BAB I

356 20 4
                                    

"Aku takkan senang jika akan memulai kehidupanku remajaku di tempat seperti ini" kataku seraya tak ingin beradaptasi dengan lingkungan baruku.

"Kau akan menyukainya nanti, Sora. Daddy akan segera mengurus semua urusan sekolahmu, dan kau akan bersenang-senang." Kata Mom.

Kedua orang tuaku memang berkebangsaan Jepang. Bentuk wajah bulat, matanya yang hitam, rambut hitam lurus dan lembut, kulit putih bagaikan pualam merupakan tanda bahwa mereka dilahirkan di negara ini dan asli keturunan dari negara ini.

Begitupun denganku, aku memiliki ciri-ciri yang sama dengan mereka, namun memiliki kebiasaan yang berbeda karena aku dilahirkan di London. Kota yang ramai, dan tak terlalu mengikat warganya dengan sopa santun.

Jalanan yang sepi dan tak ada tanda-tanda kehidupan membuatku semakin merindukan London. Aku ingin kabur dari negara ini.

Tak ada yang menyenangkan bagiku, semuanya mulai terasa aneh ketika aku menginjak negara ini, mendengar setiap orang dengan bahasa mereka yang masih terdengar asing di telingaku -meskipun aku sudah dibiasakan berbicara dalam bahasa Jepang sejak kecil-, cara berpakaian mereka, bahkan cara mereka saling menyapa.

Perlu kuakui Jepang adalah negara yang damai dan tenang. Namun ini semua tidak sesuai dengan kepribadianku yang selalu ingin bergerak bebas seperti di London.

Pakaian tanpa lengan, celana pendek, dan boots high heels yang selama ini kukenakan di London digantikan dengan sweater hangat, jaket tebal, dan boots tanpa heels.

Saling memberi high five, atau memeluk, kini digantikan dengan membungkuk yang membuat pungggungku terasa nyeri karenanya. Aku tak bisa membayangkan jika dalam sehari aku bertemu seratus orang yang kukenal,

aku harus membungkuk seratus kali dalam sehari. Bayangan-bayangan itu menghantuiku. Aku tahu ini berlebihan. Tapi memang hanya itu yang bisa kubanyangkan tentangnya.

Keesokan paginya, Daddy sudah siap dengan pakaian kerjanya yang baru. Ia tak tampak berbeda, dengan rambut klimisnya, kacamata kotaknya yang beradu dengan matanya yang bening, jas abu-abu dengan kemeja putih dan dasi berwarna maroon didalamnya, sepatu hitam mengkilat layaknya seorang yang baru saja menerima pekerjaan membuat Daddy tampak tampan pagi ini. Biasanya aku langsung memeluknya dan memberinya salam terhangat dari seorang anak perempuan kepada ayahnya. Namun tak tahu kenapa, aku masih kesal karena harus mengikuti kedua orang tuaku ke Jepang.

Hari ini Okamoto Ichiro pun tampak rapih dan bersemangat. Rambut hitam licinnya yang dibiarkan jatuh diatas dahinya, seragam sekolah dengan jas yang terlihat pas ditubuhnya, dan sepatu sport putih yang ia kenakan terlihat sangat cocok dengan kaki atletisnya. Okamoto Ichiro adalah kakak laki-lakiku. Meskipun ia tampan dengan tubuhnya yang tinggi, bentuk badan yang atletis, kulitnya yang merona, wajah bersih dan lembutnya memancarkan keramahan, ia tetap kakak laki-laki yang menyebalkan bagiku. Dia tak kenal lelah dalam menggangguku, dan mengikut campur dalam segala urusanku.

"Hati-hati, sayang." Mom mengecup kening kami bertiga dan melambaikan tangan lembut nan lentik itu saat kami hendak berangkat.


.

hellaw guys.. i am a new writer here, so I need ur help to give me ur commend and suggestions abt my story.. please don't be silent readers. thank you :)

He Caught Me In His ArmsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang