L O D : Fourteen

1.3K 104 6
                                    

-Line of Destiny-

...

"Naruto-san, sayonara--"

.

Mengerjap. Pandanganku terasa amat buram ketika sepasang mata biruku tampil dari balik kelopak mata. Aku kembali menyipitkan mata, tatkala sebuah sinar terang masuk dari celah gorden yang tak begitu rapat.

Jadi, sudah pagi ya?

Aku bangkit, mendudukan diri di pinggiran ranjang. Entah mengapa, tiba-tiba saja kepalaku terkena pusing mendadak. Apakah mungkin aku tidur terlalu larut? Kurasa tidak. Tidur lima jam saja, sudah lebih dari cukup.

Ya, profesiku yang sudah lama beralih menjadi seorang pemimpin perusahaan cabang milik Sasori-san, sangat menguras waktu istirahatku. Terkadang, aku harus menyelesaikan tumpukan berkas berupa dokumen dan surat-surat penting sampai jam tiga dini hari.

Ini memang melelahkan, apalagi aku sudah lama menjadi seorang single parent. Hidup seorang diri, tanpa sosok pendamping seperti dulu. Biasanya, selalu ada Sakura.

Khe, bahkan sudah lama rasanya aku melupakan nama itu. Perceraian empat tahun yang lalu, membuatku enggan menerima lagi seorang wanita lain. Bisa dikatakan, aku trauma.

Tunggu, tapi mengapa, tiba-tiba saja aku memimpikan seseorang? Entah kapan terakhir kali aku bermimpi, bahkan mungkin sudah terlalu lama.

Hanya malam ini, aku memimpikan wanita itu. Dia teman lamaku, dulu. Orang asing yang ku anggap teman.

Hinata...

"Bagaimana kabarnya?" Sudah lama tak bertemu, aku ingin mengobrol banyak bersamanya.

Tapi, aku tak tau dimana dia sekarang. Dia pergi, dan tak berkata apapun. Tak menjelaskan alasan yang pasti. Dia hanya berkata, bahwa akan pergi jauh, dan tak mungkin kembali.

Disaat itulah, kekalutanku semakin bertambah. Sudah diceraikan, temanku malah pergi begitu saja.

Mungkin, itulah takdir.

"Aku harus segera bergegas."

Akhirnya aku berjalan ke kamar mandi, untuk melakukan ritual membersihkan diri. Hari ini, akan ada rapat penting di kantor.

...

...

12.30 , Harazuku Caffe

"Hinata-chan!"

"Eh, Haruto-kun."

Wanita indigo itu mulai berjalan ke arah loker, tepat dimana pemuda bernama Haruto berada. Kirishima Haruto, dia teman akrab Hinata di tempat kerja.

Hinata menyimpan tas dan membuka jaket lalu dimasukkan kedalam loker. Hari ini, ia shif siang, mungkin akan pulang malam. Ya, sekitar jam delapan malam, sih, jam Caffe tutup.

"Shif dua, eh?"

Kebiasaan Haruto. Kalau bertemu Hinata, dia akan menyenggol bahu wanita itu dengan sikunya. Haruto memang jahil, dan otaknya juga agak mesum. Tapi, biarpun begitu, Hinata tidak pernah merasa terganggu. Sebenarnya, Haruto itu baik. Jahil dan mesumnya cuman diluar, kok.

"Ya." Hinata tersenyum. Wanita itu berjalan ke arah cermin ukuran besar disana. Fasilitas loker, katanya. Dia mulai merapikan rambutnya yang diikat, memoles sedikit bedak, dan lips ice agar bibirnya lembab. Meskipun berprofesi sebagai cleening service, tetap saja, atasannya menuntut untuk merias diri. Itu berlaku hanya untuk wanita. Tidak terlalu berlebihan juga, asal terlihat cantik dan segar sudah cukup.

"Sudahlah, Hinata-chan. Kamu sudah cantik dan sexy, kok."

"Uhm, aku tau, kok." dengan pipi merona yang tak bisa dielakkan lagi, Hinata berkata dengan lancar. Ini sudah biasa, Haruto selalu bilang, kalau dia itu sexy.

Pria itu pun tertawa, "Akhirnya kau sadar juga."

"Sudah, ah." Hinata berlalu, meninggalkan Haruto yang masih tertawa.

"Ish... tunggu aku!"

...

...

"Aku akan pergi ke Osaka."

Mata emerald wanita itu membola. Apa-apaan ini? Pria raven dihadapannya, akan pergi ke Osaka? Untuk apa?

Bermacam-macam pertanyaan, muncul dibenaknya. Osaka itu sangat jauh, meskipun masih wilayah Jepang.

"Aku ikut."

"Tidak."

Sekali lagi, ucapan dinginnya berhasil membuat wanita itu terhenyak. Tidak biasanya, Sasuke seperti ini. Apa yang sebenarnya pria itu sembunyikan?

"Aku harus mencari Hinata."

NYUTT---
Tiba-tiba, detak jantung Sakura berubah sesak. Sasuke itu tunangannya, bahkan akan menikah menjelang musim salju nanti. Tapi mengapa, disaat seperti ini, Sasuke masih sibuk mencari wanita itu?

Apalah arti sebuah status, jika pria yang dicintainya masih memiliki hati untuk orang lain. Jadi, selama ini, Sakura apa? Apakah hanya sekedar pelampiasan semata? Lantas, janji Sasuke mencintainya dengan penuh damba itu apa?

Sekalipun Sakura menangis, Sasuke akan tetap diam. Sifatnya itu egois, tak pernah berpikir bagaimana hati seorang wanita. Tapi, Sasuke selalu berkata jujur, hanya pada Sakura.

Jadi, sekarang apa? Mencegah agar Sasuke tidak pergi? Itu mustahil.

"Maafkan aku."

Lelehan air matapun akhirnya tampak. Sakura menangis, deras, sampai tak memikirkan dimana dirinya berada. Hatinya teramat sakit, lebih sakit daripada dicambuk seribu pecut. Apakah ini yang dirasakan Naruto dulu?

Mungkin, karmanya telah dimulai.

"Aku, mencintai Hinata."

"Cukup, Sasuke-kun!"

Air mata Sakura menderas saat kebenarannya terucap. Inikah perubahan rasa benci, yang Sasuke kata abadi dalam hidupnya? Benci yang mendedam begitu dalam, apakah dengan mudah menjadi cinta?

"Tapi, aku juga mencintaimu." Dan fakta lainnya, perasaan Sasuke juga tersisih untuk Sakura. Apakah Sasuke bodoh?

"Kau tak akan bisa begitu saja memiliki keduanya. Kau harus memilih." Jikapun Sasuke harus memilih, yang dia pilih haruslah Sakura. Karena bagaimanapun, Sakura sudah ikut membenci wanita itu. Maka tak mudah, jika sekarang Sakura juga harus mengubah rasa bencinya pada Hinata, dengan jalinan persahabatan, bukan? Ditambah, kini Sasuke diambil paksa dari pelukannya.

Seperti sebuah rekayasa film, dan tentu saja Sakura mengerti kalau kisahnya seperti drama. Drama yang di dalamnya tokoh utamalah yang menderita, namun memiliki akhir yang bahagia. Apakah pada akhirnya, dia akan bahagia?

Hidup itu tak menentu. Hidup tak mudah diprediksi. Karena hidup, berkaitan erat dengan takdir.

"Aku tak bisa. Aku tak mau memilih. Kau, dan dia, aku sangat membutuhkan kalian. Aku memang egois. Menarikmu masuk dalam kehidupanku, dan terjebak di dalamnya. Sudah ku katakan, cinta itu bodoh! Karena kebodohannya, aku juga malah ikut menjadi bodoh." untuk pertama kalinya dihadapan Sakura, Sasuke meracau. Apakah dirinya kalut, sampai bisa berkata lebar seperti itu?

Sakura hanya menatapnya nanar, dia tak mampu berkata apa-apa. Dirinya juga sakit hati, terbukti dengan tangisnya yang tak kian mereda. Hanya ditemani keheningan, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.

Tanpa mengenal sekitar, orang-orang sudah pergi. Malam semakin larut dan hawanya dingin menusuk.

Tbc...

A/n : aku up lebih cepat ya, bersyukurlah karena ide masih jalan.wkwkwk... tapi malah tambah rumit, dan tambah ngaco. Mohon maafkan... aku hanya seorang matiran :v
Kalo ada yang ingin di kritik, silahkan komentari.. tapi tidak untul flame..

See ya,

[ 7 ] Line of Destiny [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang