CHAPTER SEVEN: MUFLY

25 5 0
                                    

Aku sudah menonton One Piece sejak masih bocah.

Aku tak pernah melewatkan satu adegan pun.

Tak mungkin aku salah kan?

PERINGATAN: CERITA INI HANYALAH FIKSI BELAKA, PENULIS TAK ADA MAKSUD APAPUN, JADI JANGAN DIMASUKKAN DALAM HATI, NANTI BAPER LAGI...

[Point of View: Edo]

Imel dan yang lain sudah turun sekitar sepuluh menit. Kami masih menunggu mereka di sini. Tempat ini sangat berantakan karena serangan Franky sebelumnya. Di sini juga panas, mungkin akibat ledakan tadi. Keringatku mulai bercucuran sehingga aku harus melapnya dengan tanganku. "Panasnya! Lama sekali sih mereka!" ujar Anto yang terlihat kesal karena merasa kepanasan juga. "Iya nih! Kampret itu semua! Lamanya lagi!" ujar Mufly yang juga mulai kesal. Mereka berdua terlihat kesal karena menunggu terlalu lama, tapi tidak dengan Fita. Ia sepertinya tak terlalu peduli dengan suhu di tempat ini. Sepertinya ia memikirkan hal lain. "Mikirin apa?" tanyaku. "Nggak papa kok. Aku cuman khawatir dengan Imel dan yang lain." katanya sambil tersenyum. "Tenang aja, kan sudah dibilang, Akame itu kuat. Hamka juga pasti bisa melindungi mereka. Kamu gak usah khawatir..." ujarku padanya. Pembicaraan kami berdua pun terganggu oleh suhu yang sangat dingin ini. Tunggu dulu. Dingin? Bukannya tadi panas? Kenapa sekarang jadi dingin? "Ara ara, ternyata kalian masih di sini rupanya, bocah-bocah revolusi..." sebut seseorang yang suaranya terdengar dari ujung ruangan ini. Dari suaranya, ia sepertinya adalah seorang perempuan. Dan benar saja, ia adalah perempuan yang paling tak ingin kulihat. Ralat. Yang paling tak ingin kami lihat.

"E-Esdeath?!" seru Mufly. Perempuan itu adalah Esdeath. Ya, perempuan pengendali es yang sebelumnya bertarung melawan Akame. "Cih, sial! Apa kubilang, kita yang sebenarnya berada dalam bahaya di sini!" ujar Anto. "Kawan-kawan, kita harus segera pergi! Kita tak mungkin bisa selamat melawannya!" seruku menyuruh mereka pergi. "Ara ara, kalian pikir aku akan membiarkan kalian kabur?" tanya Esdeath yang kemudian membuat sebuah dinding es besar yang mengelilingi kami sehingga kami tak bisa keluar.

Sialan!

Kenapa ini?!

Aku merasa benar-benar takut sekarang!

Aku merasa sangat ketakutan!

Kampret!

.

.

.

'Kami tak mungkin selamat.' kalimat itu terlintas di benakku. Tidak. Kalimat itu terlintas di benak kami berempat. Kami tak dapat berlari kemanapun. Satu-satunya cara adalah mengalahkannya. Tapi apakah kami bisa? Anto yang tadinya berada di belakangku sekarang berjalan ke depanku. Ia memungut sebuah pipa dari lantai dan kemudian berlari menyerang Esdeath. "Persetan!!" teriak Anto yang sepertinya sudah tak memiliki pilihan lain. Ia menyerang Esdeath menggunakan pipa yang sepertinya takkan mempan padanya. Anto pun kemudian mengayunkan pipa tersebut ke arah Esdeath. Esdeath yang merupakan seorang prajurit terlatih tentu saja berhasil menghindarinya. Esdeath kemudian mencekik leher Anto dan berkata, "Kau cukup berani ya?"

Esdeath pun kemudian akan membekukan Anto, tapi sesaat sebelum ia melakukannya, Mufly melemparnya dengan sebuah bom asap. Itu adalah bom asap yang ia buat sendiri. Aku tak menyangka di saat seperti ini penemuannya sangat berguna. Esdeath yang tak sempat menghindar berhasil terkena bom asap tersebut dan membuatnya batuk sehingga ia menjatuhkan Anto dari cengkeramannya. "Uhuk uhuk.. S-sialan! Ia lebih kuat dari yang kuperkirakan!" seru Anto yang masih terselamatkan. "Ya sudah, sebaiknya kita harus segera turun dari sini!" seruku. Kami kemudian berlari menuju ke arah lift dan menyelamatkan diri. Esdeath yang menyadari hal itu kemudian menangkap kaki Anto dengan esnya. Ia menyelimuti kaki Anto dengan es dan menariknya perlahan. "Shit! Tolong aku!" ujar Anto meminta pertolongan dari kami. "Cih, sial!" umpatku yang kemudian mengambil sebuah besi yang sudah berkarat dan memukulkannya ke es yang menarik kaki Anto.

RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang