BAB XVI

80 8 1
                                    

"Tidak perlu. Kau disini pun sudah sedikit mengobatinya."

Kali ini senyuman jahilnya kembali. Aku sudah sangat merindukan suasana seperti ini. aku menunduk, wajahku menjadi merah padam, bibirku membentuk lengkungan, dan kurasa ini tidak bisa kembali seperti semula. "Jangan bercanda. Kau harus mendapatkan pengobatan."

Air muka Arata berubah seketika, mengeras, senyumannya menghilang. "Apa benar kau tidak menyukaiku, Sora? Aku bersungguh-sungguh kali ini."

Aku menelan ludahku, dan mataku terhenti pada matanya. Seolah waktu sedang berhenti, aku tak dapat membalas kalimatnya, suaraku lenyap tak tahu kemana. Aku mencarinya, tapi tidak kutemukan.

"Benarkah, Sora? yang kau katakan pada Ayuka?" "Atau kau hanya berpura-pura agar ia melepaskanmu?"

"Kau tidak mengerti, Arata. Bukan itu maksudku." Kata-kata itu meluncur begitu saja, seakan ia tertahan namun terpeleset keluar karena sangking banyaknya ludah yang kutelan sehingga licin.

"Lalu?"

"Lalu? Apa?" Tak ada yang bisa kujawab selain ini. Aku sedang berpura-pura bodoh, kau tahu? huhuhuuu

"Kau masih tak ingin menjadi temanku? Apa perjanjian pada dirimu sendiri itu masih berlaku?" Arata menatapku lekat-lekat. Ah, kenapa ia bisa mengubah suasana secepat ini?

"Mungkin masa berlakunya sudah habis."

Ketegangannya mulai berkurang dan kemudian tersenyum lagi-meskipun tak selebar tadi-,  aku membalas senyumannya, sedikit nerveous. Sangat senang melihatnya seperti ini. "Kau mau makan sesuatu? Aku tahu tempat makan yang enak."

Nah, dia berubah lagi. aku cemas padanya, kupikir dia harus dibawa ke rumah sakit, mungkin masih tersisa luka dikepalanya?

Aku mengangguk, mengiyakan ajakannya. Di perjalanan, aku hanya terdiam karena tiba-tiba saja ingatan luar biasa memasukki pikiranku. Allred. Kakek tua itu, dan Allred yang diradio. Aku tahu, banyak orang yang bernama Allred, tapi..

"Apa kau suka mendengarkan radio, Sora?" Aku terkejut ketika Arata menanyakan hal itu seolah ia membaca pikiranku.

"Yah, kadang-kadang. Aku suka saluran 9."

"Siaran curhat? Kau hanya sekedar mendengarkan atau ?"

"Hahaha. Jangan berpikiran yang lain. Aku tidak pernah seenaknya membagikan ceritaku pada orang banyak."

"Mengapa tidak? Tapi kau suka mendengarkan kisah orang lain?"

"Benar, tapi lebih tepatnya seseorang."

"Jadi kau hanya mendengarka curhatan satu orang?"

"Ya. Ketika dia tiba-tiba muncul, dan kata-katanya sangat mengharukan. Sayangnya, ia sudah tak muncul lagi. Atau mungkin dia muncul ketika aku tak mendengarkan radio?"

"Siapa orang itu? Kata-kata seperti apa yang bisa membuatmu terharu?" Ia menaikkan sebelah alisnya dan memberhentikan langkah kakinya tepat dibawah pohon sakura yang rantingnya terdapat butir-butiran salju.

"Entahlah, dia selalu mengatakan bahwa orang yang ia suka itu cantik. Ia menceritakan tentang bagaimana pertama kali mereka bertemu. Namun sayangnya, cewek itu menghindarinya. Namanya Allred."

"Wah, wah. Cerita yang mengharukan. Ngomong-ngomong, Allred itu adalah nama seorang kakek di panti jompo." Ia tersenyum dan mendenguskan nafas lalu berjalan kedepan.

"Yah, aku tahu, dan sempat terkejut karenanya."

"Ah, aku mengerti sekarang. Kau membenturkan kepalamu saat itu. hahaha."

"Sudahlah, jangan membahas itu."

"Kau tahu saluran 9? Kok bisa? Kau mendengarnya juga? haha. kau tertangkap sekarang"

Arata tidak menjawabku. Ia berjalan terus, hingga pada akhirnya kami berhenti pada sebuah cafe. Tempat ini sudah tak asing lagi bagiku. Kalau diingat-ingat, memang aku pernah kesini. Bersama Arata.

"Kau belum pernah merasakan cake buatan cafe ini, bukan?"

"Belum. Mungkin aku akan merasakannya hari ini."

Kami memasukki cafe itu. Masih dengan khasnya, lonceng perak yang bergemerincing ketika pintu dibuka, aroma kopi yang khas sudah menggelitik hidungku. Tampilan hidangan chesse cake yang terpampang nyata dihadapanku sudah menimbulkan musik khas dari perutku.

Arata mengarahkanku untuk duduk di pojok ruangan, dengan kursi sofa yang hangat dan meja kayunya yang unik. Ia memesan kopi dan cake untukku dan untuknya.

"Sambil menunggu, ada yang ingin kukatakan padamu."

Sudah lama semenjak jantung ini tidak berlonjak-lonjak, kini kembali lagi. "Apa?"

Ia menghela nafas dan kini menatap mataku dalam-dalam. "Allred adalah temanku. Aku menyuruhnya menyampaikan ceritaku."

Aku-perasaanku semakin tak karuan. Sampai-sampai aku tidak bisa mengolah kata-kata Arata barusan. "Maksudnya?"

"Kau orang itu, kaulah cewek yang diceritakan diradio, kau cewek yang semakin cantik ketika tersenyum, kau cewek yang menjauhiku disaat aku menyukaimu."

Cake dan kopi yang kami pesan sudah datang dan memotong pembicaraan serius sekaligus menegangkan bagi kami-ups!-bagiku maksudnya. mungkin kalau itu datang daritadi, dan aku mendengarkan Arata sambil makan, kutebak, pasti aku tersedak, dan sedang terbatuk-batuk sekarang. Yah, kau tahu, seperti pada film-film, mungkin nantinya Arata akan menyodorkan minum padaku dan mengatakan, 'Apa kau baik-baik saja?'. Sudahlah, kembali ke topik, dan hempaskan jauh-jauh imajinasimu, Sora.

"Kau sedang bercanda?"

"Tidak. Kupikir aku sedang mengungkapkan perasaanku yang lebih spesifik." "Perasaan apa ini? Cinta?"

  ^^^^^

halo semuanya, terimakasih sudah baca sampai chapter ini. Oh iya, maaf ya karena sekarang jam updatenya nggak sesuai jadwal. but, i'm trying to be. udah mulai sekolah soalnya, les-les udah pada aktif. kalian juga kan pastinya?

hehhe, yang semakin curious dengan kelanjutan cerita Sora dan Arata, baca terus yaa. enjoy the story! don't forget to vote, and comment. jangan datang dan pergi tanpa meninggalkan jejak. hiks hiks :(

thank u :)

He Caught Me In His ArmsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang