CHAPTER SIX: ELEVATOR

32 5 0
                                    

Di hadapan kami berdiri seorang pria.

Sepertinya ia takkan membiarkan kami lewat.

Apakah kami harus bertarung?

PERINGATAN: CERITA INI HANYALAH FIKSI BELAKA, JANGAN DIMASUKKAN DALAM HATI

[Point of View: Edo]

"Bocah?! Apakah Franky yang SUUUUPER ini keliatan seperti bocah buatmu?! Dan juga, siapa si mesum kurang ajar ini?!" ujar Franky. "Kau juga sama kampret!!" timpal kami semua kecuali Akame dan Senor. "Fuuuhh, Aku... Takkan membiarkan kalian lewat..." ujar Senor. "Baiklah kalau itu maumu! Strong Right!!" teriak Franky yang kemudian memukul wajah Senor dengan tangan Cyborg-nya itu hingga terlempar sejauh kira-kira 5 meter. Meski sudah dipukul sekeras itu, Senor masih bisa berdiri kembali! "Kau itu SUUUUPER bodoh atau apa?! Kenapa kau tak menghindari seranganku?!" tanya Franky.  Senor terdiam sejenak kemudian menghembuskan napas. "Hei... Jangan salah paham ya, bocah... Kekuatan yang kumiliki membuatku dapat berenang bebas menembus dinding dan tanah... Aku tidak menggunakannya untuk melarikan diri dari musuh, kau tahu...?!" ujarnya.

Anjay! Kampret banget nih om-om! Kayaknya gentlemen sama bego cuman beda tipis ya -_-. "Om-om ini SUUUUPER menarik!! Pergilah! SUUUUPER Franky yang akan mengurus orang ini!!" seru Franky dengan begitu SUUUUPER! Kami semua kemudian meninggalkan Franky yang sedang mengurus Senor dan memasuki bangunan yang merupakan jalan masuk ke pabrik tersebut. Tempat yang kami masuki ini terlihat begitu porak-poranda setelah sebelumnya diledakkan oleh Franky menggunakan Coup de Vent-nya. "Tempat ini hancur sekali!" ujar Anto. "Ya, om-om itu mengerikan sekali ya bisa memporak-porandakan tempat ini hanya dengan satu serangan.." tambah Hamka. "Tapi apa dia akan baik-baik saja? Om-om tadi?" tanya Fita mengkhawatirkannya. "Tenang saja! Dia adalah pria yang sangat kuat! Dia pasti bisa mengalahkannya!" seruku pada yang lain. Ya, tentu saja aku berkata begitu. Aku sudah menonton duel mereka berulang-ulang. Tentu saja aku tahu bagaimana akhirannya. Duel mereka adalah yang terkeren. Saling berbalasan menyerang, tak bermain curang dan tak menghindari serangan lawan membuat duel mereka sangat gentle! Aku berharap bisa melihat duel mereka, tapi ya, aku harus solid. Aku yang membuat mereka terjebak di sini, karena itu aku juga yang harus bertanggung jawab untuk memulangkan mereka.

Ya, mereka.

Hanya mereka.

Tidak denganku.

Aku akan tetap tinggal di sini.

Aku tak ingin meninggalkan dunia ini.

Aku tak mau pulang.

Aku tak mau pulang!

.

.

.

Kami kemudian masuk lebih dalam dan mendapati sebuah lift yang sepertinya masih berfungsi di hadapan kami. "Baiklah, kita akan turun! Pabriknya berada di bawah. Lift ini sepertinya masih bisa digunakan, tapi sepertinya lift ini hanya dapat menampung 4 orang sekali jalan. Kita ada delapan orang, jadi akan dibagi menjadi dua gelombang. Aku akan bersama gelombang pertama karena kita tak tahu apa yang ada di bawah. Kalian putuskanlah dengan bijak akan berada di gelombang berapa.." ujar Akame. Kami pun berdiskusi tentang urutannya. "Bisakah aku turun duluan sama dia?" tanya Dilla yang sepertinya ingin berada di gelombang pertama bersama Akame. "Aku akan turun terakhir." kataku. "Aku juga!" seru Mufly. "Eh, aku duluan aja deh, sama cewek itu kayaknya lebih aman." ujar Imel. "Aku akan di belakang. Aku yang bertanggung jawab akan kejadian ini. Aku harus memastikan kalau tak ada satupun yang tertinggal." ujar Anto. Dia ternyata lebih bertanggung jawab daripada yang kupikirkan. "Kalau begitu, aku juga turun duluan. Meski cewek itu kuat, paling tidak harus ada satu laki-laki yang ikut." ujar Hamka. "Awas Hamka, jangan cabul." kata Mufly diiringi gelak tawa yang lain. "Eh, berarti aku terakhir dong?" tanya Fita. "Tenang aja, lagian kamu bersama tiga orang laki-laki kok. Kamu pasti akan baik-baik saja!" seruku sambil tersenyum padanya. "Dan juga, Anto kuat kok. Kamu bisa lindungin kita kan? Hehehe." ujarku cengengesan. "Lindungin aja dirimu sendiri!" ujar Anto.

RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang