4

139 20 4
                                    

Perjalanan yang cukup jauh juga arus lalu lintas yang padat membuat ke6 orang ini menjadi bosan. Sebagian dari mereka memilih untuk tidur, namun tidak dengan Lia dan Reza. Mereka berdua memang sering terjaga hingga larut. Sebenarnya perjalanan bisa menjadi cukup singkat, jika saja mereka tidak harus berhenti dibeberapa rest area karna Iqbal yang bermasalah dengan perutnya.

"Li ga tidur?"

"Lah lu sendiri aja engga, lagian juga sekarang masih jam setengah 9"

"Kok lama banget ya"

"Wajar lah kan weekend" jawab Lia dengan santai.

"Li, Michael tuh siapa sih?" Pertanyaan itu sudah mengepung Reza sejak sedari tadi disekolah, sebenarnya bisa saja dia menanyakannya tadi tapi Reza tau Lia pasti tidak akan menjawab. Bahkan sekarang saja dia tidak yakin Lia akan menjawab, Lia lebih senang menyimpan sesuatu untuk dirinya sendiri. Walau sudah cukup lama mereka berteman Reza masih merasa kalau Lia belum sepenuhnya dapat mempercayainya terkadang hal itulah yang membuat Reza merasa asing dengan Lia.

"Mau tau seriusan?"

"Kalo lo mau ceritaiin sih, siapa tau aja gue bisa bantu. Soalnya lu keliatan keganggu banget gitu sama si Michael" Lia mencoba menetralkan dirinya, takut kalau dirinya akan kembali emosi. Mengingat sesuatu yang sama sekali tidak ingin dia ingat.

"Namanya Michael Alexander, dia bukan blaster. Tapi asli orang Amerika, dia kesini buat kuliah kalo buat sekarang"

"Maksudnya buat sekarang?" Tanya Reza bingung.

"Makanya dengerin dulu, alay banget ga sih? Dia itu first love gue, kita ketemu di acara pernikahan anak temennya bokap gue. Ftv banget? Bodo deh. Waktu itu gue masih SD kelas 2an deh kayaknya. Kerenkan masih bocah aja udah mikir cinta cintaan" Lia mentertawakan dirinya sendiri, yang sangat bodoh mengapa dalam umur semuda itu sudah memikirkan percintaan padahal bocah seusianya harusnya masih memikirkan tentang film kartun yang telat tayang di TV.

"Dia dulu suka main kerumah, kita beda 3 tahun. Waktu gue baru masuk SMP dia masuk SMA terus gue sendiri gangerti kenapa yang jelas gue ngerasa spesial banget di mata dia. Dia perlakuin gue baik banget, kayak seorang cowo ke cewe. Bukan abang ke adek"

"Kok lo tiba tiba ngomong gitu?" Reza menginterupsi omongan Lia, karna heran dengan perkataannya yang terkesan ambigu.

"Iya sampe gue nemuin dia ciuman bahkan mungkin lebih. Gue marah sama dia, gue sakit hati. Siapa yang engga sakit? Gue udah terlalu lama jatuh cinta sama dia. Sangking keselnya gue langsung bilang ke dia, gue sayang dia, gue cinta sama dia. Terus mau tau ga bagian menariknya apa?"

"Apa?"Reza menaikkan sebelah alisnya, mencoba menebak kejadian selanjutnya.

"He loves me too" jawab Lia dengan senyum yang terkesan sinis. "As a sister" Reza mengurungkan niatnya mengucapkan sesuatu, untuk saat ini tidak ada kalimat yang dapat menenangkan hati sahabatnya itu.

"Besoknya dia udah pindah lagi ke Amerika. Gue gapernah berhubungan lagi sama dia, gue juga udah gapernah dateng ke villa dia. Villa yang sekarang mau kita datengin, sampe akhirnya beberapa minggu belakangan ini dia mulai ngehubungin gue lagi. Rasanya ada yang aneh, udah gaada getaran kayak dulu lagi. Mungkin buat sekarang"

"Maksudnya mungkin buat sekarang?"

"Siapa yang tau kedepannya nanti gimana?"

"Lebih rinci dong" Ucap Reza yang belum sepenuhnya mengerti dengan keadaan Lia dan Michael dulu, namun satu hal yang dia pahami disini. Lia merasakan sakit yang selama ini tidak dia ceritakan kepada siapapun, ini juga yang menjadi satu hal dari Lia yang paling Reza benci, Lia tidak pernah mau membagikan rasa sakitnya kepada siapapun. Seandainya ia menceritakan, mereka berdua bisa membagi rasa sakitnya.

MurdererTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang