Restu

1K 62 7
                                    


Setelah perjalanan yang ia tempuh setengah jam. Akhirnya alamat itu jatuh pada sebuah rumah besar. Namun ada yang tidak beres dari rumah itu.

"Jalannya benar, no rumahnya gak salah.
MasyaAllah, ini kan rumah Arkhan. "
Ucapnya tak percaya apa yang ia lihat.

Firasat buruk mulai menyelimuti nya.

"Bismillahirrohmanirrohim."
Ia berjalan dengan sebuah keraguan.

Dilihatnya, Pak Amri yang sedang membaca koran di teras rumahnya.

"Assalamu'alaikum Pak."
Ia tersenyum kaku.

"Wa'alaikumsalam nak. Temen Arkhan ya? Wah tapi Arkhan nya lagi gak dirumah."
Jawabnya ramah.

"Iya pak , tapi saya kesini mau memberikan amanah dari orang tua saya."
Memberika selembar surat.

"Amanah?? Kepada bapak?"
Dilihatnya surat itu. Farhan Maulana.

"Kamu anaknya Farhan?!"
Tanyanya yang lebih mengarah pada sebuah pernyataan.
Najwa mengangguk.

"MasyaAllah, Bapak gak tau kalo ada anak sahabat Bapak disekolah."
Mengusap tengkuknya.

"Iya Pak, saya juga baru tahu kalo Pak Amri sahabat Abi."

"Bapak kira anak Abimu hanya cowok. Bapak ngeliat dia pas di pemakaman orang tua mu ."
Raut wajahnya seketika berubah,tampak rona kesedihan yang mendalam. Persahabatan itu begitu dalam.

"Iya Pak saya gak ikut ke pemakaman dilarang sama Om saya."
Ia sadar saat itu emosinya tak terkendali.
Tapi syukurnya, Najwa bisa melewati masa kelam itu.

"Bunda nitip itu, dan katanya suruh dikasih teman Abi yang sudah tertera alamatnya. Trus kata Bunda surat ini diberikan saat saya sudah lulus SMA."
Tuturnya menjelaskan.

"Dia tidak bilang kalau dia punya putri yang cantik."
Ucapnya sambil membuka surat itu.
Najwa menanggapinya dengan sebuah senyuman.

Setelah dibacanya surat itu. Seketika Pak Amri terdiam.

"Hemm maaf pak, kalau boleh tahu isinya apa ya?"
Tanyanya sedikit ragu.

"Nak, apapun wasiat dari Abimu. InsyaAllah Bapak sanggup. Tapi semua tergantung keputusanmu. "
Memberikan lembar surat Lusuh itu.
Dia semakin penasaran.

"Ini-"
Dirinya menegang setelah membacanya .

"Pi ada tamu ya."
Seorang wanita paru baya keluar dari pintu besar itu membawakan secangkir kopi.

"Wah ada Najwa. Kok gak masuk sih."
Sambutnya ramah.

"Eh iya Mah, baru dateng kok. "
Lamunan nya buyar seketika. Disalaminya tangan Rinda. Mamah Arkhan.

"Kalian lagi ngomongin apa sih,kayaknya serius banget. "
Tanya Mama Rinda penasaran.

"Jadi gimana nak,apa kamu menyetujuinya. "
Ucap Pak Amri.

"Apa gak terlalu cepat Pak. Bahkan Najwa baru mulai kuliah."
Ia terlihat gusar.

"Pasti Abimu ingin yang terbaik untuk mu nak. Dia ingin menjagamu."
Dilihat manik mata keraguan Najwa.

Mama Rinda semakin penasaran. Diambilnya surat itu.
"Masyaallah, jadi kamu anaknya Maura Wa. Pantas saja kamu terlihat mirip dengan teman mamah."
Sambil memeluk Najwa.

"Mah."
Tegur Bapak tua itu.

"Eh iya, Mamah terlalu bahagia Pi. Gimana Wa, Mamah sangat setuju kok. Lagian ya Wa, kalian tu nampak serasi."
Ucapnya mengelus pipi lembut Najwa.
Tiba tiba butiran air mata itu jatuh begitu saja.

Ia tak tahu harus bagaimana.
Apa yang Abi pikirkan sampai melakukan hal ini. Awa gak ngerti Bi.
Pikirnya risau .

"Bismillah, Awa terima perjodohan ini."
Sontak Mama Rinda langsung memeluknya kembali.

"Alhamdulillah."
Ucap syukur Pak Amri.

Demi Abi Bunda Wa.
Hibur hatinya.

Tak terasa air mata lolos begitu saja mengalir dipipinya. Tak tahu harus bahagia atau sedih dengan semua ini.

"Wa kamu kok nangis."
Ucap mama Rinda sambil menatap wajah Bahwa yang sudah basah.

"Gak papa kok Ma. Ke ingat Abi Umi aja, bahkan mereka tlah merencanakan semuanya untuk kebaikan Awa sebelum pergi."
Jawab Najwa sambil mengusap air matanya.
Mama anda tersenyum mendengar kata kata Najwa. Di situasi seperti ini dia masih bisa tetap optimis dengan keinginan Almarhum orang tuanya.

"Iya Najwa, kamu benar. Orang tua mu pasti bangga punya anak yang dewasa seperti mu ."
Ucap Om Amri memberi semangat.
Najwa pun tersenyum menanggapi ucapan ayah Arkhan itu.

----

Setelah beberapa hari pembicaraan itu, Najwa memutuskan untuk mengabari bibi dan omnya. Merekalah keluarga yang hanya dimiliki Najwa dan Dikka yang harusnya mengetahui hal penting ini.

Setibanya Najwa dirumah Om Bagus , segera Dikka membunyikan bel dengan lemas. Bukan, bukan karna dia belum sarapan tapi Dikka sampai sekarang masih belum ikhlas dengan keputusan Kakak nya.

"Dik udah dong diam nya. Kak jadi sedih dik. "
Najwa mengelus lembut puncak kepala adiknya itu, namun Dikka tetap lah Dikka. Wajar saja, Dikka sampai bersikap seperti ini. Bagaimana bisa nantinya Dikka bermanja seperti dulu,pastinya kakak nya itu akan lebih memperhatikan suaminya. Takut, Dikka sangat merasa takut.
Takut kehilangan orang tersayang nya kembali, setelah kematian orang tuanya.
Najwa sendiri paham, kenapa adiknya seperti ini. Tapi ini juga tidaklah mudah, tapi ia bisa apa.

Kakak janji gak bakalan buatmu sendiri kok Dik.

"Eh keponakan bibi rupanya. Ayo masuk."
Ajak Bi Siti.
Najwa dan Dikka pun masuk kedalam setelah mengucap salam.

Syukurlah Om Bagus pun sedang dirumah.
Ia harus bicara, tak ingin menunda lagi.

"Om, Bi maksud kedatangan Awa kesini mau ngabarin sesuatu."
Najwa kini mulai serius.

"Apa tu Najwa? Kamu kok tegang gitu."
Jawab Bi Siti melihat perubahan raut keponaknya.
Najwa pun meceritakan semuanya.

"Kalau kamu gak merasa terbebani dengan wasiat Bunda dan Abi mu. Om tidak masalah."
Ucap Om Bagus menanggapi.

"Iya, Bibi juga gak punya hak untuk memaksamu kamu menolak pernikahan itu, walau jujur Bibi gak tega lihat kamu harus menikahi orang yang gak kamu cintai plus dimasa mudamu ini,"
Mata Bi Siti kini mulai memberi tanda akan melepaskab butiran air mata.
"Kamu serius bisa menerima ini sayang?"
Tanya Bi Siti melanjutkan.
Najwa pun mengangguk dengan yakin. Keputusan nya tidak akan dirubah.

"Trus kamu Dik,gimana? Setuju gak kakakmu menikah muda?"
Kini semuanya menoleh kearah Dikka,
Termasuk sang kakak.

"Dikka sih gak masalah, selagi Kak Awa bahagia, Dikka juga bahagi."
Dikka menatap kakaknya sembari menyunggingkan senyum nya, Najwa sendiri terharu dengan sikap Dikka sendiri, dipeluknya erat sang adik.
Dikka tidak ingin memperumit masalah yang sedang dihadapi kakaknya. Diapun tak boleh egois,toh bukan kenginginan kakaknya juga untuk menikah.

kak, Dikka sayang kakak, tolong jangan tinggalkan dikka.

Ia membalas pelukan kakaknya, yang tak disadarinya air mata pun membasahi pipi nya.

----

Assalamualaikum,

Hai hai, ini lanjutan KHTD pertama. Bagi readers yang bingung dengan cerita ini disarankan membaca dulu yang pertama ^^...

Salam cinta

Let Go Of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang