Chapter 13

145 18 0
                                    

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Saat ini, Pensi yang sudah dinanti-nantikan tinggal menghitung hari. Semua pengisi sampai yang bukan pun ikut menyiapkan. Suasana riuh terdengar dari berbagai sudut. Ada yang sedang menghafal dialog, mendendangkan nada sampai yang hanya berkumpul bersama dengan pengisi yang lain.

Tania berjalan bersama Revana sambil membawa beberapa baju untuk teman grup nya yang lain. Baju itu akan digunakan untuk penampilan mereka di Pensi minggu depan. Ujung gaun jatuh di setiap masing-masing lutut. Berwarna dengan balutan warna hitam. Perpaduan yang tangguh serta memberikan kesan anggun bersamaan.

Minggu ini merupakan minggu-minggu perjuangan terakhir bagi mereka. Pulang malam sudah menjadi kebiasaan untuk seluruh pengisi acara, Osis bahkan pengurus sekolah sekalipun. Mereka semua benar-benar total untuk Pensi kali ini. Bagi Tania, hal ini sangat menyenangkan. Menghabiskan waktu sampai malam di sekolah. Setidaknya, ia tak perlu merasa kesepian di rumah.

Ketika Tania berjalan untuk mengambil jatah makan yang sudah disediakan, seseorang menepuknya. "Eh?"

"Gausah kaget gitu kali," ucap orang itu seraya ikut mengambil nasi box di atas meja. Tania mengambilnya juga sambil terkekeh.

"Eh Tan! Broadway tour lagi ke Indonesia minggu ini." Eza berusaha untuk mensejajarkan langkahnya dengan Tania yang sudah berlalu.

Tania tampak sumringah, ia berbalik untuk berhadapan dengan Eza. "Ohya? wah harus nonton nih!"

"Yuk!"

"Saya bilang Kakak saya dulu ya." jawabnya lalu berbalik lagi untuk mengakhiri obrolan.

Tapi sepertinya Eza berniat untuk melanjutkan. "Saya punya dua tiket nih." Eza berkata dan duduk di bangku yang tidak jauh darinya. Mengerti arah pembicaraan ini kemana, Tania ikut duduk di hadapan Eza.

"Kalo kamu bisa, Sabtu jam lima saya jemput kamu." ujar Eza lalu menyuap nasi ayam di depannya.

Tania tersenyum, lalu berkata, "Boleh boleh. Saya selalu bisa kalo soal Broadway." serunya. "Tapi tiket nya kan mahal. Nanti saya ganti ya."

"Eza meneguk minumnya, "Gaperlu. Yang penting kamu mau pergi sama saya."

Tania menyetujuinya. Tapi mungkin lain kali traktiran tiket nonton Broadway nya ini akan Tania ganti dengan makan malam di restoran bintang lima, mungkin? mengingat harga tribun nya yang lumayan.

Lalu keduanya kembali hanyut dalam obrolan yang mereka buat. Entah itu musik, drama musical apa saja yang mereka sudah tonton, teori-teori yang Eza buat, bahkan pembatas buku favorit yang Tania punya.

Di mata Eza, obrolan apapun bila dibahas bersama Tania akan terasa menyenangkan.

Di mata Tania, membahas hal-hal kecil dengan Eza seperti ini membuatnya menjadi dirinya sendiri — senang bercerita kepada orang lain. Terlebih jika ia ditanya, Tania akan senantiasa bercerita layaknya Ibu Peri di Negeri Dongeng.

Hanyut dalam obrolan, membuat mereka lupa akan sekitar. Sejak mereka berdua duduk disitu, seseorang terus memperhatikan. Ada perasaan lega saat ia melihat Tania tertawa lepas meski bukan karena dirinya. Tapi ada perasaan khawatir untuk Tania.

Jevin takut Tania terluka, sampai ia lupa bagaimana caranya untuk kembali tertawa.

•••

Sabtu sore Tania sudah siap dengan baju lengan 3/4 berwarna biru laut, jeans putih dan cardigan berwarna soft pink. Ia kembali mengikat rambutnya lalu menyampingkan poninya. Suara ketukan di pintu terdengar.

Thanks? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang