8

72 11 1
                                    

Iqbal berdiri mematung didepan gudang menatap lurus kearah adiknya yang terbaring kaku didalam gudang, tak sangggup untuk melangkahkan kakinya. Badannya terasa lemas, otaknya tidak berhenti berfikir walau hanya sedetik saja kenapa adiknya harus dibunuh sekeji ini? Dia sangat yakin adiknya tidak memiliki musuh, adiknya sangat pendiam bahkan sangat menjaga tutur katanya, tidak mungkin ada yang membencinya. Sempat terlintas dipikiran Iqbal bahwa Michael yang membunuh adiknya, namun setelah dijelaskan oleh Lia kalau Michael bersamanya, kepalanya terasa seperti akan pecah. Adiknya mati. Sebelum dia sempat membahagiakan saudara satu-satunya.

Jasad Citra masih disana persis ditengah gudang, dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Tangannya diikat oleh tali, mulutnya ditutup dengan kain, bajunya penuh darah, dan matanya terbelalak. Lia membayangkan bagaimana sakitnya menjad Citra, dengan luka tusuk dibagian perut juga bekas cambukan yang hampir ada disetiap inci tubuhnya. Lia bergedik ngeri, Michael berusaha menenangkannya dan membawanya keluar. Sedangkan Reza, dan Galih mencoba meyakinkan Iqbal kalau masalah ini akan cepat terselesaikan.

"Bal, lo mau tetep disini?" Ujar Reza dengan lembut sembari mengelus punggung Iqbal, setidaknya mungkin hanya inilah yang berguna untuk Iqbal. Iqbal tidak menjawab, kini airmatanya perlahan menetes. Tidak sampai tersedu, namun cukup menggambarkan betapa sakit hatinya.

Dipikirannya kembali terulang masa kecilnya bersama Citra, banyak hal yang tidak dapat Iqbal lakukan untuk adik kesayangannya itu. Salah satu yang membuatnya semakin bersedih adalah, sehari sebelum keberangkatan mereka, Iqbal dan Citra bertengkar cukup parah tidak saling menegur bahkan setelah mereka ada disini. Seandainya ia dapat mengulang waktu, maka saat itu dia memilih untuk mengikuti kemauan adiknya. Namun semua sudah terjadi, ia berbisik untuk dirinya sendiri kalau dia harus menemukan orang yang membunuh adiknya itu.

"Bal, minggir dulu biar pihak rumah sakit yang nanganin adek lu. Sekalian divisum" Iqbal mengangguk lemah, mengiyakan perkataan Aldo yang mungkin akan menjadi titik cerah baginya untuk mengetahui siapa yang membunuh adiknya.

"Keluar dulu dah Bal, biar polisi bisa nyari barang bukti sama nyelidikin pembunuhan adek lu"

"Lia sama Michael dimana?" Tanya Reza, yang sedaritadi tidak melihat keberadaan kedua orang itu.

"Mereka ada diluar lagi ngasih keterangan tentang Villa ini dan sebagainya"

"Gua telfon nyokap dulu" Iqbal baru teringat oleh kedua orang tuanya, hatinya semakin terasa perih membayangkan bagaimana dia harus mengatakannya kepada kedua orangtuanya. Mungkin dia tidak akan sanggup, alhasil Iqbal hanya menatap layar ponselnya tanpa melakukan apapun.

"Gausah Bal, udah ditelfon kok sama pihak kepolisian. Kita packing sekarang langsung ke Rumah Sakit tempat adek lu divisum. Gue cari Lia dulu" Reza meninggalkan Iqbal, Galih, juga Aldo untuk mencari Lia.

Reza menggerutu dalam hatinya kenapa Villa ini terasa sangat besar disaat yang tidak tepat seperti ini, dia sudah kesal setengah mati karna tidak dapat menemukan Lia. Akhirnya ia memutuskan untuk naik kelantai atas, sesampainya ia di villa ini dia belum pernah sama sekali menginjakan kakinya dilantai atas ini, timbul sedikit rasa penasaran dihatinya bagaimana bentukan ruangan diatas sana. Setelah menginjak anak tangga yang terakhir Reza tercengan dengan penampilan dilantai atas yang sangat jauh berbeda dilantai bawah, diatas sini sangat elegan bahkan barang barang yang ada disana terlihat sangat mahal. Terpikirkan olehnya betapa kayanya Michael.

Dengan inisiatifnya sendiri ia langsung menuju kearah balkon, sangat yakin kalau Michael dan Lia berada disana. Tepat disaat Reza memegang gagang pintu yang mengarah ke balkon ia melihat Michael yang mengelus bahu Lia, lalu menarik Lia kedalam pelukannya. Reza tidak tahu harus membenci Michael atau bersyukur karna cinta pertama sahabatnya sudah kembali. Reza teringat bagaimana ulah Michael saat itu, rasanya kalau keadaan tidak mendesak seperti ini ia akan melempar Michael jauh-jauh agar tidak ada kesempatan untuk menyakiti sahabatnya lagi. Reza yang membuka pintu pun membuat Lia dan Michael terkejut, mereka berdua langsung menyudahi adegan pelukan itu.

"Li, bantuin gue packing lah, hayuk" Ajak Reza sembari menarik tangan Lia dengan kencang.

"Sakit Za, iya gue bantuin" Lia melepas cengkraman Reza, terlihat bekas merah dipergelangan tangannya. Bahkan disaat seperti ini saja tenaga Reza masih sangat kuat, pikir Lia didalam hatinya.

"Lia! Tunggu! Biarkan Iqbal dan kedua temanmu yang lain berangkat terlebih dahulu. Aku yang akan mengantarkan kalian keJakarta, kalau temanmu merasa tidak keberatan" Lia memandang kearah Reza, meminta persetujuan. Untuk sekarang bukan waktu yang tepat untuk menghajar Michael, Reza hanya mengangguk sebagai jawaban 'ya'.

"Oke, aku akan tunggu kalian dibawah" Ucap Michael dengan senyum tipis.

---

Selama perjalanan mereka, tak ada satupun yang bersuara hanya suara radio yang terdengar. Masing-masing dari mereka memikirkan bagaimana kejadian seperti ini bisa terjadi, yang lebih anehnya lagi lokasi Villa Michael sangat jauh dipedalaman seharusnya tak semua orang akan tahu kecuali kalau mereka sudah pernah kemari atau sering. Masih sangat jelas terbayang diingatan Lia disaat ia menemukan Citra yang sudah sekarat, seandainya ambulans datang lebih cepat kemungkinan Citra masih dapat terselamatkan, melihat banyaknya darah yang dikeluarkan oleh Citra ia dan Michael sama sekali tidak dapat menolongnya.

"Kita sudah sampai" Suara berat Michael menyadarkan Lia yang sedari tadi masih memikirkan tentang kematian Lia, dan dia juga baru menyadari kalau Reza sudah tidak ada didalam mobil.

"Kemana perginya Reza?"

"Dia sudah turun daritadi" disaat Lia hendak turun dari mobil, Michael menahannya untuk tetap berada didalam mobil. "Kau seperti sedang memikirkan sesuatu, ada apa?"

"Menurutmu apa?" Ucap Lia dengan malas.

"Apa kau juga ingin menyalahkanku seperti Iqbal? Walau kau tahu, aku sedang berada dibalkon saat kejadian itu?" Lia menggeleng lemah, tidak mengatakan sepatah katapun karna dia memang tidak menyalahkan Michael, dia hanya cemas apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Katakan sesuatu" Desak Michael.

"Aku tidak tahu harus berkata apa, hanya saja ini sangat aneh seharusnya tidak banyak orang yang tahu tentang villamu"

"Memang, aku juga tidak mengerti aku akan menyuruh orang untuk mengatasi ini, setelah kita menemukan pelakunya aku akan membawanya kepengadilan, aku juga akan membawa pengacara keluargaku untuk membantu Iqbal"'

"Terimakasih" Lia tersenyum, senyum yang sedikit dipaksakan.

"Lia, tolong jaga dirimu baik-baik, aku tahu kau tinggal sendiri sekarang. Rumah sebesar ini, dan kau sendiri. Kuharap kau akan baik-baik saja. Reza akan pulang kerumahnya ya?"

"Kenapa kau terus menyuruhku untuk menjaga diriku? Ya, Reza akan pulang kerumahnya. Kedua orang tuanya mengkhawatirkan dirinya" Michael mengangguk, menatap Lia dengan penuh harap. Siap mendengar kalau Lia akan berkata pedas kepadanya setelah ini.

"Aku kemari untuk menjemputmu, membawamu ke Amerika. Karna kufikir disana lebih aman, aku dapat leluasa mengawasimu"

MurdererTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang