BAB XIV

87 6 0
                                    

"Tidak." "Aku tak menyukainya."

Braak!

Pintu coklat itu terbuka dengan paksa. Ada seseorang terlihat diambang pintu yang sudah roboh itu. Semua wajah dan mata berbalik kebelakang. Arata. Dia datang. Rasa aman yang tadinya pergi, kini datang kembali ketika aku melihat wajah Arata dari kejauhan.

"Lepaskan Sora."

"Kau pikir semudah itu?" Ayuka mendekati Arata, menyilangkan tangannya serta membuka tudung jubahnya.

"Kau perempuan paling menjijikan, Ayuka. Aku muak padamu."

"Wow, aku sangat terpukau, Arata. Kau membuatku semakin menyukaimu." Ia berjalan mengitari tubuh jangkung Arata.

Kini Arata berjalan mendekatiku, namu tiga orang jelek ini menghalangi jalannya. Aku sangat takut, bagaimana jika mereka memukuli Arata. Ia datang sendirian, tak berbekal apapun. Hanya berbekal sepasang pajamas biru dan sandal putih khas rumah sakit.

"Apa kalian budak Ayuka? Tiga orang lelaki kekar yang memukuli seorang perempuan. Sangat pengecut."

Tiga orang itu tidak membalas omongan Arata, namun mereka melangkahkan kaki mereka untuk menantangnya kurasa. Arata sudah siap dengan kuda-kudanya. Tak peduli separah apa luka yang sudah ia dapatkan kemarin.

Ayuka sudah tidak terlihat. Mungkin ia melarikan diri. Aku sudah tidak peduli dengan keberadaannya, aku hanya memikirkan Arata.

Tiga orang itu sudah sangat dekat dengan Arata, mereka mulai memukuli Arata. Aku sangat ketakutan. Jantungku berdebar tiga kali lipat dari biasanya, rasa takutku memuncak, tiba-tiba kakiku terasa kuat untuk berdiri. Aku mencari cara untuk menolong Arata.

Aku melihat bekas botol, mengangkatnya ke atas kepalaku, aku hendak melemparkannya pada mereka, namun ketika Ayuka tiba-tiba muncul menahan tanganku, lalu menarikku keluar. Aku memberontak, tak ingin melihat Arata berjuang sendirian. Hanya satu harapanku sekarang, tolong selamatkan Arata, tak perlu aku.

Ayuka memasukkanku kedalam mobil sedan yang terparkir di halaman depan, namun tak sempat Ayuka menancapkan kaki pada pedal, Ichiro masuk ke dalam mobil kami, suara ledakan terdengar.

Arata? Apa yang terjadi padanya? Aku menguatkan diriku, segera keluar. Ichiro menyeret Ayuka dan menyerahkannya pada segerombolan orang berseragam lengkap. Sebagian dari orang-orang itu masuk kedalam ruangan dan menangkap tiga anak buah Ayuka. Belum sempat aku berlari kedalam, Arata sudah keluar, ia memandangiku dari ambang pintu, menatapku dengan tatapan tajamnya.

Tak ada yang berubah darinya. Ia tetap seperti Arata yang beberapa hari lalu kulihat. Arata masih memakai pakaian rumah sakit itu, namun kali ini lukanya bertambah.

Ia mentapku sebentar, tapi kemudian memalingkan wajahnya. Ini membuat hatiku sangat sakit, bagaikan tertusuk benda tajam sampai kedalam. Entah apakah ini yang ia rasakan ketika aku berbalik darinya? Sesakit inikah?

Arata terlihat sibuk berbicara pada seorang polisi. Aku menghampirinya, "Arata?"

Ia berbalik dan menatapku serius, sama seperti malam itu. "Apa kau baik-baik saja?"

Aku mengangguk pelan, seolah tak begitu yakin dengan jawabanku. "Kau baru saja pulih. Kau harus segera ke rumah sakit." Aku segera mencari Ichiro, dan mengatakan padanya untuk segera ke rumah sakit. Tapi tiba-tiba saja, kepalaku sangat sakit, kakiku tak sanggup berdiri. Aku terduduk di depan bangunan tua itu sambil memegangi kepalaku sangking nyerinya.

"Kau tidak baik-baik saja, Sora." Lagi-lagi sepasang tangan maskulin menyelipkan lengan bawah sebelah kanannya dibalik lututku dan sebelahnya lagi menahan punggungku.

Aku bisa mencium aroma parfum Arata lagi, dan kembali lagi kepalaku terkulai lemas di atas dadanya yang bidang itu. 

Kali ini bukan ketakutan yang kurasa, tapi rasa lega.

**

yeyeye.. sudah tidak telat update lagi. hehe. selamat beraktifitas ya guys. oh iya, jangan lupa vote and comment ya! jangan baca doang, hehe. enjoy the story!

He Caught Me In His ArmsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang