Rakata Praditya.
Rafael baru saja selesai membaca nisan yang ada di hadapannya sekarang. Kemudian dia menaruh karangan bunga mawar putih yang sempat dibeli mereka. Maksudnya dengan Juliet. Gadis itu menatap kosong ke arah makam sahabatnya. Setelah tiga tahun mengurung niat untuk ke situ, akhirnya Juliet datang juga dengan sosok yang mungkin tidak diduga Rakata.
"Aku masih ingat, Ka. Waktu itu baru aja kamu menang turnamen balapan. Mama sama aku seneng banget kamu menang. Udah malem padahal, tapi Mama ngijinin kita buat ke kafe dan ngerayain kemenangan pertama kamu." Juliet teringat momen terakhir mereka waktu itu. Rafael menyimak serius ucapan Juliet.
"Semestinya waktu itu Mama ikut. Tapi Mama malah diculik mereka saat perjalanan pulang. Kamu batalin pesta kecil-kecilan kita dan malah bantuin aku buat nolongin Mama dari brengsek-brengsek itu. Harusnya dari awal aku cegah kamu buat bantuin aku, Ka. Kamu gak akan berakhir di sini andai kamu gak nolong aku." Air mata Juliet lolos turun ke wajahnya sekarang. Rafael memberikan sapu tangannya itu menghapus air mata itu. Dia kemudian merangkul pundak Juliet.
Juliet berdeham, "Kenalin, dia Rafael Jordan. Yang sering aku curhatin ke kamu lewat bintang tiap dia ngelakuin hal yang ngeselin."
Kalau ini situasi yang biasa saja, pasti Rafael akan merespon ucapan Juliet dengan mata melotot. Untung saja tidak. Sepertinya Rakata masih saja melindungi Juliet dari kejauhan sana. Rafael tidak jadi memprotes ucapan Juliet.
"Dia sekarang jadi pacar aku. Jangan ketawa pokoknya yah kalau denger ini. Aku udah lumayan dewasa buat pacaran, kan? Hehe," Juliet tertawa kecut sekarang.
"Hai, Ka. Gue Rafael. Lo gak perlu kuatir lagi kalau sahabat lo ini berulah. Ada gue yang bakal ngejaga dia. Lo juga jaga dia dari atas sana, yah?" ujar Rafael akhirnya setelah beberapa menit tadi dia hanya diam saja. Juliet tersenyum samar menatap Rafael sekarang.
"Great to meet you, brother." Gumam Rafael setelah itu. Juliet kemudian bersandar di pundak Rafael sembari menatap makam itu. Dua orang itu tenggelam dalam pikiran masing-masing. Penuh kenangan, penyesalan, dan harapan.
***
Matahari baru saja akan tenggelam. Senja tiba lagi. Juliet terbangun dari tidur siangnya. Dia menyadari Rafael masih tertidur di sampingnya. Mereka masih berada di dalam mobil, menatap tanah kosong di dekat pemakaman pribadi keluar Praditya. Mereka sengaja tidur sejenak di situ. Karena memang perjalanan kembali dari pemakaman akan memakan waktu yang cukup lama.
"Udah mau malem ternyata," gumam Juliet, kemudian bergegas menuju sebuah tempat, membiarkan Rafael yang masih saja tertidur.
Mobil GNR itu kemudian beranjak pergi dari pemakaman. Tanpa ada yang tahu bahwa ada sepasang mata yang menatap kepergian mereka.
Musik klasik terdengar di mobil itu. Dia hanya sibuk menyetir dan sesekali melirik pemandangan di sekitarnya. Aroma pegunungan memang lebih baik dari perkotaan. Dia hanya tersenyum samar melewati jalanan itu lagi. Lalu dia melirik ke arah Rafael yang kini mulai membuka kedua matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Juliet?
Teen Fiction[ Silahkan dibaca. Kali aja jadi jatuh dalam kisah Juliet yang bukan sekedar misterius. ] Juliet Assandra di tahun itu. Namanya perlahan seperti sebuah kutukan. 1988 seperti awal jebakan. Anggun dan dingin dalam waktu bersamaan. Sekolah menjulukiny...