18

96 8 3
                                    

Dibalik pintu itu tidak ada hal yang aneh, hanya sebuah ruang kosong dengan layar proyeksi. Entah mengapa ada disana, hampir mirip dengan home theater namun tempat ini jelas lebih seram dengan beberapa meja mungkin? Aku sendiri tidak begitu yakin. Meja itu terdapat sebuah pengikat disetiap ujungnya, juga ada tiang-tiang yang terdapat tali menggantung.

Sekilas aku mencium bau bangkai, tapi tidak seperti bau bangkai hewan. Apakah hanya aku yang mencium atau memang ini bau bangkai manusia?

"Bangsat, kenapa bau mayat disini" aku menoleh kearah Iqbal yang menutup hidungnya, sama sepertiku hampir muntah menciumnya. Aku pindah berdiri dibelakang Michael bersembunyi dibalik punggungnya.

"Tak perlu khawatir" ucapnya, tapi aku sendiri yakin dia jauh lebih khawatir dibandingkan aku. Aku merasa dibodohi, untuk apa aku mengikuti pesan yang ku fikir berasal dari Reza. Aku bahkan sudah tidak bisa berfikiran jernih. Mungkin ini hari terakhir ku melihat dunia. Karna persetanan!! Tempat ini seperti tempai pembantaian manusia.

"Gila!! Kenapa ada tumpukan mayat sih disini" Semua melihat ke arah Galih yang menarik sebuah kain hitam diujung ruangan. Tumpukan mayat berada disana, dengan kondisi badan yang sudah tidak utuh lagi. Bahkan salah satu dari mayat itu matanya masih terbuka menunjukkan kesakitan yang amat dalam.

"Aku pikir kita harus keluar dari sini sekarang juga" Michael menarikku keluar, diikuti dengan yang lainnya. Semua wajah itu sudah berubah menjadi panik tidak ada candaan lagi, Aldo hanya terdiam tidak seperti sebelumnya. Dia tidak lagi berusaha mencairkan suasana.

"Lia gue nebeng sama lo dong, asli gue takut banget kalo harus balik sendiri" aku mengangguk, aku tidak bisa mengeluarkan suaraku. Aku sangat panik. Aku takut, sangat takut. Apa mungkin ada seseorang yang sedang melakukan pembunuhan berencana dan korbannya adalah aku?

Tapi apa yang mereka cari dariku? Jika mereka menginginkan perusahaanku, mereka lebih baik jika mendapatkanku secara hidup-hidup. Bahkan nafasku terasa sangat berat, sekalipun Michael ada selalu disampingku aku tak yakin jika Michael akan dapat melindungiku.

"Ah iya pintunya kan kekunci" Aldo mencoba membuka dan mendobrak pintu itu tapi nihil, pintu itu masih rapat tertutup.

"Goblok, lewat jendela aja sih. Nih jendelannya ga dikunci" Iqbal membuka jendela dan membiarkan satu persatu dari kami untuk keluar lewat jendela. Dan menuju mobil kami masing-masing.

"Demi tuhan bercandaannya kaga lucu pisan. Jangan kek gini lagi ngapa, gua ultah udah lewat etdah" Aku yakin, ucapan yang keluar dari mulut Galih semata-mata hanya untuk menenangkan kami. Tapi itu tak berarti banyak.

"Ya kali goblok bercanda tapi ada mayat beneran. Ini kita harus lapor apa diem aja? Gua juga takut salah langkah, besok besok kalo ada yang sms atau apalah dan gak jelas mending kaga usah ditanggepin dah" Iqbal menarik rambutnya kasar dan bersender lemas didekat mobilnya.

"Kami akan kembali ke amerika besok malam" Michael yang sedari tadi hanya diam dan kini angkat bicara. Aku terkejut dengan ucapannya yang langsung ingin membawaku pulang, kami belum ada seminggu berlibur disini seperti yang dia janjikan.

"What the hell mikey?" Tanyaku kesal dengan keputusan sepihak.

"Ini demi kebaikanmu Lia, kau aman disana. Aku tidak mungkin menjagamu 24 jam dalam sehari, jika disana akan ada yang terus memantaumu. Aku tidak mau kejadian seperti ini terulang lagi, kita akan kembali kemari setelah aku tau maksud dari kejadian hari ini apa. Mengerti? Aku harap kau mengerti karna aku tidak menerima bantahan" Michael memperjelas setiap kata yang dia ucapkan, jauh dilubuk hatiku aku ingin menolak. Tapi yang dia katakan benar, aku akan lebih merasa aman jika ada disana.

"Cepet banget? Lo kan baru ketemu gue sehari Li, lusa aja please" Reza terdengar sedih, tapi aku tidak punya kuasa untuk menolak keputusaan Michael.

"Reza kau tau ini semua demi kebaikan Lia, aku yakin kau sebagai temannya tidak ingin Lia dalam masalah bukan? Mohon pengertiannya"

"Yaudah udah udah gausah diperpanjang, gua rasa sih emang Lia kesana dulu aja. Gua juga ngeri kalo dia kelamaan disini ga aman juga. Untung aja kali ini rame-rame dan kita semua gapapa. Coba kalo Lia sendiri. Kalo gitu karna besok Lia pulang gimana kalo kita makan-makan?" Tawar Iqbal dengan senyum semangat. Aku rindu senyum itu, senyum lebar disaat Iqbal melihat makanan.

Aku sadar teman temanku hanya bertambah tua, sifat mereka masih sama. Persis seperti terakhir kali bertemu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 25, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MurdererTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang