CHAPTER ONE: PROLOGUE

175 18 12
                                    

PERINGATAN: CERITA INI HANYALAH FIKSI BELAKA, JANGAN DIMASUKKAN DALAM HATI

Aku berusaha untuk menggapai benda kecil berwarna biru tersebut dengan jari-jariku. 'Kenapa harus di saat penting seperti ini sih?' pikirku kesal. Aku benar-benar ceroboh, mana semua file-file pentingku ada di situ lagi. Harusnya aku sekarang pergi ke warnet dan mencetak file-file penting yang harus segera dicetak. Besok adalah waktu yang tertera di surat panggilanku. Aku harus mengikuti verifikasi berkas di Universitas yang telah kupilih.

"Ngapain, Do?" tanya adikku yang melihatku sedang berusaha mengambil flashdisk yang terjatuh di bawah tempat tidur. Aku hanya menjawabnya 'gak papa' dan melanjutkan perjuanganku. Setelah berusaha beberapa menit, akhirnya aku berhasil menggapainya. 'Yess!' kataku dalam hati. Aku pun mencoba untuk menarik kembali tanganku, tapi hari ini sepertinya adalah hari sialku. Tanganku terjepit. Aku mencoba menariknya tapi rasanya susah sekali. 'Fak!' kataku dalam hati.

Setelah mencobanya beberapa lama, tanganku berhasil lepas karena aku mengeluarkan banyak keringat sehingga membuat tanganku lebih mudah lepas. Aku akhirnya segera bergegas ke warnet untuk mencetak beberapa file. Sesampainya di sana, warnet tersebut ternyata tutup. 'Shit!' umpatku. Sepertinya aku benar-benar sial hari ini. Aku pun pulang dan memutuskan untuk menonton sebuah drama Korea yang disarankan oleh temanku.

Ceritanya yang membosankan membuatku ngantuk dan tertidur di sofa ruang tamu.

Aku pun terbangun saat adikku membangunkanku dan mengatakan kalau ada 'kak Mufly' di luar. Aku dengan malas kemudian beranjak dari sofa menuju ke teras. 'Hooaammss' aku menguap karena masih mengantuk. Maklum tadi malam tim bola favoritku bertanding, aku tak ingin melewatkannya. "Oi! Kenapa?" tanyaku. "Sudah beres semua berkasmu untuk besok?", tanyanya padaku. "Shit! Aku ketiduran! Ayo! Untung kau datang!" kataku sebelum kembali masuk ke dalam untuk berganti pakaian. Seperti biasa, aku hanya mengenakan outfitku yang biasa. Aku memakai sebuah sweater berwarna kuning dan jeans berwarna kebiru-biruan. Setelah selesai berpakaian, aku segera bergegas keluar. "Cmon!" seruku padanya.

Kami pun mengurus berkas kami dari jam 4 sore hingga jam 9 malam. Aku sangat kelelahan, meski begitu berkas-berkasku akhirnya sudah beres. Mufly mengantarku pulang ke rumah. Aku tiba di rumah sekitar jam setengah sepuluh malam. Sesampaiku di rumah, aku segera mengganti pakaianku dan tidur secepatnya. Aku pun langsung tertidur beberapa menit kemudian.

Aku terbangun saat mendengar suara Masjid yang hanya berada sekitar 100 meter dari rumahku tersebut. Aku pun segera bangun dan beranjak ke dapur untuk mengambil segelas air minum. Setelah minum, aku kemudian menuju ke kamar mandi untuk buang air. Hal itu sepertinya sudah menjadi kebiasaan bagiku. Setelah buang air, aku kemudian mandi dan bersiap-siap.

Seusai mandi, dengan masih mengenakan handuk aku mengecek semua berkasku. Surat panggilan? Ada. Kartu tanda peserta? Ada. Formulir pendaftaran? Ada. Rapor asli dan fotokopi? Ada. SKHU asli dan fotokopi? Ada. Pas foto? Ada. Semua sudah lengkap. Aku kemudian menyimpan semuanya dalam stopmap folio berwarna merah dan memasukkannya ke dalam ranselku.

Setelah selesai dengan berkas-berkasku, akupun memilih pakaian mana yang harus kukenakan. Tentu saja, sebagai calon mahasiswa baru tentunya kami harus memakai kemeja putih dan celana kain panjang berwarna hitam, atau rok panjang berwarna hitam untuk cewek. Aku mengambil kemeja yang sudah kusetrika beberapa minggu sebelumnya. Akupun memasukkan kaki bajunya ke dalam dan memakai dasi berwarna hitam kebiru-biruan. Aku pun menggunakan water gloss untuk merapikan rambutku. Sebenarnya harusnya aku mencukur rambutku sehari sebelumnya, tapi kau tahu kan apa yang terjadi?

Aku kemudian beranjak ke dapur untuk mengambil sarapan. Di meja sudah tersedia semangkuk mie kuah yang masih hangat. Omaku memang merupakan seorang yang pekerja keras. Di umurnya yang sudah tak muda lagi, ia selalu bangun pagi untuk membuatkan kami, cucu-cucunya, sarapan. Aku pun berdoa sebelum memakannya. Di saat aku selesai berdoa, terdengar suara motor berhenti di depan rumahku. Tak berapa lama kemudian, terdengar suara seorang cowok memanggilku. "Edo!" ujarnya memanggilku. Aku kemudian hanya mencicipi satu sendok saja dan kami langsung cabut. Seandainya ini bukan bulan Ramadhan mungkin aku akan menawarinya sarapan agar aku bisa sarapan juga. Tapi tak apalah, toh saat verifikasi sebelumnya juga aku tidak sarapan.

RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang