Kami makan malam dalam keheningan. Seperti biasa, keluarga kami adalah orang yang jarang berbicara ketika makan. Namun entah mengapa malam ini aku sedikit tegang karena ada suatu hal yang sangat ingin ku bicarakan. Dan mengingat hal itu membuat tubuhku menggigil seketika.

[MAY] Regular MenuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang