Keesokan harinya, setelah selesai bekerja aku langsung menuju ke pinggiran kota untuk menemui kedua orang tuaku. Sesampainya di sana, aku sudah di sambut oleh kedua saudaraku, yaitu kakak perempuanku beserta suaminya, dan juga adik laki – lakiku yang baru saja masuk kuliah tahun ini. Kami semua mengobrol sejenak, sampai akhirnya datang seorang wanita bernama Mitha, yang merupakan anak dari temannya ayahku. Dia ternyata diundang juga utuk makan malam hari ini bersama keluarganya. Kami makan malam dengan riang, dan aku tidak tau kenapa Mitha bisa ada di sini dan duduk di sebelahku sampai jam makan malam berakhir hingga akhirnya ayah dan ibuku memanggilku untuk ke ruang tamu untuk berbicara.
"Ada apa, ayah?" tanyaku, sambil menatap wajah ayahku
Aku melirik Ayah dan terihat guratan wajah seriusnya. Kadang wajah ini membuatku agak ngeri dan orang mungkin menyangka kalau dia adalah ayah yang galak, walau beliau baik. Tapi kalau sudah marah... jangan bayangkan deh...
Sedangkan wajah ibuku lebih menenangkan, karena beliau memasang wajah senangnya, dengan senyuman yang tidak terlepas dari bibirnya. Beliau memang sosok yang sangat menyenangkan, dan aku senang bisa melihatnya senang. Jarang beliau sampai tersenyum tiada henti begitu.
Dan itu agak aneh juga, mengingat kalau ibuku tersenyum terus berarti ada sesuatu yang disembunyikannya. Dan aku tidak yakin apa yang disembunyikan beliau itu adalah sesuatu yang baik.
"James, ayah mau bicara padamu. Karena ini adalah hal yang sangat serius." Ujar Ayah
Aku meneguk liurku kasar, kalau Ayah sudah bilang hal yang 'serius', pasti hal ini adalah hal yang betul – betul serius.
"Ba – baik yah. Jadi... ada apa?" tanyaku
"James... usiamu sudah cukup matang untuk menikah. Kamu sudah 24 tahun, cukuplah jika kamu harus menikah tahun depan. Aku tau kamu masih ingin mengembangkan karirmu, tapi Ayah rasa akan lebih baik jika kamu sudah menikah terlebih dahulu agar kamu tidak kalang kabut mencari istri nantinya. Dan juga diluaran beredar kalangan yang tidak mendukung pernikahan sesama jenis. Ayah yakin kamu tidak mau dianggap seperti itu karena kamu belum menikah sampai sekarang." Ujar Ayah
Aku langsung tau kemana pembahaan mereka, dan jelas aku tidak bisa melakukannya, demi apapun. Karena aku bukan pria normal. Aku adalah seorang pria yang menginginkan pernikahan sesama jenis, seperti yang dikatakannya tadi, walau aku tidak tau aku akan menikah dengan siapa nantinya. Aku gay! Tapi mereka tidak tau soal ini sedikitpun. Jadi... mungkinkah ini saatnya untuki mengungkapkan kebenarannya? Tapi tidak ada salahnya kan jika aku mengelak dulu.
"Tapi Ayah... aku belum menemukan seseorang yang tepat untukku..." ujarku
"Kenapa? Kamu terakhir pacaran sama Novi kan? Padahal ibu senang sama anak itu. tapi kenapa kalian putus?" tanya ibu
"Aku hanya merasa... kami tidak secocok pada awalnya..."
"Karena itulah... Ayah akan memilihkan seorang gadis untukmu. Aku yakin kamu akan menyukainya."
Aku langsung menganga. Aku tidak menyangka kalau ayahku sudah merencanakan semuanya sejauh ini.
"Ta – tapi yah..."
"Tidak ada tapi, nak. Kamu sudah berkenalan dengan Mitha kan? Nah, bagaimana menurutmu anak itu? Kami dan kedua orang tuanya sudah setuju kalau akan menjodohkan kalian berdua. Jadi, apakah kamu menyukainya?"
Oh tidak, keadaanku mulai agak terdesak. Serius, aku lebih memilih jadi jomblo seumur hidup daripada dijodohkan dengan cara seperti ini. Sebuah cinta itu tidak dapat dipaksakan, iya kan? Dan aku tidak mau dinikahkan dengan cara yang seperti ini. Oke, sepertinya aku harus mengakui semuanya sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The LGBTQ+ Club
General FictionJames merupakan seorang pria yang hidup normal dan mulai menjalani kehidupan orang dewasa dengan diterimanya dia sebagai seorang redaksi dari sebuah majalah tenar di kota, yaitu De Outstanding. Dia sangat senang sekali bisa menjadi redaksi di sana...