[11] Him

7.7K 596 33
                                    

2 bulan kemudian...

TING TONG

TING TONG

CKLEK

"Benar ini rumah tuan Alvaro?"

"Ya?"

"Pesanan anda, Pepperoni Pizza"

"Oh.." Alvaro segera mengeluarkan dompet dari saku belakang celananya. "Berapa?"

"Untuk hari ini kami sedang promo, jadi pesanan anda gratis," sang pengantar pizza hanya tersenyum ramah, sembari membenarkan topi yang dipakai.

Alvaro terperangah, "Really?"

Sang pengantar pizza mengangguk yakin.

Tanpa basa-basi Alvaro pun mengambil alih sekotak pizza pepperoni dari tangan sang pengantar pizza dengan senyum berbinar.

"Boleh saya tau nama anda?" tanya Alvaro ketika sorot matanya tak menemukan secuil badge name pun di dada pengantar pizza tersebut.

Sang pengantar pizza mulai menggaruk-garuk tengkuk. "Umm, nama saya... mm, Rafa. Ya, anda bisa panggil saya Rafa."

"Senang bertemu denganmu, Rafa. Terima kasih banyak,"

Mereka berjabat tangan sebentar, sebelum akhirnya sang pengantar pizza meninggalkan rumah tersebut tanpa berbalik badan.

"Gue dapet alamatnya,"

Raka langsung membuang baju pengantar pizza penyamarannya di tong sampah.

💣💣💣

"Lo yakin bakal pake rencana ini lagi? Tau-tau lo bisa dicincang ama kakeknya," Adrian bersedekap sinis, sesekali memandang Raka sarkas.

Bagaimana tidak? Raka yang hanya lulusan SMA--maksudnya sekolah militer--bakal ngejadiin Alvaro, yang notabene adalah cucu pemilik perusahaan terkenal, jadi bahan penelitiannya. Ya, bisa dibilang kelinci percobaan ke-78 di list Raka.

"Gue yakin kok bang, buktinya selama 2 bulan ini Ici sering pulang sore. Raka juga pernah denger suara sepeda motor di depan rumah. Berarti Ici sama Alvaro ada apa-apanya dong" ujar Raka tanpa berpaling dari alat-alat teknologi canggih pribadinya.

Adrian menghela, bisa dilihat kadar gula darahnya makin meningkat "Ya kalau Ici sama Alvarao pacaran, apa urusannya sama kita. Toh biarin mereka seneng-seneng."

Raka menghentikan aktivitasnya, menoleh ke sang abang yang tengah meliriknya intens.

"Tapi bang, kita nggak tahu kehidupan Alvaro itu kayak gimana. Mungkin aja dia pecandu atau laki-laki yang enggak-enggak gitu. Apalagi dia cucunya Abraham yang lagi kabur. Berarti ada maksud tersembunyi dong. Gue takut Ici kenapa-napa," jelas Raka panjang lebar, tanpa titik tanpa koma.

Adrian mendesah kasar, sifat protektif sang ibu sepertinya tak mampu hilang dari pribadi Raka.

"Lo cowok tapi sensian banget ya. Ngidam apa sih emak gue dulu," lelaki itu pun pergi meninggalkan Raka sendiri.

Raka justru memasang muka simpanze, berusaha mengejek Adrian dari belakang.

💣💣💣

TING TONG

CKLEK

"Layanan laundry"

Pintu terbuka tak beberapa lama, tapi sang pemilik malah terdiam sambil melengos curiga.

"Tunggu, sepertinya saya mengenal anda," ucap Alvaro sambil menyipitkan mata, "anda... pengantar pizza yang kemarin kan. Rafa?"

Raka celingukan, mati gue!

"Uh.. um.. oh, Rafa, dia itu kembaran saya. Saya Raka" Raka meringis, harusnya tadi pagi ia meminta restu dari bang Ferrel, alhasil beginilah jadinya.

Sesaat Alvaro mulai menatap Raka curiga, namun hal itu urung ketika suara dering telepon terdengar dari dalam rumah.

"Ya sudah, masuk saja. Pakaian saya ada di kamar, 2 pintu dari sini. Kamarnya nggak di kunci kok," Alvaro langsung melesat pergi menghampiri telepon yang berdering.

Raka melangkah masuk, perlahan tapi pasti, tatapannya menyapu ruangan sekitar. Begitu besar. Dan mewah tentunya.

Pewaris saham, jelas, ungkap Raka dalam hati. Ia pun segera menuju kamar sang cucu pemilik perusahaan.

CKLEK

"Wuih..."

Raka terkagum-kagum kala disambut oleh pemandangan kamar yang begitu indah dan mewah.

Tempat tidur king size untuk satu orang. Balkon kamar yang menghadap langsung ke alun-alun kota. 2 lemari besar otomatis. Sebuah bar kecil. Dan perabotan lainnya.

"Kalah nih Justin Bieber," gumam Raka dan langsung melancarkan aksi James Bond nya.

💣💣💣

"Gimana?" Ferrel mendekat kearah Raka yang tengah asyik mengotak-atik laptop.

"Udah gue pasang di kamarnya. Tasnya juga gue pasang chip ama penyadap suara," jawab Raka masih tak berpaling dari layar Laptop.

Ferrel mengacak rambut Raka kagum, "Encer banget otak lo. Lo makan apa sih?"

"Nasi goreng cuka buatan lo,"

Ferrel nyengir kuda, "Hehehe. Ya maap. Gue kira itu kecap asin."

"Jadi koki sono, biar pada bego yang makan," ujar Raka kesal dan cuek. Ia masih belum melupakan kejadian makan malam kemarin, saat dirinya harus bolak-balik ke WC gara-gara nasi goreng cuka buatan Ferrel.

"Amiiin..." Ferrel mengamini, namun dengan tatapan jahil "Udah dari dulu impian gue jadi koki terkenal, biar gampang ngeracuni adek gue yang satu ini pake sianida"

Raka memukul bahu Ferrel jengkel. "Bercanda ya bercanda bang, gak usah bawa-bawa nama gue segala,"

Ferrel cekikikan, seolah kekesalan Raka adalah obat penawar untuk emosinya.

"Ganteng-ganteng tapi dipatok ayam."

Ferrel langsung melesat pergi, sesaat setelah sandal swallow melayang diatas kepalanya.

Wajah Raka semakin memerah panas, untung saja laptop di depannya ini tak jadi sasaran empuk amarahnya.

"Biarin! Gue kasih virus HP baru tau rasa!" celetuk Raka menggumam penuh amarah.

"Coba aja!" teriak Ferrel menantang.

"BANG FERREL!!"

My Brothers, My Bodyguard ✔ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang