Chapter 8

163 16 8
                                    


"Jeon Won Woo imnida,"

"Na Seon Mi imnida," balasku. Kemudian aku kembali memainkan ponselku. Tiba-tiba aku memikirkan sesuatu.

"Ng, Wonwoo-ssi, apakah kamu juga tinggal di rumah nomor 170?" tanyaku.

"Ne," jawab Wonwoo singkat. Aku terdiam kaget.

"Ah! Bus nya datang!" seru Mingyu sambil menunjuk bus yang semakin mendekati halte. Kemudian semua orang yang menunggu bus di halte langsung menaiki bus itu.

Sebenarnya berapa orang sih yang tinggal di sana!? Tanyaku dalam hati.

Ketika akan menaiki bus, sepertinya orang-orang sudah tak sabaran ingin memasuki bus duluan. Untuk menghindari terjadi sesuatu, aku terpaksa mengalah dan naik paling terakhir.

Tapi inilah resiko naik terakhir, aku tak mendapati satu bangku kosong pun. Jadinya terpaksa aku harus berdiri.

Selama di perjalanan aku terus-terusan melamun. Kemudian satu persatu penumpang mulai turun hingga isi bus semakin sepi. Namun karena melamun, aku tidak menyadari hal itu. Aku masih saja berdiri sambil memegang pegangan yang menggantung di langit-langit bus.

Tiba-tiba, orang yang di sampingku menendang pelan kakiku sehingga membuyarkan lamunanku. Aku menoleh ke arah orang itu dengan tatapan kesal karena dia dengan tidak sopannya menendang kakiku.

"Mian, sengaja," kata orang itu. Tidak, orang itu adalah Hoshi.

Aku pun mengabaikannya dan kembali melamun. Tetapi lagi-lagi dia menggangguku. Dia menarik tasku ke bangku kosong di sampingnya.

"Ya!" seruku kaget.

Hoshi menaikkan alisnya dan mengangkat bahunya.

Melihat bangku kosong itu, dengan cepat aku langsung duduk di situ. Lagi-lagi aku kembali melamun.

"Ya!" bisik Hoshi. Aku terkejut akan bisikan di telingaku itu. Aku menoleh ke arahnya.

"Mwo?" tanyaku.

Hoshi mengintip ke belakangnya melihat Mingyu sejenak.

"Kamu kenal Mingyu?" tanya Hoshi pelan.

"Ne," jawabku singkat.

"Sejak kapan?" tanyanya lagi masih dengan suara yang pelan.

"Kemarin," jawabku.

Hoshi mengangguk tanda mengerti.

"Kenapa sih bisik-bisik?" tanyaku.

"Entahlah ..." Hoshi mengangkat bahunya.

Hei! Apa-apaan namja satu ini, kok aneh banget sih!? Batinku kesal. Kemudian aku langsung menginjak kaki kanan Hoshi.

"Ya! Apa yang kau lakukan?!" tanya Hoshi sedikit kesakitan.

"Entahlah ..." aku membalasnya dengan mengangkat bahuku.

"Kau mencoba melawanku sebagai senior taekwondo, atau sebagai ..." Hoshi memutuskan kalimatnya.

Sebagai ...? Tanyaku dalam hati.

"Teman satu selimutmu?"

...

Mana mungkin ...

Selimut tetangga ...

Hangat di tubuhku ...

...

My Annoying NeighborTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang