Cliff langsung membuka pintu kamar Juliet. Dia mendapati adiknya masih saja menangis seperti anak kecil. Hal tersebut membuat dia geleng-geleng kepala kemudian berjalan menghampiri adiknya. Juliet yang menyadari kehadiran Kakaknya, langsung menghapus air matanya. Karena masih sebal, Juliet memutuskan untuk memalingkan wajahnya dari Cliff.
"Terakhir kali gue bentak lo itu pas lo jatuh dari sepeda karena diem-diem kabur dari rumah bareng Raka. Lo nangis kenceng banget. Bukan karena luka di lutut lo kayak anak kecil lainnya. Lo nangis karena kesel gue bentak lo. Haha, Raka sampai ngewakilin permintaan maaf lo. Katanya lo mau beli permen karet doang tapi karena Mama gak ngasih, lo nyuruh Raka buat kabur. Kalian lucu banget waktu itu. Gue jadi berhenti marah sebenarnya." Ujar Cliff panjang lebar, mengingat masa kecil mereka yang menyenangkan. Juliet juga jelas teringat akan hal itu. Dia makin sadar bahwa waktu bersama Rakata sangatlah banyak. Air matanya jadi turun lagi, mengingat masa menyenangkan itu.
"Udah tiga tahun semenjak kita gak lihat sosok Raka lagi secara langsung. Gue tahu memang gak pantas gue buat nyuruh lo lupain sahabat lo dari kecil. Tapi gue mohon lo harus sadar, sosok yang lagi sama lo sekarang bukan Raka lagi. Dia Rafael. Meski wajah mereka mirip, tapi kehidupan dan karakter mereka beda, Dek." Juliet menoleh ke arah Cliff sekarang. Dia menatap cemberut ke arah Cliff. Rasanya dia memang salah besar.
"Mungkin Rafa gak bentak lo karena kecerobohan lo. Tapi percaya sama gue, sekecil aja hatinya pasti sakit, nyadar orang yang dia sayang malah mikir sosok yang lain," tambah Cliff.
Ucapan Kakaknya itu lagi-lagi benar. Juliet dapat merasakan kalau memang Rafael mendiaminya selama perjalanan pulang mereka. Hanya sesekali merespon. Baju yang diberikannya juga tidak dipakai. Juliet baru sadar itu baju milik Rakata. Tanpa dia sadari, bayang-bayang Rakata masih terus menghantuinya.
"Maafin Julie, Kak. Gue ngaku salah. Setelah jujur tentang masa lalu gue, awalnya gue pikir El baik-baik aja kalau gue ngomong tentang Raka. Nyatanya gue malah nyakitin El." Juliet memeluk Kakaknya dan lagi-lagi menangis. Akhir-akhir ini Juliet makin sensitif saja. Entah kenapa, Juliet dapat menyadari perubahan dirinya itu.
"Gapapa selama lo udah tahu apa yang harus lo lakuin sekarang. Gue juga minta maaf karena ngebentak lo. Gue pikir adek satu-satunya gue ini udah gak secengeng dulu. Masih sama aja ternyata." Cliff mencubit gemas pipi Juliet sekarang. Membuat Juliet jadi terkekeh.
"Hmm, karena udah larut malam, mending pencarian kita ditunda aja." Cliff baru saja mendapat pesan kalau detektif bahkan sudah tertidur di lantai bawah. Pesan dari Regrisca.
"Pencarian?"
Cliff mengangguk, "Sesuatu yang diincar brengsek itu di tempat penyimpanan mobil-mobil lo."
"Gue udah nyari waktu itu, Kak. Tapi gak ada apa-apa."
"Udah ngecek baik-baik?"
Juliet terdiam. Belum. Dia belum mengecek bagian bagasi di setiap mobil di sana. Bodoh. Juliet baru menyadari hari ini dia melewati banyak hal. Sepertinya memang ada yang aneh. Juliet kemudian mengiyakan saran Cliff dan bergegas untuk tidur. Gadis itu masih merasa sangat letih. Harinya makin berat namun suasana hatinya sedikit membaik dari sebelumnya. Juliet memilih menutup matanya, larut dalam tidur. Berharap hari esok akan lebih baik. Sedikit lebih baik dari hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Juliet?
Teen Fiction[ Silahkan dibaca. Kali aja jadi jatuh dalam kisah Juliet yang bukan sekedar misterius. ] Juliet Assandra di tahun itu. Namanya perlahan seperti sebuah kutukan. 1988 seperti awal jebakan. Anggun dan dingin dalam waktu bersamaan. Sekolah menjulukiny...