One week later
Sudah berselang seminggu semenjak tragedi pembunuhan Citra, kini aku dan yang lainnya sedang berkumpul di rumah Iqbal. Michael pun ikut bersamaku karna ia merasa bersalah kepada keluarga Iqbal, walau ini benar-benar bukan kesalahannya. Dan tidak ada yang menyalahkannya atas kejadian ini. Kupikir dalam waktu satu minggu ini kami akan mendapat perkembangan tentang pelaku pembunuhan Citra, namun kenyataannya Nihil.
Kami tidak menemukan sedikit pun barang bukti, bahkan kamera CCTV yang terpasang di dalam gudang dirusak. Entah suatu kebetulan atau memang sipembunuh sangat cermat karna CCTV mati saat kejadian, sehingga kami tidak memiliki titik terang sedikitpun.
Aku mulai khawatir, apa mungkin ini alasan Aldo dan Michael menyuruhku untuk menjaga diri baik-baik. Karna mereka tahu, bisa saja kejadian seperti ini akan menimpaku juga? Aku harap ini hanya imajinasiku saja, aku ingin semuanya baik baik saja.
"Lia, sudah malam. Kita harus pulang" aku tersadar disaat Michael menepuk bahuku pelan.
"Oke, aku akan berpamitan dengan keluarga Iqbal. Kau bisa menungguku dimobil"
"Oke" Jawab Michael sembari berlalu meninggalkanku. Suasana rumah Iqbal sudah sepi, tinggal tersisa beberapa tamu saja. Aku melihat jam tanganku waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Ah! Pantas saja sudah sepi, sudah hampir larut. Aku bergegas mencari Tante Lina—Mama Iqbal.
"Bal, belum ada perkembangan sama sekali?"
"Belum Ma, tadi aku udah nelfon pihak kepolisian yang nanganin kasusnya Citra mereka susah buat nyari barang bukti karna CCTV nya dirusak. Mungkin nanti aku bakal minta tolong Lia sama Michael buat ngasih keterangan" Aku melihat dari balik pintu yang menuju ke Halaman belakang rumah Iqbal, dia dan ibunya masih membahas tentang kematian Citra. Aku merasa iba dengan kondisi mereka yang sekarang, saat kejadian itu aku terlalu Shock untuk mengerti apa yang sedang terjadi. Harusnya aku bisa menjawab lebih baik kemarin disaat mereka meminta keterangan dariku.
Aku berdehem, keduanya menengok kearahku. Aku tersenyum tipis sebagai tanda belasungkawa, menghampiri mereka dan memeluk Tante Lina.
"Aku bakalan bantu Tante buat nyelesain masalah ini kapanpun Tante butuh aku, Tante bisa telfon aku" Ucapku sembari melepaskan pelukan.
"Maaf kalo Tante jadi ngerepotin kamu Lia, kalau kamu jadi Tante kamu pasti ngelakuin hal yang sama kan?" Tante Lina mengusap air matanya yang selalu turun setiap kali membahas tentang Citra. Wajar saja, Tante Lina hanya memiliki dua orang anak. Citra dan Iqbal, Citra anak perempuan satu-satunya. Sangat aku maklumi jika dia begitu sedih mendengar kematian anaknya yang tragis. Aku sangat paham kondisinya saat ini.
"Pasti, ohya Tan aku sekalian mau pamit karna udah malem banget. Michael udah nunggu aku diluar"
"Hati-hati sayang" Balas Tante Lina dan langsung memelukku erat.
"Bal,pulang ya gue" kataku kepada Iqbal sesaat setelah Tante Lina melepaskan pelukannya. Iqbal hanya mengangguk, dan aku berlalu setelahnya. Pikiranku terus berkecamuk, perasaan khawatir, sedih, terbebani semuanya menjadi satu. Hingga aku tidak tahu mana yang paling mendominasi. Untuk saat ini rasanya aku tidak ingin pulang, kenapa juga orang tuaku meninggalkan aku disini sedangkan mereka berada sangat jauh dariku. Dan sialnya, malam ini aku benar-benar sendiri. Ini malam minggu, asisten rumah tanggaku izin untuk pergi. Aku tidak cukup tega untuk melarangnya.
---
"Kau mau masuk?" Kataku sesaat setelah turun dari mobil, Michael hanya menggeleng. "Tidak, ini sudah larut sebaiknya kau masuk"
"Hati-hati dijalan"
"Lia, tolong fikirkan baik-baik permintaanku. Akan lebih baik jika—"
"Michael, kurasa kau harus pulang sekarang" Jawabku dengan nada tegas, semoga dia mengerti kalau aku sedang tidak dalam mood untuk membahas masalah ini. Kepalaku sudah penuh dengan urusan kematian Citra, dan sekarang dia memintaku untuk memikirkan tentang kepindahanku. Betapa tidak pengertiannya dia.
Dengan kesal aku langsung masuk kedalam rumah dan membanting pintu depan, aku tidak peduli dengan apa yang akan dia pikirkan nanti. Hari ini saja sudah cukup melelahkan.
Author POV
Michael masih berdiam diri dimobilnya, hampir setengah jam lebih. Dia tahu kalau Lia-nya marah, dia menyesal menanyakan tentang kepindahan mereka ke Amerika disaat yang tidak tepat seperti ini. Namun Michael tidak berusaha untuk menghampiri Lia kedalam karna ia tahu itu akan memperburuk keadaan, dia sudah mengenal Lia-nya.
Michael menyalakan mesin mobilnya, memasukkan gigi memutuskan untuk pulang tidak ada gunanya dia berada disini lebih lama lagi. Lia tidak akan keluar, atau memperdulikannya lagi seperti dulu, ia sadar yang ia lakukan sungguh tidak termaafkan. Mulai detik ini dia harus berjuang lebih keras untuk mendapatkan maaf dan membuatnya kembali menjadi lebih baik, seharusnya saat itu ia tidak meninggalkan Lia tanpa penejelasan apapun. Tapi Michael yakin jika ia memberi tahu alasannya kepada Lia, belum tentu gadis itu akan mengerti.
BUG
Michael mendengar seperti sesuatu yang besar terjatuh, perasaannya tiba-tiba menjadi tidak enak. Ia langsung turun dari mobilnya dan mencoba mendobrak pintu depan rumah Lia. Namun tidak ada hasilnya pintu itu tidak bisa terbuka dengan mudah, ia berlari kearah belakang rumah Lia, yang ia tahu pintu belakang rumah Lia sangat jarang dikunci. Dan benar saja, pintu itu tidak terkunci ia berlari tak karuan mencari dimana asal suara itu. Sekarang yang terdengar adalah suara tangisan dan rintihan yang sangat ia kenali, suaranya berasal dari lantai atas. Michael yang panikpun langsung berlari menaiki anak tangga, berharap cemas semoga tidak terjadi sesuatu.
Sial, bahkan dia baru sampai dilantai atas namun ia sudah mendapati bahwa Lia dalam keadaan sekarat menangis dan merintih kesakitan. Suaranya terdengar sangat menyedihkan, baju yang Lia pakai sudah berganti dengan warna darah. Michael mendekati Lia yang terbaring dilantai dengan darah yang terus mengalir dan pisau yang masih tertancap diperutnya.
"Michael" Ucap Lia dengan sangat pelan, memohon pertolongan. Michael sangat terkejut melihat keadaan Lia, hingga ia tidak bisa berkata apapun. Ia mencari ponselnya menghubungi ambulans. Tidak usah tanya betapa khawatirnya dia, Michael terduduk lemas disamping Lia. Mengelus rambutnya, dan memegang tangan Lia.
"Sabar, kau harus bertahan aku sudah menelfon rumah saki terdekat darisini. Seharusnya mereka datang dengan cepat" Lia tak menjawab, hanya tangisnya yang menggambarkan betapa sakitnya dia.
repost hehe, happy reading!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Murderer
Teen FictionKau tahu betapa indahnya hidupku? Aku berkecukupan, sahabat yang sangat menyayangiku, bahkan orang yang spesial dihatiku kembali hadir untuk mengisi hari-hariku. Namun semenjak tragedi itu, aku bahkan lupa bagaimana caranya untuk bahagia. Aku lupa c...