Bab 4 : Meeting Darurat

1.3K 36 4
                                    


Sesuai dengan janji, lusanya aku akan nonton film dengan kak Louise. Bagaimana nasibnya artikelku tidak perlu kalian pertanyakan, karena aku telah menyelesaikan semuanya kemarin. Jadi, aku hanya tinggal bersantai saja sampai mendapatkan penugasan berikutnya. Jam empat sore kak Louise menjemputku dengan motor gede miliknya tepat di depan rumahku. Dan pas sekali dia datang saat aku baru saja selesai menutup pintu rumahku.

"Siap jalan – jalan, Jamie?" tanya kak Louise

"Ya! Aku siap!" sahutku, sambil memasang helm – ku

"Sepertinya kamu tidak perlu aku peringatkan lagi kan untuk berpegangan erat – erat?" tanya kak Louise, saat aku naik ke boncengannya.

"Tentu saja tidak perlu. Aku jera tidak berpegangan saat kakak memacu motor ini."

Kak Louise terkekeh. "Iya, aku tau. Ya sudah, ayo berangkat!"

Itu memang benar loh. Aku pernah terdorong ke depan saat tiba – tiba kak Louise ngerem mendadak. Dan itu membuatku selalu memeluknya erat – erat dari belakang. Tak peduli walau aku dibilang pasangan homo oleh orang lain. Toh kak Louise tak peduli, dan aku kan memang seorang gay, jadi tak masalah kan?

Aku memang sering diajak jalan – jalan oleh kak Louise saat kuliah dulu. Kadang dia juga menjemputku seperti ini. Makanya, aku sering ditatap iri oleh cewe di kampus, dan beberapa dari mereka bilang kalau saja dia bisa bertukar posisi denganku. Dulu sih aku nggak curiga, karena mungkin kak Louise menganggapku sebagai anak yang baik dan seru untuknya, makanya dia senang mengajakku pergi. Tapi sekarang aku mengerti kalau mungkin dia tertarik padaku. Dan secara tak langsung itu mengatakan kalau peraaanku berbalas. Walau aku sepertinya aku berpikir ulang akan perasaanku ini. Mungkin karena dalam hati aku diam – diam juga naksir dengan Martin? Entahlah.

Dari dulu kak Louise juga sering memanggilku Jamie. Dan aku sih senang – senang saja. Saking akrabnya kami, aku dan dia sering dituduh sebagai pasangan homo. Akunya yang gay sih emang bener. Tapi aku kan nggak tau soal kak Louise sampai kemarin malam. Jadi aku sih santai aja.

Bagaimana jadinya saat aku dan kak Louise nonton sepertinya kalian sudah bisa menebaknya. Kami nonton dan jalan – jalan seperti orang pada normalnya. Walau sekarang agak beda dari dulu, karena diam – diam kak Louise menggandeng tanganku seperti aku ini adalah anak kecil dan dia tidak mau kehilangan aku. Aku tersenyum saat melihat tingkah manisnya itu, dan aku membiarkan tanganku digenggam dan sekekali diseret olehnya. Toh aku juga menikmatinya.

Akhirnya, kami berdua makan malam di sebuah kafe yang cukup nyaman. Kami saling bercerita satu sama lain tentang apa saja yang terjadi pada kami selama setahun ke belakangan. Seperti yang aku dengar, kak Louise menjadi salah satu wartawan untuk salah satu surat kabar harian dan pekerjaannya sebagai editor bisa dibilang cukup sibuk. Aku juga mencerikatakn bagaimana kuliahku, dan juga awal saat aku masuk kerja di De Outstanding. Kami ngobrol sambil makan, sampai tiba – tiba ponsel kak Louise berbunyi dan sebuah panggilan masuk.

"Halo Christ? Ada apa?" tanya kak Louise, saat dia mengangkat telponnya

"........."

"Hah? Pertemuan di bar? Ini hari Kamis kan? Pertemuan reguler kita kan besok."

"........."

"Jadi, ada apa?"

"........."

"Jadi, kita semua harus berkumpul?"

"........."

"Aku sedang dengan Jamie disini. Aku akan segera kesana dengannya."

"........."

The LGBTQ+ ClubTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang