A&A[6]

186 10 0
                                    

Aleta pov

"Kita kan saudara ma, pa?!" Tanyaku setelah sadar dari keterkejutanku.

"Kalian sebenarnya sama sekali gak ada ikatan darah. Karena Tante sebenarnya bukan anak oma kamu. Tante anak temen oma kamu, Tante hanya anak titipan sebenernya hehe" jawab Tante Berlin dengan kuatnya seakan bicara itu adalah hal yang mudah. Tapi matanya tidak bisa membohongi kami semua, aku lihat mata itu mulai merah lalu segera ditutupi olehnya, agar terlihat bahwa dia tegar.
Alvin yang terkenal dingin itu bahkan mengusap pundak mamanya.

"Dan kami ingin mencarikan kalian jodoh yang gak asal-asal" sambung mama yang tampak terharu setelah mendengar Tante Berlin. Aku bahkan baru tau fakta ini. Sifat papa yang sangat sangat perhatian kepada Tante Berlin sebagai adiknya terlihat sangat jelas. Bahkan dari saudara-saudara papa lainnya juga terlihat sangat menyayangi Tante Berlin layaknya saudara kandung.

"Tante, om, ma aku mau ngomong sama Aleta dulu ya" Kata Alvin yang membuat aku menyudahi melamun ku. Papa tampak mengangguk sambil tersenyum akhirnya aku juga berdiri saat melihatnya memberi tatapan 'gue mau ngomong'. Sepupuku tampak tenang dan tidak menggoda seperti biasa, untunglah mereka masih mengerti keadaan.

Aku mengajaknya duduk di teras belakang dekat kolam renang.

"Mau ngomong apa lo?" Tanyaku ketus. Aku harap dia mempunyai solusi yang baik tentang perjodohan ini. Meskipun ada 'sedikit banget' rasa senang, tapi tetap saja hatiku gak tenang. Kalau aku mengajaknya bekerja sama menolak pernikah ini, bagaimana Tante Berlin? Dia sudah seperti mama keduaku, melihatnya kecewa adalah hal yang sangat pantang dalam hidupku. Aku juga mikir bagaimana ada pernikahan yang didasari satu cinta? Karena aku tau nantinya pasti akan hanya ada satu pihak yang memperjuangkan pernikahan ini, dan itu pasti aku.

"Bagaimana pendapat lo?" Tanyanya sambil menatap kosong ke arahn kolam. Aku yakin dia gak kalah galau'nya, apalagi dia anak satu-satunya. Pasti dia juga mikirin kebahagiaan mamanya. Ingin rasanya aku berteriak 'gue setuju!' tapi hati ini serasa takut dan ragu.

"Gelap" jawabku akhirnya sambil memandang ke arah yang sama dengannya. Aku memang suka sama dia, tapi itu kayanya hanya perasaan kagum? Aku pikir aku hanya mengagumi nya seperti aku mengagumi model pria yang ganteng gak nguatin itu, dan berimajinasi akan memilikinya lalu setelah bosan aku akan mencari pria ganteng lainnya untuk kukagumi. Ya, meskipun menikah dengannya membuatku sedikit senang karena imajinasku terwujud. Tapi rasa takut lebih mendominasi perasaanku saat ini.
Aku mendengus kasar, kenapa Tuhan selalu memberi pilihan yang sangat berat seperti ini? Apa ya kira-kira rencana Tuhan memberiku pilihan hidup seperti ini? Karena kata quotes Tuhan selalu memberikan yang lebih baik.

Aku menoleh kearahnya saat menyadari ada pergerakan darinya.

"Kita nikah kontrak aja!" Katanya dengan santai dan ceria seakan itu adalah hal yang biasa. Untung ganteng, jelek gue ceburin ke kolam nih orang!

"Use your brain, please" kataku sambil memutar bola mata malas.

"Dengan nikah kontrak kita masih bisa bebas tau. Lo bisa punya pacar begitupun gue, asal jangan ketauan. Kita buat perjanjian selama 1 tahun, setelah itu kita cerai tinggal bilang gak cocok. Gimana?" Jelasnya dengan panjang lebar, bahkan ini kalimat terpanjang'nya selama ini. Aku tau nikah kontrak ini ada untung dan rugi. Untungnya adalah kita bisa membahagiakan orang tua dan kita masih bisa tetap bebas. Dan rugi'nya pasti akan ada yang tersakiti terakhinya, karena baper. Apakah itu gue juga? Gue harap gak. Berarti mulai sekarang aku harus coba ngendaliin perasaan! Harus.

"Setuju" jawabku susah payah. Entah kenapa bicara satu kata sependek itu terasa sangat berat bagi mulut, hatiku. Aku harap ini keputusan yang tepat, mungkin(?)

* * *
Setelah memberi tau semua bahwa kami setuju, tentu mereka senang bukan main. Sekarang kita lagi di Cafe depan komplek.

"Mari kita buat perjanjiannya!" Katanya sambil menyodorkan kertas dan bolpen yang entah darimana itu.

"Maksutnya?" Tanyaku gak mengerti.

"Lo tulis apa aja peraturan lo buat pernikahan kontrak ini. Nanti gue suruh pengacara bikinin surat kontraknya" katanya sambil memulai menulis.

Hmm..

1. Terserah mau pergi kemana + dilarang kepo.

2. Dilarang bawa pasangan ke rumah.

3. Gak boleh ada kontak fisik!

4. Terserah kalau mau punya pacar!

5. Jangan buat gue galau!fix.

Setelah menulis gak penting itu aku menyerahkan kertasku ke dia dan dia menyerahkan kertasnya agar aku dapat membaca.

1. Gak boleh campurin urusan satu sama lain.

2. Dilarang saling suka(baper)

3. Gak boleh ada yang tau selain lo, gue, pengacara.

4. Setelah satu tahun akan cerai dan menganggap tidak kenal satu sama lain.

Membaca nomor terakhir rasanya ada sebagian hatiku yang terasa sesak. Ini pernikahan pertamaku dan akan bertahan selama setahun, cukup mengenaskan bukan? Pernikahan yang dulu aku harapkan sangat jauh dengan kenyataan. Aku mengharapkan pernikahan dengan orang yang aku cintai dan begitupun sebaliknya. Mempunyai anak, mempunyai cucu, grow old together. Boro-boro grow old together, cuma 1 tahun kawan!
Aku berharap perjanjian konyol ini cepat berakhir, tanpa merugikan satu sama lain.

"Uda?" Tanyanya memastikan.

"Iya" jawabku lesuh, aku harap pengorbanan ku ini dapat membuat Mama, Papa, Tante Berlin senang. Seengaknya aku bisa membuktikan rasa sayang ku ke mereka, meskipun hanya 1 tahun.

"Gak usa lesuh gitu. Gue gak bakal bikin lo sengsara kebangetan kok" katanya sambil tersenyum lembut setengah devil.

"Kapan lo ujian nasional?" Tanyanya mengingatkan ku dengan ujian yang 2 hari lagi ini. Huu,,

"Kenapa emang?"

"Gapapa biar cepet nikah, biar cepet juga cerai" katanya santai sambil menyesap kopi'nya.

"Sial!" Kataku sambil melotot. Gak tau apa kalau gue lagi sensi banget?! Kenapa harus gitu banget coba ngomongnya?! Arghhhh

"Kenapa lo? PMS ya?"

"Iya, kenapa?! Mau juga lo?! Bhay, gue pulang duluan" jawabku sewot lalu langsung keluar Cafe. Aku mencegat ojek yang memang mangkal di depan Cafe ini.

"He! Tungguin gue!" Teriaknya saat aku sudah naik ke motor. Aku menjulurkan lidahku dan memasang wajah semenyebalkan mungkin.

"Dahhh!! Hahahaha" teriakku balik setelah itu Mas ojek nya mulai menjalankan motornya.

* * *
💖💖

Aleta&AlvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang