L O D : Three

1.6K 110 4
                                    

-Line of Destiny-

...

Malam ini hujan kembali menyerang kota Konoha. Cukup deras, sampai koper dan pakaian yang ku kenakan basah kuyup. Entah dimana aku harus bernaung, badanku sudah hampir kaku karena kedinginan.

Kembali ingatanku mengulang kejadian yang sempat kulalui hari ini. Ingatan pahit ketika lagi-lagi pertengkaranku berlanjut setelah kemarin. Sasuke, dia mencoba mencegahku untuk kabur.

Ya. Aku kabur dari rumah yang aku dan Sasuke tinggali. Aku tak tahan lagi hidup bersamanya. Aku hanya ingin memulai hidupku yang baru. Hidup dengan prestasiku dan kerja kerasku sendiri.

Meskipun entah bagaimana aku menjelaskan pada Ayah dan Ibu mertuaku, tapi aku yakin, suatu saat aku akan kembali untuk menjelaskan semuanya. Kembali disaat aku lebih baik tanpa Sasuke.

...

"Sakura-chan!"

"Toneri?"

Lelaki yang ku panggil Toneri tadi mulai melangkah menghampiriku. Rasanya begitu jengah. Entah mengapa disaat kepalaku pusing karena urusan rumah tangga dengan Naruto, dia selalu saja hadir.

Apa mungkin dia menguntitku?

"Sedang apa kau disini? Malam semakin larut, tak sepantasnya seorang wanita cantik berlama-lama di club malam, loh." dia duduk disampingku dengan memamerkan sebuah senyuman.

Aku terkekeh pelan. Bukan tertawa karena ucapannya, tapi aku muak dengan mulut manisnya.

"Urusi saja urusanmu." meneguk wine-ku sampai tandas, lalu tubuhku bergerak untuk pergi.

"Tidakkah sopan jika orang sedang berbicara padamu, kau malah pergi meninggalkannya?"

Aku tak peduli dengan ucapannya. Melangkah pelan karena sepertinya aku sedikit mabuk, tapi beruntung kesadaranku masih ada.

Tiba-tiba...

BRUK---

"Ah-- gomen ne, aku tak sengaja," mataku mulai menerawang pada sesosok badan kekar dan tinggi yang sempat ku tabrak tadi.

"Hn" dia bergumam begitu dingin.

Saat aku menemukan titik matanya yang kelam, disana aku memandangnya dalam. Begitu kosong, tak ada kehidupan.

Tapi, dia menarik dan tampan.

"Minggirlah." Dan lagi-lagi dia berkata dengan nada dingin. Aku termenung, hampir terpesona karenanya.

Saat dia akan berlalu, aku menarik tangannya erat, "Tunggu! Jika tak keberatan, maukah kau minum bersamaku?"

Dia berbalik, menatapku dengan tatapan tak suka. Naif sekali.

"Tenang saja, anggap ini adalah permohonan maafku karena sempat menabrakmu. Aku yang teraktir."

Sempat berlama-lama menjawab ajakanku, akhirnya dia mau.

Kami mencari tempat duduk, letaknya tepat dipojok ruangan. Disini jarang sekali dilalui oleh orang, bahkan hampir tak pernah. Mungkin awal pertemuan kami ini akan menjadi awal perdekatan kami. Ku harap.

Akhirnya seorang pelayan membawakan kami dua botol wine untuk kami. Langsung saja, obrolan kami dimulai disini.

"Ah-- ku harap kau melupakan hal tadi. Aku benar-benar tak sengaja."

"Hn"

Ah, apakah tak ada ucapan lain yang dia katakan selain gumaman memuakan itu?

"Siapa kau?" tanyaku.

"Uchiha Sasuke"

Namanya lumayan juga.

"Aku Haruno Sakura. Senang berkenalan denganmu, Tuan Uchiha," aku tersenyum semanis mungkin.

Samar-samar, aku melihat senyuman tipis terukir diwajahnya, membuat pipiku sedikit memerah. WTF?

Menggelengkan kepalaku pelan, aku kembali berucap untuk menghilangkan kegugupanku, "Ah-- Uchiha-san, sepertinya aku baru hari ini melihatmu. Apa ini pertama kalinya kau datang kesini?"

Dia mulai menikmati minumannya dan menjawab pertanyaanku, "Ya."

Singkat, jelas dan memuakkan.

"Begitu, ya."

Dia terkekeh pelan, "Kau sering kesini?"

Dia bertanya padaku? Benarkah?

Aku benar-benar senang. Sumringah. Langsung saja ku jawab dengan semangat, "Tentu saja. Ini adalah tempat langgananku! Tapi, malam ini rasanya sangat berbeda karena kau menemaniku,"

"Begitu, ya." dibarengi dengan senyuman tipisnya yang lagi-lagi membuatku tersipu sekaligus terpesona. Oh, My God! Senyumannya membuatku lupa diri!

"Hey, Tuan! Kau meng-copy ucapanku." Candaku dengan ekspresi cemberut yang dibuat-buat.

"Hn. Bahasamu itu pasaran sekali, Nona permen karet."

Sekali lagi, aku benar-benar dibuat mati konyol karenanya. Mungkin iya, wajahnya tegas dan datar, sikapnya juga dingin, tapi disisi lain ada hal yang membuat daya tariknya begitu hidup.

Selama aku menikah dengan Naruto, atau mungkin selama aku mengenal dia, aku tak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Aku tak pernah bisa menilai Naruto dari sisi seistimewa ini. Aku tak pernah merasa bergejolak dengan rasa penasaran dari diri Naruto. Entah karena apa, entah sisi mana yang salah. Tapi, kenyataannya memang seperti itu.

Bahkan dari pada cinta, aku lebih suka menerima uang gaji Naruto. Gayaku, hiburanku, semua duniaku, uang pemberiannya bisa aku gunakan untuk itu.

Mungkin iya, aku sangat jahat karena memanfaatkannya. Tapi, jujur, setitikpun rasa cintaku tak pernah hadir untuknya. Aku mau menikah dengannya karena dia adalah satu-satunya pria yang mau menerima kekuranganku. Aku bukanlah berasal dari keluarga kaya raya. Dan ketika Naruto datang, aku merasa ujung kehidupanku berlangsung lebih lama.

Dia memang pria baik, bahkan terlalu baik untukku.

Kehidupannya yang terbiasa mewah, mengubahku menjadi gila akan hartanya. Semua yang ku mau, dia akan selalu memenuhinya.

Naruto's love is a money for me.

Cukup lama aku berlarut dalam pikiranku, membuat pria di sampingku merasa jenuh. Aku tersadar ketika lengan kekarnya menyentuh daguku.

"Ada apa?" dia bertanya dengan datarnya.

"Ti-tidak," sial. Mengapa lidahku terasa kaku sekali?

Lupakan hal tadi, lebih baik aku nikmati kebersamaanku bersama Uchiha Sasuke.

Kami melanjutkan obrolan kami, kali ini dia mulai bisa bercanda. Aku melihat ada sisi manis yang tersembunyi dibalik sifat acuhnya. Karakter yang mungkin orang lain tak tau.

Saat ku nilai dari caranya minum, aku merasa dia menyembunyikan sisi lain dari hatinya. Dia terlihat tegar, tapi sesungguhnya dia rapuh.

Ada apa dengannya?

Hingga diakhir dia kehilangan kesadarannya, semuanya terbongkar.


Tbc...

Mind to vomment?

[ 7 ] Line of Destiny [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang