Pada pagi harinya, kami berencana untuk tetap tinggal di Bear Bar sampai jam makan siang, lalu akhirnya kami bisa langsung pulang ke rumah masing – masing.
Tapi, pagi itu aku terbangun karena sebuah suara yang sangat tidak mengenakkan, yaitu sebuah suara gedoran pintu yang amat keras, dan itu berasal dari pintu bar. Refleks aku langsung terbangun dari tidurku dan terduduk di lantai. Kuusaap mataku, dan kulihat kak Louise yang tidur di sebelahku juga sudah terbangun. Aku melihat jam dinding yang kebetulan ada di dekat meja bar. Jam lima subuh. Ada ribut apa sih sepagi ini? Sejenak aku bertukar pandangan dengan kak Louise. Dia menatapku dengan pandangannya yang seolah mengatakan 'ada apa?' dan aku hanya membalasnya dengan cara mengangkat bahu untuk mengatakan 'nggak tau'.
Sementara itu, dari sisi lain bisa kulihat kalau Christ tiba – tiba terbangun dan mengusap matanya sejenak. Dia sepertinya terlihat kesal karena sepagi ini sudah diganggu dengan cara yang mungkin tidak disukainya. Karena dia pasti penasaran siapa yang berani mengetuk pintu bar miliknya ini keras – keras di pagi hari sebelum jam buka. Dia tidak yakin itu pelanggan atau siapalah. Mungkin begitu yang bisa aku perkirakan.
Christ bangkit dari duduknya, lalu merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah kunci. Tapi sebelum sempat dia berdiri, ada sebuah suara barang pecah, diikuti oleh berterbangannya serpihan kaca dari luar, yang menuju ke dalam beserta sebuah batu besar yang masuk ke dalam ruangan. Serpihan kacanya berada di sisi kanan bar, dan beruntung kami semua tidur di sisi kiri, jadi tidak ada orang yang terluka.
"Oh shit, ada apa lagi ini?" tanya Christ, yang sepertinya sudah kesal
Christ, aku dan kak Louise yang sudah sepenuhnya sadar langsung menuju ke arah sepihan kaca itu dan memastikan apa yang sebenarnya terjadi di luar. Dan disana kami menemukan ada sekelompok manusia yang berpakaian kaus warna hitam untuk pria dan putih untuk wanita. Aku bisa membaca tulisan yang ada di kaus tersebut, dan disana tertulis...
ALA, Anti LGBT Association.
Aku meneguk liurku, dari tampang dan cara mereka memecahkan kaca bar ini, aku bisa merasakan bahwa akan ada sesuatu yang buruk nantinya.
"Sudah bangun, wahai kaum yang menjijikan?" tanya salah seorang dari mereka
"Apa maksudmu?" tanya Christ
"Ah... seperti aku tidak tau apa yang tadi malam kalian lakukan, dasar kaum hina!"
"Tunggu, aku tidak mengerti. Untuk apa kau datang ke sini dan membawa pasukan segini banyak? Dan lagi kau sudah membangunkanku dengan cara yang tidak sopan dan juga telah memecahkan kaca bar – ku, jadi seharusnya kau menjawab pertanyaanku : untuk apa kalian ke sini?"
"Tentu saja, untuk memusnahkan kaum LGBT yang menjijikan."
"Hah? Bung, kau salah tempat. Kami semua pecinta damai, dan lagi, atas dasar apa kalian menuduhku sebagai kaum LGBT?"
"Aku sudah mengamatimu dan kelompok kecil jahanam milikmu ini. Dan aku tau 100% kalau kalian adalah sebuah kelompok LBGT. Dan apapun bentuknya, LGBT itu harus dimusnahkan, tidak pakai tapi."
"Hey bro... apa yang salah denganmu? Kalau memang kami adalah kaum LGBT, kenapa kau sangat ingin memusnahkan kami? Bukannya kami tidak mengganggumu?" ujar kak Louise
"Tapi kalian menentang norma yang ada. Dan kalian menjijikan. Kalian hanya mengotori dunia karena perilaku kalian yang menyimpang itu. Jadi, kalian patut untuk dimusnahkan."
"Hei, semua orang bisa memilih untuk jadi diri mereka sendiri kan? Jadi, tidak masalah kan kalau aku berbeda? Toh, kenapa kamu peduli?"
"Karena kalian menjijikan."
KAMU SEDANG MEMBACA
The LGBTQ+ Club
General FictionJames merupakan seorang pria yang hidup normal dan mulai menjalani kehidupan orang dewasa dengan diterimanya dia sebagai seorang redaksi dari sebuah majalah tenar di kota, yaitu De Outstanding. Dia sangat senang sekali bisa menjadi redaksi di sana...