L O D : Ten

1.2K 104 5
                                    

-Line of Destiny-

Tuhan menciptakan skenario kehidupan manusia dengan sedemikian rupa. Tawa tak selalu tertawa. Duka tak selalu berduka. Senang dan kesedihan disuratkan dengan baik oleh kekuasaan-Nya. Dikala manusia bersuka cita tanpa beban, takdir-Nya akan terselip sebuah tangis kepedihan.

Bukan untuk berlari. Bukan untuk dihindari. Hidup itu dilalui dengan separuh nafas dan denyut nadi. Hidup hanya sekali. Biarkan cobaan bertubi-tubi, karena Tuhan akan selalu menemani. Hidup itu perjuangan. Hidup itu pilihan. Pilihan untuk melanjutkan hidup, atau mati penuh penyesalan.

Lalu, kisah apa yang Tuhan takdirkan untuk perjalananku selanjutnya?

Sudah tiga setengah tahun berlalu, aku berharap semua ini akan berakhir. Tapi ternyata, kasih sayang Tuhan lebih besar. Dia memberiku ujian baru untuk meningkatkan rasa sabarku.

Tuhan, terimakasih.

.

Dua pasang manik amethyst dan shappire melebar. Terkejut. Rasanya suara ini sangat tak asing diindera pendengaran. Mengiang-ngiang, yang begitu menyakitkan sampai ke rongga dada. Hanya sekedar mendengar suaranya saja, sakit itu muncul tiba-tiba.

Apalagi sekarang? Apakah baru kali ini, dua manusia tak punya hati ini mencari keberadaan mereka? Ataukah hanya sebuah ketidaksengajaan?

Sudah! Jangan ingatkan lagi kenangan buruk dimasalalu! Lupakan, hilangkan, dan jangan pernah diungkitkan.

"Kau mengenalnya?"

Suara dinginnya beralun begitu dalam. Tekanan yang membuat hampir seluruh bulu roma berdiri. Takut. Teramat tegas dan amarahnya hampir meluap.

"Dialah pria yang ku sebut sebagai suamiku, Sasuke-kun."

Ungkapan ringan tak berarti itu, hampir membuat hati kecil Naruto teriris. Begitu angkuhnya, sosok wanita yang dia anggap sebagai istri, di depan pria lain berkata dengan nada meremehkan. Sebegitu rendahkah harga dirinya di mata Sakura? Wanita yang dia sebut sebagai orang yang paling dia sayang?

Menghembuskan nafas dengan seringaian jahat, Sasuke berkata, "Pria yang kau sebut suamimu itu, sedang bermesraan dengan wanita jalang yang bisa ku sebut sebagai istriku, Sakura!"

"Jadi… wanita ini yang sudah menyakitimu selama kau hidup, Sasuke-kun?! Dan dia juga telah mengelabui suamiku agar dia menjauh dariku!! Dasar wanita jalang!!"

"Khe, asal kau tau, Sakura. Wanita ini pula yang sudah merayu suamimu saat tiga bulan terakhir!" Dan serangkaian kata ambigu lainnya mereka katakan dengan tepat tertuju pada Hinata. Apakah mereka tidak tau? Hinata dan Naruto baru saja bertemu setelah tiga bulan berlalu. Anggapan semacam kecurigaan yang tidak langsung ini, bukan hanya membuat drama yang menusuk bagi Hinata, tetapi sebagian pengunjung Cafetaria juga merasa tertarik untuk menonton.

Penghinaan apalagi yang Hinata dapatkan? Baru saja hatinya merasa tenang, tapi konflik hangat tiba-tiba datang menghancurkan semuanya. Dan, lagi-lagi karena Sasuke, dengan tambahan wanita yang disebutkan sebagai istri dari Naruto.

"Kalian salah, kami hanya tak sengaja bertemu. Bahkan aku sendiri yang mengajaknya untuk mengobrol disini." bela Naruto.

Luapan amarah Sakura semakin menjadi tatkala mendengar Naruto membela wanita yang menunduk di sampingnya.

Sejujurnya, Hinata sudah tak bisa menahan tangis. Dia menunduk agar semua orang tak tau jika dia menangis. Dia tidak mau terlihat lemah, apalagi Sasuke ada disana. Mungkin benar, keputusannya untuk pergi dari Konoha adalah pilihan yang tepat. Dia akan memulai dunia barunya sendiri. Dengan begitu, beban hidupnya akan berkurang sedikit demi sedikit.

Hanya sedikit lagi, tabungannya akan terkumpul untuk perjalanan kehidupan yang baru.

"Oh, jadi kau mulai berani membelanya, huh?! Tuan Namikaze, aku minta kita bercerai!" Dengan cepat, Sakura menarik tangan Sasuke dan pergi dari sana.

Apakah barusan Naruto tidak salah mendengar? Bercerai? Dengan Sakura?

"S-sakura…" apakah wanita itu tak salah berkata? Setitikpun, Naruto tak pernah mau untuk berpisah dengan Sakura. Meski telah banyak rasa sakit dan kekecewaan yang dia dapatkan selama ini, Naruto percaya bahwa Sakura memiliki hati yang baik. Dia adalah wanita yang sangat baik.

Jika ayah dan ibu tau, apa yang harus Naruto katakan? Dia tidak ingin Sakura mendapat cemoohan dari ibunya yang tak kalah sangar. Meskipun kedua orang tuanya sangat menyayangi Naruto, tetap saja dia tak ingin hati Sakura merasakan imbasnya.

"Naruto-san, s-sudahlah." Tersenyum getir, Hinata hanya bisa mengelus pelan pundak Naruto. Sejak tadi, Naruto melamun dengan beberapa tetes air mata mengalir dipipinya. Tak terasa ya, mereka sudah lenyap dari pandangan, bahkan sejak tadi. Buru-buru, Naruto menghapus sisa lelehan air matanya.

"Jika saja Sasuke yang berkata seperti itu, aku akan berkata iya dalam sekejap." Isi hatinya yang terpendam, seolah terbuka begitu saja. Perceraian dengan Sasuke, tetapi kapan?

Naruto mengernyitkan dahinya, bingung. "Sasuke?"

"Ya. Pria yang bersama istrimu tadi. Dia Sasuke, suamiku."

Penjelasan singkat dari Hinata, membuat Naruto paham. Jadi, Hinata sudah menikah juga, ya?

Pertanyaan di dalam hatinya mungkin sudah tak perlu dijawab lagi. Sudah jelas, bukan? Untuk itulah ucapan Hinata tadi, dia tanggapi dengan 'oh' saja.

Hinata hanya tersenyum. Walau hatinya sakit dan air mata juga masih ingin keluar, mungkin harus ditahan. Tidak baik jika terus menggulung luka sampai mendendam. Lebih baik lupakan saja, walau hanya sejenak bisa berfikir tenang.

"Kalau begitu, aku pamit dulu Naruto-san. Jaa ne," Hinata melambaikan tangan sebagai tanda berpisah. Tetapi, tiba-tiba saja Naruto menghalau langkahnya.

"Mate, Hinata-san!"

Gerak kakinya terhenti cepat, lalu berbalik lagi ke arah Naruto, "Ya?"

"Anoo, bolehkah aku meminta nomor ponselmu?" Naruto menggaruk pipinya malu-malu. Ya, mungkin agar lebih gampang berkomunikasi. Dan, bukannya tadi Naruto bilang akan mengunjungi Hinata nanti malam?

Hinata kembali mengulum senyum. Untuk hal itu saja, mengapa Naruto harus malu? Tentu saja, Hinata tidak akan keberatan, malahan merasa senang.

Hinata kembali mendekat, dia menyebutkan 12 digit nomor ponselnya pada Naruto. Naruto langsung saja menuliskan diponselnya.

Setelah itu, merekapun berpisah disana.




Tbc…

A/n : Kurang greget ya? Kata-katanya kurang feel? huhuhu 😭😭 maafin.
Aku gak prediksi sih ini fanfict bakalan banyak hurt-nya ketibang romance-nya. Awalnya aku cuman mikir, bikin fanfict yang asalnya udah pada nikah, terus cerai dan nikah lagi sama orang yang senasib. Haha, mungkin akunya amatiran bgt 😅

See ya,

[ 7 ] Line of Destiny [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang