[12] Her

7K 564 30
                                    

"Ci, lo nanti malem free nggak?"

Alvaro bertanya, tanpa berani menatap mata biru Ici. Ia takut gadis itu akan menolaknya mentah-mentah.

"Emangnya kenapa?" sahut Ici masih tak berpaling dari halaman novel.

Tanpa mereka sadari, penghuni perpustakaan yang berada disana merasa terganggu. Terutama seorang pria culun berkacamata yang duduk disebrang Ici. Dia hanya celingukan tak paham akan percakapan dua orang disebelahnya.

"M-Maaf. Saya akan cari tempat lain," pria itu segera beranjak dari tempat duduknya, yang kebetulan berdekatan dengan tempat duduk Ici.

Tak lama keduanya saling bertatapan lagi, Ici dan Alvaro. Membuat tiga laki-laki yang sedang mengawasi dari suatu tempat mulai menegang.

"Hmm..." Alvaro bingung, tatapan manik biru Ici membuatnya gugup setengah mati. "Gue mau ngajak lo dinner. Lo mau kan?"

Tak ada petir, tak ada hujan, tiba-tiba Ici tersentak kaget.

"Plis bilang iya, bilang iya"

Disisi lain, Raka sewot sendiri, mengoceh-oceh mengalahkan komentator bola. Adrian dan Ferrel yang berada di dekatnya pun mulai melangkah menjauh, takut tertular.

"Jangan Ci," Ferrel ikut-ikutan menimpal, "nanti lo malah jadi kelinci percobaannya Bang Raka."

PLAK

Sepasang sandal swallow mendarat kasar di muka Ferrel, Raka sudah kehilangan kesabaran.

"Diem lo, cuka sianida" timpal Raka kesal. Ferrel justru meringis kesakitan sembari mengusap wajahnya dari debu sandal.

"I-Iya, gue mau" ucap Ici akhirnya.

"Yipiiiiie!!" Raka meloncat kegirangan, tubuhnya bergoyang-goyang bak cacing kepanasan. "Adek gue DINNER!! Yeah!"

"Gue bingung, Ici yang diajak aja nggak sampe segitunya, lo malah yang bukan siapa-siapa teriak-teriak gak jelas kayak monyet keselek permen" tukas Adrian terkekeh.

Yang ditertawai malah menjulurkan lidah, sesekali memalingkan wajah tak peduli. "Biarin aja, gue kan abangnya"

"Terus lo nganggep kita ini apaan? Satpam?!"

Ferrel ikut nimbrung, padahal tubuhnya masih terbujur kaku di lantai usai mencium kotoran kucing yang tertempel di sandal milik Raka.

"Asisten gue," jawab Raka singkat.

"APA?!"

Sontak keduanya langsung menyerbu Raka. Tak peduli sandal swallow milik Raka yang kini melayang-layang bebas di muka Adrian.

💣💣💣

Tak...

Tuk...

Tak...

Tuk...

Duh, bang Ferrel lama amat dah, batin Raka sesekali mendecak kesal.

10 menit berlalu namun abangnya yang satu itu belum balik-balik juga. Raka takut bila terjadi sesuatu pada Ferrel, maksudnya chip yang dibawa Ferrel.

Disisi lain, Adrian justru memaksimalkan waktu kosong ini untuk menguap lebar, selebar mungkin. Entah sudah berapa kali Adrian melakukan hal itu, hmm... mungkin bisa dihitung dari banyaknya nyamuk yang ikut tersedot masuk ke dalam mulutnya.

Berbeda dengan Raka, keningnya berkedut pusing kala menatap jam smurf di tangannya sudah menunjukkan pukul 8 lewat 45 malam, terlambat 10 menit dari jadwal yang sudah direncanakan.

Mondar-mandir

Mondar-mandir. Bergumam sendiri.

Mondar-mandir. Lagi dan lagi.

Tak ada pemandangan yang paling membosankan bagi Adrian selain memandangi langkah kaki Raka yang sedang berjalan. Berbulu, kusam, namun untung saja putih menyaingi produk lulur ber-msg.

"Lo udah kayak lalat mau kawin aja," ujar Adrian dibarengi cengiran khas kuda blasteran.

Garing dan krispi.

Berhasil membuat Raka malah mempercepat gerakannya.

Tok

Tok

Seketika Raka berlari terburu-buru melesat ke arah pintu, tapi tak membukanya.

CKLEK

"Sialan lu, abang sendiri kagak dibukain. Untung hati gue gak sedingin hati bang Adrian yang udah kayak disuntik formalin itu," celetuk Ferrel usai memarahi Raka. Ia tak menyadari bahwasannya Adrian tengah berdiri bersedekap di balik tubuh Raka.

Satu senyuman khas anak cupu lolos dari muka fenomenal Ferrel, saat menyadari sepasang manik mata tajam Adrian melirik tepat di matanya, siap untuk menerkam.

Tak ingin berlama-lama, Raka langsung menghadang jalan Ferrel, tepat saat lelaki itu hendak bersin.

"Gimana bang?" Raka mengayunkan dagunya sesaat, meminta kejelasan. "Sukses?"

"Iya, nih sekalian gue bawain starbucks"

Ferrel menyodorkan dua buah gelas kopi kearah Raka dan Adrian. Hangatnya memang sudah tak terasa, namun kenikmatannya mengalahkan dingin malam yang menyergap. Dengan berat hati, ditambah lagi rasa kesal yang masih mengganjal, Adrian pun meraih cup ditangan Ferrel lalu menyesapnya perlahan.

Sementara itu, Ferrel melangkah menuju sofa, menyandarkan diri sejenak sementara dua saudaranya masih sibuk terlena akan kenikmatan coffee expresso.

"Tadi udah gue pasang di sudut cafe sama beberapa meja pelanggan. Tapi gue rada kurang yakin pas di bagian meja," ujar Ferrel, spontan menoleh ke Raka yang juga menatapnya.

Raka lantas mengangguk, tanpa melepaskan mulutnya dari pinggiran cup, ia berjalan menuju kursi VIP seperti biasa, bersiap untuk rencana Big B kali ini.

"Gue butuh kopi lagi." ujar Raka saat cup kopi ditangannya sudah kosong tak berisi.

"Bikin sendiri aja sono!"

Ferrel seketika kabur sebelum sebuah sepatu nike milik Raka melayang kearahnya.

My Brothers, My Bodyguard ✔ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang