Epilog

98 5 2
                                    

"Sudah siap?" Arata sudah berada di depan rumahku tepat pukul 7. Ia mengenakan jas hitam dengan kemeja tak berdasi didalamnya, celana panjang berbahan kain serta sepatu mengkilap yang menutupi kakinya -menungguku sambil bersandar pada mobil elegan berwarna putih yang terparkir sempurna.

Arata menyuruhku menggunakan pakaian resmi, karena ternyata Ia akan mengajakku untuk pergi ke reuni SD nya.
Aku memakai gaun tanpa lengan berwarna hitam dengan hiasan bunga putih yang terjahit rapih diatas sehelai kain yang menutupi pundakku, sepatu tanpa motif, dengan tali yang melilit sampai pergelangan kakiku. Aku menghampiri Arata dan menatapnya sebentar, "Sempurna." Gumamku.

"Yah, setidaknya kau tidak salah dalam memilih seorang cowok." Arata membukakan pintu mobilnya dan mempersilahkan aku untuk masuk. "Maksudku, mobilnya. Terlihat sempurna." Kali ini aku mencoba tersenyum jahil seperti Arata, aku tidak tahu apakah itu menghasilkan senyuman seperti bayanganku, atau malahan terlihat senyuman aneh dari seorang perempuan gila yang tak bisa menaikkan sebelah alisnya. Tidak peduli. Yang jelas aku berhasil membuat air muka Arata berubah sedikit ngambek dan mengatakan bahwa kita akan berjalan kaki sampai kesana. Hahaha 😂

"Tidak. Aku hanya bercanda."
"Kau terlihat sempurna." Kataku setelah Arata memasukki mobil, ia tersenyum bahagia tanpa membalas kata-kataku barusan. Huhh, aku jengkel sekali. Kenapa aku harus mengatakan itu padanya? Ia tidak membalas pula. Aku sudah berdandan secantik mungkin,dan-ahh, aku lupa memberi tahu. Semua yang kupakai hari ini berasal dari Arata. Kecuali make up yang tercap halus diwajahku dan 'yang didalam', tidak darinya.

Sepanjang perjalanan kami hanya mendengarkan lagu dari radio. Sesekali aku meliriknya, tapi yang dia lakukan hanya menatap lurus kedepan. Tumben sekali. Biasanya ia tak kuat jika tidak berbicara atau menjahiliku.

"Arata, kau kenapa?"

"Hm? Aku kenapa?" Kupikir aku membuyarkan lamunannya.

"Kau diam saja daritadi."

"Oh, maafkan aku. Aku tidak bermaksud-"

"Yah, tidak papa." Sedikit kecewa, tapi akan kutanyakan nanti. Dia seperti tidak ingin diganggu.

Kami turun dari mobil, tidak seperti bayanganku, -Arata akan membukakan pintu mobilku, lalu menuntunku keluar sambil menggandeng tanganku seperti pada film-film yang kutonton. Alhasil, aku hanya diam didalam, dan Arata mengetuk-mengetuk kaca mobilnya. Dia tidak romantis, kupikir. Kemudian, aku keluar, dengan wqjah yang sudah kutekuk dengan sangat sempurna, sehingga menimbulkan garis-garis lekukan yang terbentuk bagai ukiran diantara kedua mataku, dan disekitar mulutku yang berbentuk kerucut. Aku sempat melirik Arata yang sedang mesem-mesem penuh arti. Entah itu ia geli terhadap ekspresiku atau- memang dia sengaja mengerjaiku.

Ketika aku keluar, ia mengulurkan tangannya, dan segera meraih tanganku yang sudah dihiasi oleh gelang yang menurut Mom akan mendatangkan keberuntungan dalam percintaan. Aku tahu itu tidak mungkin. Buktinya ? Aku sedang dibuang sekarang.
"Hah, apa kau sedang membuang cewek cantik yang baru kemarin kau ajak pergi?"
Kataku laksana tidak terima dengan perlakuannya hari ini. "Kau lihat? Semua cowok membukakan pintu untuk pasangannya. Sedangkan aku?"
"Oh, astaga, Sora. Kau sudah bisa protes ya." Arata terkekeh pelan, dan memamerkan giginya yang berbaris rapih membentuk senyuman familier yang membuatku luluh.

Arata menggandengku, lalu melingkarkan tangan kanannya dipinggangku. Ia membawaku masuk kedalam sebuah ballroom berisi ratusan manusia -tidak- Pasangan maksudku-yang sedang berdansa, dan tidak sedikit yang sedang mengobrol tentang kenangan-kenangan lama. Arata sedang ber-clingak-clinguk mencari Allred.

Aku tertegun ketika ada suara yang memanggil "Sora," namaku. Kenapa ditempat ini ada yang mengenaliku? Bukankah ini pesta alumni SD Arata ? Aku berbalik dan tidak mendapati seorang pun yang kukenal. Aku hanya menangkap Arata yang sedang berpelukan dengan seorang cowok sambil menepuk-nepuk punggungnya. Kurasa itu Allred. Aku menghampiri Arata dan tersenyum ke arah cowok didepannya. Cowok manis, dengan mata bulat, dan kacamata kotak berwarna hitam dengan lis merah di kedua gagangnya yang tertahan diatas telinga cowok berjas biru tua itu. Sekitar beberapa detik aku memperhatikan cowok itu, tiba-tiba saja Arata menarikku kearahnya dan menyadarkanku dari lamunan. Woah, hampir saja. Tidak, jangan kalian pikir aku naksir cowok itu.

"Hey, mengapa kau lebih mengenali Sora dibanding aku?" Arata menunjuk kearah cowok itu.
"Yah, aku sudah merasakan aura kecantikannya meskipun dari belakang."
Bibirku tersimpul mendengar kata-katanya.
"Kau tidak ingin berkelahi disini kan?"
Arata menampilkan wajah menantangnya, dan memegang tanganku erat sambil menarikku sedikit kebelakang badannya.
Allred merekahkan senyumannya yang membentuk cekungan halus diatas pipi kirinya. Woahh. Sekali lagi aku terpesona. -biarkan saja Arata. Aku masih jengkel dengannya.

Setelah lama berbincang dengan Allred dan membiarkan Arata bernostalgia dengan teman dan kakak kelasnya yang kini sudah terlihat sukses, mungkin saja mereka sedang membicarakan wanita-wanita cantik yang ada disekolahnya, atau apalah yang menjadi kenangan mereka. Hey, tunggu dulu. Arata tidak boleh ikut dalam pembicaraan seperti itu. Ah, aku terlalu banyak berkhayal. Sekarang ini, aku sedang meminum sirop berwarna hijau yang dimasukkan ke dalam gelas piala bening itu. Aku tak tahu apa yang ingin kuperbuat, karena aku tak mengenal siapapun disini, sesekali aku melihat Arata, tapi tak tega untuk mengajaknya pulang..

"Hayoo, apa yang kau pikirkan?"
Aku sedikit terlonjak ketika mendapati Arata sudah berada didepanku.
"Jangan-jangan kau.." sebelum Arata membicarakan hal tak penting, aku sudah memotongnya "Nostalgia yang menyenangkan, ya? Sampai-sampai kau melupakan pacarmu." Aku memalingkan wajahku ke bawah,
"Bukan begitu, Sora. Ayo, kau akan aku kenalkan." Arata menarikku dan menggandengku sampai pada perkumpulan laki-laki yang sedang bercanda ria dengan pasangan dan sahabat-sahabatnya.

"Ini Sora. Partnerku." Aku melirik ke arah Arata sebentar, lalu membungkuk untuk memberi salam. "Salam kenal."
Semua orang menyambutku hangat, tak membutuhkan waktu yang lama, aku sudah bisa terlarut dalam pembicaraan mereka. Selera lelucon mereka hampir sama denganku, oleh karena itu aku sangat menikmati perkumpulan ini. Sesekali aku dan Arata saling berpandangan dan melemparkan senyum satu sama lain.

Sudah larut malam, Arata akhirnya mengajakku pulang, tapi anehnya, Arata tak mengantarku ke rumah, ia malah membawaku ke atap. Betapa terkejutnya aku, ketika mendapati atap sekolah yang kosong, tak ada apapun disana, atap yang biasanya kulihat berubah, tersulap menjadi halaman penuh lampu gantung, dan penerangan yang indah dari langit, Arata membungkusku dengan jasnya, lalu menuntunku ke tengah kumpulan lampu kecil berwarna putih berbentuk love.
"Astaga Arata, apa yang kau lakukan dengan semua ini?" Aku menutup mulutku dengan tangan kiri, dan menatap ke sekeliling. Terlihat begitu sempurna. "Hanya perubahan kecil." Aku menatapnya penuh haru, dan hampir menitikkan air mata.

"Nostalgia yang menyenangkan, bukan?"  Kali ini aku tersenyum dan menceritakan kembali hal-hal lucu yang aku dapatkan disana. "Haha, aku benar-benar memecahkan tawaku saat mereka bercerita bahwa kau pernah ngompol. Ahahaha" Arata terlihat cemberut lalu berkata "ya, ya baiklah. Tapi kau juga tahu kan, kalau penyiar radio kesukaanmu itu pernah melepaskan sesuatu yang besar dicelananya."
"Iyuh, itu menjijikan. Ahahaha. Tapi aku lebih suka semua cerita tentangmu. Kau ini ternyata sangat polos." Aku masih terhanyut dalam candaanku, sedangkan Arata menatapku lurus sambil tersenyum.
"Baguslah. Sekarang kau banyak tahu tentangku."

Aku tersenyum ke arah Arata, tapi kemudian senyuman itu lenyap saat aku ingat kata-kata Arata saat di ballroom tadi "ehem.. jadi apa alasanmu menyebutku partner mu? Semua orang memperkenalkan pasangannya sebagai 'pacar' 'kekasih' 'kesayangan' dan hal romantis lainnya, tapi kenapa kau.."

Chu~~

Arata mencium pipiku dan menghentikan omelanku tanpa kata-kata, cukup dengan tatapan matanya yang meluluhkan hatiku. "Kau memang partnerku, Sora. Partner hidupku, kau dan aku, akan melakukan segala hal bersama."
Aku terdiam, terhanyut dan tenggelam begitu dalam pada suasana ini. Arata memelukku, semakin erat, dan kemudian butiran salju turun menjatuhi dan memenuhi halaman ini, lampu-lampu yang mengelilingiku pun terlihat semakin terang.

"Aku mencintaimu, Sora."

"Aku mencintaimu, Arata."

--

                                     END

--
"Aku tidak membutuhkan waktu lebih dari satu detik untuk jatuh cinta padamu, Sora."
-Arata-

"Dan aku membutuhkan waktu lebih dari satu detik untuk tetap ada dalam pelukanmu, Arata."
-Sora-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 30, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

He Caught Me In His ArmsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang