[15] Meet Him, but...

6.9K 476 19
                                    

Bel istirahat pertama berbunyi. Menandakan berakhirnya dua mata pelajaran pertama di masing-masing kelas. Tak jauh berbeda dengan Ici, syukur alhamdulillah ia pun  akhirnya terbebas dari hukuman paling-membuatnya-gugup. Siapa lagi kalau bukan Alvaro. Cucu dari Abraham Fernandes yang 'katanya' sudah bertunangan dengan Cecilia Xerova, murid kelas XI-2.

Entah itu cuman kabar burung atau memang kenyataan, yang terpenting Ici tetap harus berusaha menjauh dari Alvaro. Ia tak mau dicap sebagai PHO atau Gadis Penggoda. Bakal runtuh harga diri Ici terinjak-injak.

Suasana kelas saat ini begitu sepi. Hanya ada Ici dan Rony--si ketua kelas--yang hobi baca buku setebal kardus. Mungkin, Ici sebaiknya berkonsultasi pada Rony, meminta diajarkan rumus-rumus cepat melupakan Alvaro di otaknya.

TREEENG TREEENG

Bel sekolah berbunyi lagi, kali ini lebih nyaring. Pasalnya, 20 menit dirasa terlalu cepat untuk seseorang berjalan disaat perut sudah terisi penuh. Alhasil, mereka terpaksa harus berlari, mengalahkan atlet-atlet yang berlomba dalam rekor dunia.

Lama berselang dalam hening...

Seluruh siswa nampak sudah berkumpul di kelas masing-masing. Duduk manis sambil merapalkan sesuatu yang hampir membuat Ici bingung setengah mati melihatnya. Apalah yang membuat teman-temannya itu tiba-tiba begitu rajin seperti ini: membuka-menutup buku, mencoret-coret sesuatu di kertas, sampai-sampai memotret seluruh halaman buku paket biologi satu-persatu.

BRAK

Yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Kontan, murid-murid yang tadinya bergerumbul di bangku pojok, melompat menuju kursi mereka masing-masing. Takut kebanjiran uleg-uleg sambalado dari Pak Fahrul--sang mastah biologi.

Rony pun seketika berdiri, "S-SELAMAT P-PAGI P-PAK!"

Pak Fahrul mengangguk menanggapi, namun masih dengan muka masam.

"Selamat Pagi!" Suara bak bariton itu menggelegar di sepanjang ruangan. Sebagian anak memilih untuk memejamkan matanya, takut.

"Sesuai janji bapak minggu lalu, hari ini akan diadakan ulangan harian! Mengerti?!"

Tak ada yang menjawab, semuanya menegang. Keadaan makin mencekam kala Pak Fahrul menurunkan kaca matanya sedikit. Alhasil, terlihatlah 21 anak ayam yang siap diterkam oleh elang rajawali.

"Kamu! Kemari!"

Pak Fahrul berteriak menunjuk seseorang. Jantung seketika berdegup kencang, keringat dingin bercucuran, dan darah mulai berdesir dimana-mana. Itulah secuil gambaran bagaimana kelas X-5 ini bisa dinobatkan sebagai kelas paling horror seantero sekolah.

Entah siapa yang Pak Fahrul tunjuk, namun pria paruh baya itu menoleh ke sisi lain, lebih tepatnya kearah pintu.

Tap

Tap

Seseorang melangkah masuk. Pak Fahrul segera mempersilahkannya untuk berdiri di sampingnya.

Oh ya Tuhan!

Ici menjerit dalam hati. Dia benar-benar tak menyangka akan bertemu dengan lelaki itu. Lagi.

Tatapannya begitu tegas, namun menyiratkan kelembutan di baliknya. Iris coklatnya sangat menawan, ingin sekali Ici mengulang kejadian di taman dulu. Saat badan tegap itu tak sengaja menabrak tubuh Ici. Sehingga keduanya dipertemukan dalam malam bertabur bintang kejora bulan Januari.

"Perkenalkan dirimu," Pak Fahrul melenggang pergi menuju kursi VIP di ujung ruangan, memberi kesempatan untuk siswa baru tadi memperkenalkan diri.

Lelaki itu melayangkan pandangannya pada Ici. "Saya Arkan Aldana"

💣💣💣

Hmm, pantesan aja dia pindah sekolah disini, ternyata bapaknya duta besar, gumam Ici disela latihan karatenya bersama pembina eskul karate.

BUGH

Tak sengaja Pak Burhan--sang pembina--melayangkan pukulan tepat di wajah Ici. Alhasil, tubuh Ici limbung kebelakang seketika.

"Fokus! Fokus!"

Pak Burhan masih sigap dengan kuda-kudanya. Menyoraki Ici untuk terus bangkit, tak berputus asa. Memang benar kata orang, eskul ini berbeda dari eskul-eskul lainnya. Disiplin, kasar, dan juga berpacu dengan kekuatan fisik. Pantas saja hanya Ici dan beberapa siswa kelas sebelas saja yang ikut bergabung. Sedangkan yang lain asyik berleha-leha merundingkan sesuatu yang cukup memakan waktu latihan.

"Ici, lo nggak pa-pa kan?!"

Tiba-tiba Alvaro datang dan langsung menyerbu kearah Ici tanpa memerdulikan keberadaan Pak Burhan.

"Gue gak papa. Lo ngapain sih pake dateng kesini segala?" ujar Ici ketus, kemudian bangkit tanpa menghiraukan pertolongan dari Alvaro. Gadis itu masih belum bisa melupakan kejadian di cafe 2 hari lalu. Dimana cinta Alvaro mengkhianati hatinya.

"Ya kan gue mau bantuin elo. Salah emangnya?"

"Iya salah! Lo gak malu apa sama Pak Burhan? Tiba-tiba dateng kayak superman aja," tukas Ici sambil berpaling muka. Ia bersiap memasang kuda-kudanya lagi.

"Buat elo, apa sih yang enggak,"

Cukup. Sudah cukup Ici menahan perasaan ini. Alvaro memang terlalu sempurna untuknya. Sampai-sampai, pipi Ici merona setiap harinya. Dan itu semua, gara-gara perkataan dan perhatian Alvaro yang mampu membuat hati setiap orang meleleh bak mentega.

"Gombalin aja terus, biar gue jadiin kain pel sekalian" Ici berusaha mengelak, padahal dirinya juga blushing tiap digombalin sama Alvaro.

"Biarpun gombal, tapi ngangenin kan?"

My Brothers, My Bodyguard ✔ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang