Komat-kamit tak tentu arah, bikin Merin gelisah. Peristiwa di swalayan tadi membuat Merin kesal setengah mati. Perkenalan antara kekasih dan adik kandung, Kakaknya otomatis memilih sang kekasih. Sengaja merangkulnya di depan mata Merin.
Memilih diam daripada ikut membaur. Siapa lagi kalau bukan obrolan antara Ade dan Diza, kekasih hati kakak Merin. Sebalnya lagi, Diza ikut pulang bersama mereka.
"Jadi, kau bakalan tinggal di rumah Dede?" tanya Diza menengok ke belakang.
Melongo, Merin menganggap panggilan sayang dari Diza seperti tertuju pada Dede Surrandar, si mantan OB, sekarang berubah jadi artis stripping. Enak saja, kakaknya yang ganteng disamakan dengan si Dede itu.
"Begitulah, Kak. Nggak ada tempat lagi, kan?" ucapnya semakin terpaksa menjawab. "Kakak nggak ikut pulang ke rumah, kan?"
Diza mengerutkan kening sembari mengingat. "Oh, enggak dong. Aku mesti pulang. Mau dandan dulu. Mau ada kondangan."
Sujud syukur ya Allah. Merin bahagia. Dia tidak mau di hari pertama, Merin mendapat kecaman dari Diza saat hari pertama Merin tinggal di rumah Ade. Bisa hilang kebersamaan Ade malam ini.
"Pernikahan Adam?" tanya Ade. Diza mengganguk, tersenyum cantik. "Astaga, aku lupa! Aku juga diundang! Kedatangan Merin suka bikin lupa jadwal. Aku ikut kamu, deh."
Terperangah, tak mendapat keberuntungan. Merin cemberut sekaligus kesal mampus. Masa sendirian di rumah tanpa Ade di sampingnya? Kakaknya keterlaluan amat. Mending di mal saja, dingin-dingin dan tak makan hati.
"Kak De berniat tinggalkan aku di rumah?! Kak De kejam banget, sih! Kenapa nggak minta orang lain menggantikan Kak De?!"
"Nggak bisa, Merin. Kakak harus tepati janji menghadiri pernikahan Adam. Adam kan, sahabat Kakak. Nggak mungkin, dong, nggak hadir."
"Kakak jahat!" jerit Merin meringkuk ke pintu.
"Merin, jangan begitu, dong."
Tak ingin menjawab, Merin hanya melihat pemandangan dari samping. Ditinggalkan sendiri karena kondangan, bikin Merin marah. Seandainya waktunya tepat, Merin bakalan hancurkan acara itu dan mengurung Ade di rumah. Tetapi, kedatangan si kekasih hati bikin rencananya musnah.
***
Malam pertama di hari pertama kedatangannya, Merin ditinggal sendiri. Ingin menangis, tetapi tak bisa. Berteriak pun tak ada gunanya. Toh, kakaknya telanjur pergi sekalian menjemput belahan jiwa. Serasa Merin mau mual.
Memasak sendiri itu tak enak. Biasanya, ditemani Ibu atau Bibi. Atau bersama teman-teman sekampusnya. Ngobrolnya pun panjang. Merin benci sekitarnya sunyi. Maunya ramai melulu.
Selagi memasak dan menghidangkan di meja, bunyi bel terdengar. Refleks, badan Merin menegang. Orang tak diketahui sedang membunyikan bel. Merin punya prasangka, orang di balik pintu itu pasti orang jahat. Maka dari itu, Merin meraih sapu.
Mengendap-endap miring maling, Merin lantas bersembunyi untuk antisipasi. Mengintip di jendela, melihat punggung tegap berdiri membelakangi.
"Punggungnya laki-laki, pasti pria," tukas Merin. "Yaelah, sudah tahu laki-laki itu pria, sama saja, Merin," katanya menepuk kening.
Mengangkat tinggi-tinggi sapu, Merin memutar kunci. Ketika pintu terbuka selebar mungkin, Merin siap memukul orang tak dikenal.
"Hiyaaaa!"
"Eiits, ya Tuhan. Merin, letakkan sapu itu jauh-jauh. Bisa-bisa aku nggak bakalan kawin!" jerit seseorang mengalangi sapu itu menerjang dirinya.
Familier dan tak asing, Merin menjauhkan sapu itu. "Suara itu sepertinya kukenal baik, nih. Apa ini Kak Eros atau Kak Ello si cerewet kuadrat?"
"Eros Sinatra!"
Langsung Merin menjatuhkan sapu dan meloncat ke Eros, pria tadi dikiranya tak dikenal identitasnya. Keduanya berputar-putar layaknya sepasang kekasih menempuh perjalanan jauh. Senyum mengembang di bibir keduanya, meski satunya tercekik.
"Kak Eros datang! Kak Eros bakalan temani Merin!" Riangnya gembira.
Lilitan leher mencekik Eros yang susah bernapas. Namun, riangnya Merin tak bisa melepas lingkaran di lehernya. Biarlah, tidak apa mati muda.
"Aduh, Kak Eros bikin orang jantungan saja." Merin menarik diri. "Hmm ... siapa yang menyuruh Kak Eros—atau siapa membawa Kak Eros ke sini?"
Banyak pertanyaan dari Merin membuatnya lega bisa bernapas. Tetapi, penciuman sangat tajam membuat berkerut kening.
"Ada bau gosong?"
Melotot, Merin berbalik. "Gyaaa! Makananku gosong!"
Tbc
***
11 Juni 2016

KAMU SEDANG MEMBACA
Roda Waktu ✔️
Historia CortaIngin bersama dengan kakak paling disayang, Merin meminta kepada kedua orang tua supaya diizinkan tinggal di Jakarta. Tersenyum merekah, bisa melihat dan tinggal seatap dengan sang kakak. Namun, kehadiran orang baru di antara mereka membuat masalah...