L O D : Twenty - Four

2.9K 123 27
                                    

-Line of Destiny-

Disebuah ruangan gelap, minim pencahayaan. Tidak, hanya sebatas diterangi oleh lilin putih di atas sebuah kursi. Disampingnya, terduduk seorang wanita dengan pakaian terkoyak dan penuh noda. Noda darah yang sudah mengering, tentunya. Hampir seluruh anggota tubuh, dipenuhi luka dan lebam. Bahkan wajah ayunya, tertutup karena hasil hantam tangan dari seorang manusia tidak berperasaan.

Tidak. Orang itu sangatlah tidak layak disebut sebagai manusia. Akal sehatnya sudah musnah, bahkan seperti binatang. Lebih rendah dari sampah! Perilaku tidak terpuji, bahkan melanggar aturan. Apalagi, di negeri orang. Rasa malunya pun, tidak dia pakai!

Memang, sederet kata hanya untuk mengisahkan bagaimana orang tersebut, tidaklah cukup. Peran antagonisnya, seolah semua kata bermain dan menyusun hanya menjadi cacian belaka. Yang jelas, detik inipun orang itu hanya menatap mangsanya dengan wajah iblis memuakkan.

Meskipun dirinya sadar, diluar sana banyak pihak yang sedang mengincar dalang dari kejahatan tersebut. Tepat mengincar dirinya sendiri. Itu bukanlah masalah, bahkan sikapnya tetap tenang dan masa bodoh. Yang paling penting, hari ini adalah hari terakhirnya untuk menarik tangan mungil si wanita indigo kembali dalam pangkuannya. Walau harus dengan paksaan, dan memberi luka lahir dan batin pada wanita malangnya.

Sejak tadi, wanita bersurai indigo itu masih bersemayam dalam alam bawah sadarnya. Penyiksaan dari pria iblis, membuat kesadarannya hilang lebih dari dua jam. Namun beruntung, denyut nadi dan detak jantung masih tinggal ditubuh mungil tersebut. Penyandraan atas dirinya, akan bagaimanakah akhirnya? Akankah kisah hidup wanita itu berakhir tragis, ataukah bahagia seperti pada kisah di film?

Memang, hidupnya bagaikan memerankan akting yang dramatis. Skenario yang Tuhan tulis, begitu mempermainkan hati dan jiwa. Sedih, bahagia. Suka dan duka. Derita juga luka. Bahkan canda dan tawa. Semua sudah terlukis digaris takdir. Hanya menjadi pemeran yang baik, untuk mengakhiri kisah ini. Cukup dengan rasa sabar, juga keyakinan bahwa Tuhan takkan memberi ujian berat diatas batas mampunya. Itulah keyakinan.

Mendengar kebisingan, dari arah luar pintu yang sengaja dikunci rapat, membuat sang pria iblis mendekati wanita itu. Dirinya mendekap sang wanita begitu erat, sambil mencium pucuk kepalanya. Sesekali, tangan kekar itu mengelus pipi tembam yang penuh luka, tanpa rasa belas kasihan. Dirinya hanya tersenyum puas, seperti orang yang kehilangan akal sehat.

"Hinata, kau akan menjadi milikku." Ungkapnya, diselingi sebuah seringaian jahat yang terukir diwajah tampannya.

Tanpa melepas ikatan pada tubuh wanita bernama Hinata itu, si pria mengangkatnya bermaksud membawa pergi. Namun…

BRAK---

"Berhenti, Sasuke!"

Selangkah berlalu, niatnya untuk pergi harus terurung dengan terpaksa. Dari arah pintu yang berhasil dibobol, sudah tampak tiga pria dengan satu wanita yang menatap nanar pada pria disebut Sasuke itu.

Sasuke berbalik. Sekali lagi, dia menampilkan seringaian menyebalkannya pada mereka. Sekilas, mata biru milik Naruto menangkap jelas kondisi kekasihnya yang masih dalam pangkuan Sasuke. Begitu murkanya pria itu, saat mengetahui Hinata-nya penuh luka juga tak sadarkan diri.

"Keparat!! Apa yang telah kau lakukan pada Hinata?!" Seakan gejolak amarah itu mendidih dihati dan otaknya, Naruto mencoba untuk menyerang lebih dulu. Namun, Toneri dan sang Ayahnya -Minato-, menahan Naruto.

"Tenangkan dirimu, Naruto!! Jangan biarkan emosi menggelapkan mata batinmu!" Redam sang Ayah.

"Tou-san! Lihat dia!! Dia telah melukai Hinata!! Apakah Tou-san pikir, aku harus tetap diam, huh?!!"

[ 7 ] Line of Destiny [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang