Sesuai dengan perkataan dokter, aku harus mendekam di rumah sakit selama setidaknya tiga hari ini. Dan selama itu, aku sering dijenguk oleh teman – teman yang lain. Kadang mereka bergantian menjagaku, tapi yang selalu ada di sini adalah Martin. Dia sangat setia sekali menjagaku, seolah aku ini adalah anaknya yang tidak ingin dia tinggalkan. Aku sudah memintanya untuk tidak terus bersamaku dan kembali ke rumahnya untuk mengurus pekerjaannya atau untuk sekedar beristirahat. Aku tau pasti dia sangat lelah karena terus menjagaku. Yah, aku mengerti kalau dia sangat berhutang padaku, tapi tidak harus begini juga kan?
Ini sudah hari ketiga aku berada di rumah sakit, dan besok aku sudah diperbolehkan pulang. Siang ini aku sedang asik menonton TV sampai akhirnya siaran berita yang kutonton menampilkan sosok yang aku kenali, yaitu Christ. Kebetulan reporter yang melaporkan beritanya sedang berada di depan Bear Bar.
"Disini saya melaporkan langsung dari Bear Bar, tempad dimana sebuah kerusuhan terjadi baru – baru ini. Dan saya sudah bersama dengan pemiliknya, Pak Christ. Bisa kita bicara sebentar pak?" ujar seorang reporter
"Maaf, saya tidak bisa. Saya ingin menjenguk teman saya di rumah sakit. Saya buru – buru." Sahut Christ
"Bagaimana perasaan anda setelah insiden yang menimpa bar anda ini?"
"Saya jujur sangat terpukul karenanya. Apalagi setelah mengetahui apa alasan mereka menyerang kami."
"Jadi, apakah benar kalau di tempat anda ini ada beberapa orang yang merupakan kaum LGBT?"
"Ya, benar. Saya dan beberapa teman saya merupakan kaum LGBT."
"Apakah anda bisa menerima serangan yang dilakukan oleh kelompok bernama ALA tersebut?"
"Tentu saja saya tidak bisa menerimanya. Karena saya merasa kami tidak melakukan apa yang mereka tuduhkan ke kami itu. Saat itu kami hanya sedang mengadakan acara menginap."
"Apa anda memiliki pesan tertentu untuk masyarakat untuk saat ini?"
"Pesan saya, saya hanya ingin agar kalian tidak mempercayai apa kabar yang ada di luaran, karena yang orang katakan belum tentu benar. Dan kami tidak mau dianggap sebagai kelompok yang tidak bermoral. Walau kami adalah kaum LGBT, kami tetaplah manusia seperti kalian. Kami hanya ingin dimanusiakan. Kalau saja kalian bisa melihat apa yang terjadi malam itu, pasti kalian mengerti kalau kami bukanlah kelompok LGBT yang seperti ada di luaran sana. Kami tidaklah seperti apa yang kalian pikirkan."
"Baiklah, terima kasih Pak Christ. Mari kita kembali ke studio."
Aku melihat apa yang dikatakan oleh Christ, dan aku senang karena dia membela kami semua. Dia memang pemimpin yang sangat keren.
"Christ emang oke deh! Gak salah dia jadi leader kita." Komentar Martin
"Aku setuju denganmu." Sahutku
"Tapi kalau begitu, berarti sebentar lagi dia akan sampai disini. Katanya sih, nanti kita akan mengadakan rapat disini nanti malam."
"Begitu ya? Kita akan membahas apa?"
"Yang pasti, soal apa yang terjadi dalam beberapa hari ini."
"Baik, aku rasa aku mengerti."
Aku jadi tidak sabar menunggu nanti malam, saat kami semua akan bertemu dan membahas masalah ini lebih lanjut lagi.
Λ Λ Λ Λ Λ
Malam harinya tepatnya setelah selesai makan malam, kami semua berkumpul di ruanganku untuk membahas masalah yang kami hadapi ini lebih lanjut lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The LGBTQ+ Club
General FictionJames merupakan seorang pria yang hidup normal dan mulai menjalani kehidupan orang dewasa dengan diterimanya dia sebagai seorang redaksi dari sebuah majalah tenar di kota, yaitu De Outstanding. Dia sangat senang sekali bisa menjadi redaksi di sana...