-Line of Destiny-
...
"Target kita sudah terlihat, Tuan. Tinggal menunggu waktu yang tepat."
"Bagus, biarkan saja dia menikmati masa-masa terakhirnya."
...
...
Riuh tepuk tangan terdengar memenuhi gedung mewah itu, seiring sebuah ciuman manis berlangsung. Tidak disangka, pernikahan ini telah resmi mereka lakoni.
Meskipun sebelumnya sempat mendapatkan kesulitan, entah itu dekorasi, tempat dan busana juga tak kalah membuat sang pria beberapa kali memijat pelipis. Sungguh, ini sangat merepotkan.
Tapi syukurlah, walaupun membuat pusing tujuh keliling, acara sakral ini berjalan mulus. Setidaknya sampai ikrar janji terucap dari dua mempelai. Senyuman kebahagiaan serta doa dari para tamu undangan, menghiasi moment paling berharga seumur hidup mereka.
"Kau bahagia, Hinata-chan?" seru Naruto yang sejak tadi berdiri di samping Hinata. Netra shappire-nya tak henti menatap amethyst kekasihnya sejak tadi.
Rasa haru juga dirasakan Hinata begitu dalam. Kebahagiaan ini tak sebanding dengan hanya sekedar dipertemukan dengan Naruto, sampai-sampai membuat air matanya meleleh.
"Jangan menangis." Prianya menghapus butiran air mata itu, dengan penuh perasaan sayang. Lucu memang, Hinata selalu menangis jika dirinya kelewat bahagia. Awalnya, Naruto gelagapan akan hal demikian. Namun lambat laun dirinya mengerti, kekasihnya itu memang selalu terbawa perasaan.
"Aku terlalu bahagia, Naruto-kun." dan ya, hal itu membuat Naruto terkekeh pelan.
Naruto memeluk Hinata, mengecup kening dan mencubit hidung mancung milik wanita indigo itu. Tidakkan mereka sadar, tempat ini sangat ramai? Akan sangat memalukan jika kemesraan mereka dilihat banyak orang. Tapi, suasana yang berbunga-bunga itu membuat mereka buta. Sekelilingnya, mereka anggap hanya ingar-bingar yang semu.
"Hinata, menikahlah denganku."
Deg!
Setelah pernikahan kakak sepupunya, haruskah dia juga ikut serta menyelenggarakan? Tidakkah ini terlalu cepat?
Bukannya Hinata tidak siap, hanya saja baru hari ini dirinya bertemu kedua orang tua Naruto. Paman Hizashi yang mengusulkan agar calon besannya bisa datang diacara pernikahan Neji dan Tenten. Tentu saja, Naruto akan sangat bersedia. Dari Konoha, Kushina dan Minato datang ke Osaka, dan disambut hormat oleh keluarga Hinata.
Wanita itu masih ingat, bagaimana Kushina begitu heboh saat melihat dirinya untuk pertama kalinya. Tak henti, Ibu dari Naruto itu memeluk dan menciumi Hinata. Minato juga tak kalah senang bertemu sang calon menantu. Mereka sangat menyetujui hubungan yang terjalin antara Naruto dan Hinata.
Walaupun status sosial mereka, yang menyandang sama-sama pernah menikah, tetapi itu bukan masalah. Mereka berhak bahagia setelah menikmati kelamnya masalalu.
Masalalu bukan halangan di masa depan. Inilah takdir mereka, yang tak disangka-sangka sebelumnya.
"Naruto-kun, ti-tidakkah ini terlalu cepat?"
"Kau meragukanku?"
Raut sedih terlihat jelas di wajah Naruto, membuat Hinata tak enak hati. Dirinya gelagapan sendiri, antara senang dan terkejut.
Senang? Ya. Hinata sangat menantikan ajakan Naruto untuk menikah.
"Bu-bukan begitu. Sungguh aku juga ingin menikah dengan Naruto-kun!" Ucap Hinata tegas dengan rona merah yang sudah sejak tadi muncul diwajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ 7 ] Line of Destiny [ Completed ]
FanfictionGaris takdir? Bagaimana jika garis takdir yang mereka yakini terputus? Garis takdir yang membetuk baru hingga menjadi silang. Pertemuan tidak sengaja telah membuat hidup kelam mereka berubah. "Jangan tinggalkan aku," "Tapi... tapi---" ... "Siapa kau...