Prolog

429 26 9
                                    


"Na Seon Mi! Di apartemenku ada rumah yang kosong!" seru Jung In Ha, sahabatku.

"Hah? Kenapa tiba-tiba?" tanyaku kaget. Jelas saja kaget, kaget gembira. Karena saat ini aku sedang mengincar tempat tinggal yang dekat dengan kampusku.

"Orang yang tinggal di rumah itu, tiba-tiba saja pindah. Aku tak tahu pasti penyebabnya pindah, tapi jika kamu benar-benar menginginkannya, aku akan membantumu pindah secepatnya," kata In Ha.

"Baiklah! Aku akan berkemas mulai hari ini, jadi ... In Ha cantik ... uri chingu..." ujarku sambil memuji-muji In Ha dengan nada memelas.

"Heol!! Pasti ada apa-apanya!" In Ha mengerutkan alisnya. Aku terkekeh.

***

Keesokan harinya, aku pun pindah apartemen dibantu In Ha dari mengemas barang, memberikan tumpangan sampai membawakan barang-barangku ke depan rumahku.

"Gomawo ... chagiya~" aku mendekati In Ha, ingin memeluknya sebagai rasa terima kasih telah membantuku.

"Aniya! Jangan pake peluk segala!" In Ha berusaha menghindari pelukanku. "Kalau kamu mau minta apa-apa, rumah aku ada di lantai 2 ya, udah ingat'kan dimana lift dan tangga daruratnya?"

"Hhh ... ne ... Tapi kenapa rumahku ada di lantai 5 gini? Gak ada yang kosong ya, di lantai 2?" mukaku mewek.

"Bersyukur tau! Daripada dapat di atap?" In Ha menepuk bahuku. "Tapi, aku peringatkan kamu untuk hati-hati. Kalau orang yang sebelum kamu pindah tiba-tiba, mungkin saja karena tetangganya," ekspresi In Ha terlihat serius.

Aku menelan ludahku sambil menatap In Ha.

"Jangan-jangan ..." pikirku terhenti.

"Ah! Gak usah serius-serius amat!" In Ha memecahkan suasana serius. "Ya udah, kamu cepat-cepat selesaikan beres-beresnya, aku mau pergi dulu ya! Annyeong~" In Ha pun pergi meninggalkanku.

***

Setelah selesai beres-beres, aku pun langsung terkapar di atas kasurku. Aku berbaring mendengarkan lagu sambil menggunakan headset.

Ahh ... suasana yang tenang dan da

PRANG!

Tiba-tiba terdengar suara keramik yang pecah dari depan pintuku. Aku sangat terkejut dan langsung berlari membuka pintu untuk melihat apa yang barusan terjadi.

Terkejutnya aku melihat pecahan keramik dimana-mana dan tanah yang berserakan disertai bunga-bunga yang hancur. Sepertinya seseorang menjatuhkan pot bunga.

"Aigoo!!" teriak seorang cowok sipit yang berdiri di depan pintuku. Sepertinya dia orang yang menyebabkan kekacauan ini terjadi.

Aku tak hanya berdiri diam saja, dengan cepat aku mengambil sapu dan membantu cowok itu membersihkan pecahan-pecahan pot bunga sampai selesai.

"Selesai," kataku.

"Gara-gara kamu sih," kata cowok itu menatapku.

"Hah? Aku?!" tanyaku berseru. Aku sama sekali tak tahu apa yang sedang dibicarakan cowok tersebut.

"Coups-hyung menyuruhku mengantarkan bunga ini kepadamu sebagai tetangga baru," jelasnya. "Kalau kamu bisa bantuin aku buka pintu tadi, pot bunganya gak akan pecah kan?!" lanjutnya dengan nada kesal.

Coups-hyung? Pikirku.

"Hah? Kok gitu sih?! Kan kamu yang gak mencet bel!" aku membentaknya kesal, aku tak terima dibentak-bentaknya begitu.

"Tuli nih cewek! Jelas-jelas udah aku tekan-tekan bel masih juga nggak dibukain pintunya! Mau aku dobrak aja tadi tuh pintu!" sambarnya.

Hah?! Nih cowok ngajak berantem! Batinku kesal. "Kapan kamu tekan—" tiba-tiba aku teringat, dari tadi aku mendengarkan musik dengan volume keras menggunakan headset.

Cowok itu menatapku, menunggu kalimat yang akan aku semburkan kepadanya. Tapi, aku tak ingin berkata-kata lagi, karena sudah salah menuduhnya.

"Apa? Tau kan salahmu?" cowok sipit itu menatapku tajam, menyerahkan kantong yang berisi pot bunga yang pecah tadi. Aku terdiam kemudain mengambil kantong itu. Kemudian cowok itu berbalik pergi.

"Ya!" panggilku kasar. Dia menoleh kepadaku. "GOMAWOYO!!MIANHAE!!" kataku dengan nada kesal. Tentu saja aku kesal, sudah di ejek-ejek sama orang yang nggak aku kenal. Dan terlebih lagi dia adalah tetangga baruku.

Cowok itu berjalan ke arahku. Dia menatapku tajam. Sampai akhirnya jarak kami tinggal satu atau dua langkah lagi. Aku tersontak kaget. Jantungku berdetak kencang begitu melihat wajahnya yang sangat dekat denganku. Begitu aku mundur satu langkah dia maju satu langkah. Dia menatapku lama.

"Naega Hoshi," katanya.

Suasana hening. Lima detik kemudian cowok yang bernama Hoshi itu pun pergi.

Aku masih terdiam membeku di depan pintu. Jantungku masih berdetak cepat tak karuan. Aku menarik nafasku panjang. Ke-kenapa dia?! Ada apa dengan tatapan mata sipit itu!

********************************************************************

Hai, para pembaca sekalian ^^

Maafkan ff yang gaje ini. Kalau sudah baca jangan lupa vote dan comment-nya

minta kritik dan sarannya. yang pedas juga ga papa :3

Thank You ^_^


My Annoying NeighborTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang