Bab 15 : Resmi !

901 26 1
                                    

Tak terasa sebulan telah berlalu, dan bisa dibilang kalau masa percobaan kami ini bisa terlalui dengan cukup baik, walau aku tidak tau apa keputusan para pemerintah atas kelompok kami ini.

Dan di hari Senin ini, Christ mengumpulkan kami dan juga beberapa pemuka kelompok kecil lainnya. Katanya sih, Christ akan mengumumkan sesuatu.

"Baiklah, terima kasih karena kalian semua telah berkumpul disini. Karena aku akan menyampaikan sebuah pengumuman penting untuk kalian semua." Ujar Christ, memulai pidatonya

Kami semua saling berpandangan dengan agak cemas. Karena kami sangat ingin tau apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh Christ. Karena, kalau sampai Christ mengumpulkan kami semua seperti ini, berarti yang akan disampaikan olehnya ini sangatlah penting.

"Jadi... sebenarnya hari ini tadi aku dipanggil oleh pemerintah kota ini. Dan kami membahas tentang berlangsungnya kelompok kita ini. Dan sudah diputuskan bahwa kelompok kita ini... telah menjadi LSM resmi di kota ini!" ujar Christ

Kami semua terdiam selama sejenak, dan saat sadar akan apa yang disampaikan oleh Christ, kami semua langsung bersorak riuh, merayakan keberhasilan kami dalam meyakinkan pemerintah bahwa kami layak menjadi LSM resmi kota ini.

Setelahnya, Christ bercerita tentang ALA. Rupanya mereka dibubarkan langsung oleh pemerintah kota karena sebenarnya mereka merupakan kelompok homophobic yang sering kali melakukan aktifitas judi dan juga prostitusi di tempat mereka. Rumah tempat mereka sering berkumpul di segel, dan para pemimpinnya ditangkap dan dipidanakan. Selain juga melakukan beberapa pelanggaran hukum, mereka juga dipidana atas tuduhan pengeroyokan terhadap kelompok kami. Yah, walau agak terlambat, setidaknya keadilan berhasil ditegakkan bagi kelompok kami.

"Jadi akhirnya mereka bubar ya?" ujar Mary

"Setidaknya kita bisa tenang karena sekarang mereka tidak akan mengganggu kita lagi!" ujar Richard

"Iya. Oh ya, besok akan ada konferensi pers mengenai kelompok kita ini. Kuharap nanti kita mendapatkan sambutan positif dari masyarakat." Sahut Christ

"Aku yakin itu pasti terjadi. Ingat saat kita melakukan aksi? Mereka sangat antusias menyaksikannya. Aku rasa mereka pasti bisa menerima kita semua!" ujar Dian

"Aku nggak akan kaget kalau tempat ini akan dijadikan tempat studi bagi para mahasiwa yang mengambil tentang LGBTQ+ sebagai bahan skripsi mereka." Celetuk Martin

"Wah, benar juga... mungkin nanti akan banyak mahasiswa jurusan Sosiologi akan sering ke sini nantinya. Kita pasti adalah bahan riset yang berharga bagi mereka." Ujar Dave

Kami semua mengobrol, sampai malam larut. Sebelum pulang, kak Louise sempat mencekal tanganku dan menyeretku untuk berbicara.

"James, coba dengarkan. Aku mau membicarakan satu hal yang penting denganmu." Ujar kak Louise

"Baiklah kak. Jadi apa?" tanyaku

"Aku mau jujur sama kamu, James."

"Soal?"

"Perasaanku. Karena selama ini... aku selalu mencintai kamu. Sungguh. Aku nggak pernah berharap kalau perasaanku dibalas atau apalah... tapi aku hanya ingin tau saja..."

"Begitu ya kak? Hmm... jujur saja aku juga menyukai kakak... tapi dulu..."

Kami terdiam sejenak. Aku tidak tau apakah dia marah padaku atau tidak. Kuharap tidak, karena dia telah menjadi teman yang baik untukku selama ini.

"Aku mengerti, James. Kamu pasti menyukai dia ya?" tanya kak Louise, sambil melirik Martin yang sedang menungguku

"Uh... I – iya... aku juga baru menyadarinya akhir – akhir ini." Jawabku, sambil menatap ke tanah

"Hei, itu tidak apa. Aku kan hanya ingin mengatakan perasaanku saja. Aku tidak memaksamu untuk menyukaiku juga kok. Aku sudah senang karena tau kamu pernah punya hati untukku. Berbahagialah, James. Jika memang dia pilihanmu, aku tidak akan pernah bisa menahanmu."

"Kakak serius?"

"Tentu saja! Sejak awal aku sudah meyakininya kok, terutama saat kamu melindunginya. Aku sudah yakin kalau dia adalah orang yang sangat berarti bagimu."

Aku tersenyum. "Iya, baiklah kak!"

"Baguslah. Aku sih, melihat kamu senang saja sudah cukup."

"Tapi kita tetap teman kan kan?"

"Tentu saja!"

Aku tos dengan kak Louise, dan kami berdua terkekeh.

"Ya sudah, kamu dah ditungguin tuh! Sampai jumpa!" ujar kak Louise

"Iya, sampai jumpa!" sahutku

"Jangan lupa untuk beri tau dia ya?"

"Hmmm... baiklah, jika aku sempat."

Aku langsung berlari kecil ke arah Martin yang sudah menungguku. Aku tadi memang dijemput olehnya, dan dia akan mengantarku ke rumah.

Selama perjalanan, kami bercakap ringan dan juga sedikit bercanda. Ya, walau belum terlalu lama mengenalnya, aku merasa nyaman dengannya. Dan ya, kuakui kalau sepertinya sekarang aku sangat menginginkan dia berada di setiap detik sisa hidupku ini.

"Kita sudah sampai!" ujar Martin

"Iya, makasih. Sampe besok ya!" sahutku

"Tunggu dulu..." ujar Martin, sambil menarik lenganku

Aku menoleh "Ya? Ada apa?"

"Aku boleh ngomong sebentar sama kamu?"

"Boleh kok!"

"Ummm... begini, sejak pertama bertemu, aku merasa kalau kamu adalah orang yang sangat baik, walau aku tidak begitu tertarik padamu. Kau tau sendiri kan aku demiseksual. Tapi... setelah saat itu... aku merasakan betapa berharganya kamu di mataku. Kamu melakukan banyak hal yang aku nggak bisa balas. Kamu sudah begitu baik padaku, dan bahkan menyelamatkan hidupku."

"Tidak usah dipikirkan, Mart. Anggap saja impas."

"Tapi aku tidak akan pernah merasa semuanya impas. Dan kurasa... hanya ada satu hal yang bisa kuberikan padamu."

"Apa itu?"

"Diriku dan seluruh sisa hidupku. Kumohon... bawalah aku bersamamu. Mungkin kamu belum merasakan perasaanku yang sebenarnya, tapi aku akan membuatmu merasakan hal yang sama, meski butuh waktu yang lama."

"Tunggu... maksudnya kamu... menyukaiku?"

"Iya, entah sejak kapan, sepertinya aku sudah menyukaimu. Jadi... jawabanmu..."

Aku terdiam sejenak. Diriku sedang memproses kebahagiaan yang ada di dalam diriku ini, dan akhirnya, aku memberikan jawabanku.

"Martin... kamu kan sesungguhnya sudah tau kalau aku juga menyukaimu... jadi... ya!"

"Ya ampun... aku bahkan tak berani bermimpi kamu akan menerimaku."

"Tapi ini bukan mimpi. Aku juga sudah menyukaimu sejak lama."

"Jadi, kita resmi pacaran kan sekarang?"

"Yah, bisa dibilang begitu,"

"Ya sudah, lebih baik kamu segera masuk ke dalam rumahmu. Besok kita harus bekerja, dan aku tidak mau kalau kamu sampai terlambat!"

"Siap pak bos!"

Martin tersenyum, lalu mendaratkan sebuah ciuman lembut di keningku yang membuat pipiku memerah.

"Martin!" seruku

"Kenapa? Nggak suka dicium ya?"

"Bukannya begitu... tapi aku kan malu..."

"Apaan sih, gak ada yang liat kok..."

"Um... ya sudah, sampai jumpa besok!" ujarku, lalu mengecup pipi Martin sekilas

Dia nampak kaget, tapi aku langsung kabur sehingga dia tidak bisa membalasnya.

Sepertinya, hidupku sudah lengkap sekarang. Aku memang tidak punya keluarga yang bisa mendukungku sepenuhnya, tapi aku punya teman – teman yang luar biasa dan seorang kekasih yang siap mendukungku dan membangun keluarga baru bersamaku.

Λ Λ Λ Λ Λ 

The LGBTQ+ ClubTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang